Pandemi COVID-19 membawa mimpi buruk bagi perekonomian dunia.
Bagaimana tidak, dengan makin masifnya penyebaran COVID-19 di berbagai negara, membuat setiap negara mesti membatasi pergerakan orang guna menghentikan penularan.
Alhasil, berbagai kegiatan ekonomi menjadi terganggu hingga berdampak pada perlambatan ekonomi bahkan kekhawatiran resesi.
Data dari Worldometer per 15 April, sudah 210 negara terjangkit wabah COVID-19 dengan 2 juta lebih orang terinfeksi dan 134.603 orang diantaranya meninggal.
Angka ini akan terus meningkat, mengingat trend penambahan kasus COVID-19 masih belum menunjukkan penurunan.
Apesnya, sebaran kasus COVID-19 ini sebagian besar berada di negara-negara mitra dagang utama dunia seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, sehingga semakin memperburuk perekonomian global.
Di Indonesia sendiri, kasus COVID-19 pertama kali terkonfirmasi pada 2 Maret sebanyak 2 orang positif. Per 15 April, angkanya terus meningkat menjadi 5.136 orang dan 469 orang diantaranya meninggal.
Hasil kajian Badan Intelijen Negara (BIN), bahkan mengestimasi penyebaran COVID-19 ini akan mencapai puncaknya pada akhir Juli dengan 106.287 kasus positif dan 50 kota/kabupaten memiliki resiko tinggi.
Merebaknya wabah COVID-19, tentu membuat ekonomi Indonesia semakin terpukul. Selama Januari-Februari 2020 saja, saat wabah COVID-19 baru menyebar luas di Tiongkok, kinerja perdagangan Indonesia dengan Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar mengalami kontraksi. Nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok anjlok hingga 11,6 persen, sementara impor turun 49,6 persen (BPS, 2020).
Ketika penyebaran COVID-19 makin meluas, banyak sektor usaha di Indonesia terpaksa membatasi aktivitasnya, terutama sektor pariwisata, transportasi, UMKM, dll.
Akibatnya, hingga 9 April sudah ada 1,4 juta lebih pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan dari 78.174 perusahaan di seluruh Indonesia (Kemenaker, 2020).