Mohon tunggu...
Rezhelena Moesriffah
Rezhelena Moesriffah Mohon Tunggu... Freelancer - Jangan berhenti menjadi orang baik

Waktu adalah Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Shibal Biyong" dan "Tangjinjaem", Tren Gaya Hidup Anak Muda Korea Selatan

5 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   16:10 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak muda di Korea Selatan (Sumber: www.cup.com.hk)

Waktu memang cepat berlalu. Tidak terasa, sudah 3 bulan lebih saya berada di Korea Selatan tepatnya di daerah Jeonju sebagai seorang mahasiswa pertukaran pelajar. Setiap hari kegiatan saya tidak terlepas dari yang namanya laporan, tugas, dan presentasi.

Tentu saja, saya juga tidak lupa untuk jalan-jalan menikmati keindahan alam Korea, yahh walaupun hanya untuk merefreshingkan pikiran saja. 

Seringkali saya hanya jalan-jalan di sekitar kampus saja, dan apabila saya memiliki cukup banyak waktu saya akan pergi ke tempat-tempat wisata di Korea Selatan. 

Berbicara tentang jalan-jalan atau sekadar hangout, ketika Anda berkunjung ke Korea Selatan jangan heran saat melihat begitu banyak anak-anak muda yang melakukan kegiatan demikian. Sebagian besar anak muda tersebut adalah mereka yang masih mahasiswa/i dan orang yang telah bekerja.

Jangan heran juga ketika Anda mengunjungi Korea Selatan, Anda akan melihat begitu banyak mesin-mesin yang dipenuhi oleh boneka-boneka di sepanjang jalan. Hal ini dikarenakan banyak anak muda di Korea Selatan yang masih memainkan permainan ini dengan alasan hanya untuk menghabiskan uang mereka.

Bagi sebagian orang mungkin hal tersebut merupakan kegiatan menghambur-hamburkan uang saja, akan tetapi bagi mereka ini adalah akitivitas yang menyenangkan. Apalagi ketika Anda melihat begitu banyak anak-anak muda yang terlihat menggunakan barang-barang branded dan makan di restoran-restoran mahal.

Anda pasti akan bertanya bagaimana mereka dengan mudahnya mendapatkan semua itu, padahal jika kita melihat latar belakangnya, mereka hanya seorang mahasiswa/i ataupun anak muda yang telah bekerja. Apakah mereka masih meminta uang kepada kedua orangtua atau bagaimana mereka dapat mengelola pendapatan mereka jika setiap harinya mereka hangout dan berwisata. Lantas bagaimana mereka dapat mengatur keuangan sehingga terlihat baik-baik saja?

Pada awalnya saya sangat heran, bagaimana mereka dengan mudahnya berbelanja barang-barang kecil dengan harga yang menurut orang awam itu sangat tidak masuk akal. Seperti banyak sekali store yang menjual merchandise KPOP Idol, Kakao, atau Pengsoo dengan harga di atas 9000 won (lebih dari 100 ribu rupiah) hanya untuk barang-barang kecil seperti gantungan kunci, atau hanya sticker-sticker saja.

Apalagi ketika mereka sekali makan-makan, mereka dapat menghabiskan lebih dari 15.000 won (lebih dari 150.000 Rupiah). Namun, setelah saya bertanya dengan teman-teman Korea saya, ternyata bagi mereka hal-hal seperti ini tidak diperlukan dalam mempertahankan hidup.

Mereka hanya ingin mendapatkan kebahagiaan instan dan tentunya tanpa merusak anggaran bulanan. Istilah dalam korea menyebutkan kegiatan seperti ini adalah bentuk kecenderungan membelanjakan uang untuk apa yang tampaknya sangat tidak penting, disebut dengan "Shibal Biyong"

"Membeli pakaian yang bagus, karena kamu tidak akan pernah mendapatkan rumah"

"Membeli steak, karena kamu tidak akan pernah mendapatkan uang tabuangan yang cukup untuk dana pensiun"

Myeongdong Street, South Korea (okezone.com)
Myeongdong Street, South Korea (okezone.com)
"Shibal Biyong" menjadi istilah yang akhir-akhir ini sangat trending di kalangan anak muda Korea Selatan. "Shibal Biyoung" disebut juga sebagai "fuck it expence" maksudnya adalah gaya hidup konsumtif untuk menghilangkan stres dengan mengklaim harga diri dengan cara membeli barang-barang yang tidak penting disaat situasi hidup yang tidak bahagia.

Sama halnya dengan "Shibal Biyong", "Tangjinjaem" atau "max-out fun" merupakan membelanjankan uang untuk barang-barang yang tidak berguna, dengan alasan hanya untuk mendapatkan kebahagiaan yang tidak mereka dapatkan dalam hidup. Kedua istilah tersebut, pastinya memberikan kita gambaran apa yang terjadi pada beberapa tempat di Korea Selatan.

Area-area seperti ini kebetulan dekat dengan asrama saya. Saya melihat begitu banyak kafe-kafe cantik di sepanjang jalan yang sangat instagramable dan tentunya banyak sekali anak muda yang menghabiskan waktunya setiap jam di kafe-kafe tersebut. 

Pada awalnya saya mengira mungkin mereka adalah anak orang kaya yang menganggur saja dengan uang saku mereka dan tanpa tujuan produktif yang mereka lakukan.

Akan tetapi setelah saya membaca tulisan dari Jeongmin Kim yang berjudul "Why Young Korean Love to Splurge" memberikan saya gambaran yang berbeda. 

Ketika Anda pernah menonton film Parasite mungkin Anda sudah memahami apa yang saya maksud. Melalui dua media tersebut kita mengetahui adanya kesenjangan yang begitu besar bagi orang kaya dan orang miskin.

Ketika sebagian besar anak muda Korea Selatan hanya tinggal di suatu basemant atau rooftop dengan fasilitas yang begitu buruk atau tinggal bersama orangtua (tanpa mempunyai privasi lagi). 

Hal-hal tersebut yang menjadi alasan besar mengapa anak muda di Korea menyukai berdiam diri di kafe-kafe cantik. Karena bagi mereka tempat-tempat inilah yang memberikan kebahagiaan bagi mereka. 

Anak muda di Korea Selatan tidak memiliki alasan untuk merencanakan masa depan karena bagi mereka hidup tidak berjalan terus menurus sesuai dengan apa yang mereka rencanakan. Mereka berpikir bahwa YOLO! (You Only Live Once!). Pikiran ini sangat popular bagi sebagian besar anak muda di Korea Selatan.

Ketika Anda berkunjung ke bookstore, Anda akan menemukan banyak buku dengan makna judul " I want to Die, but I want to Eat Tteokbokki (kue beras peda", atau ketika Anda seorang Army (fans BTS), Anda mungkin tidak asing dengan lagunya yang berjudul "Go! Go!" yang memiliki makna "tidak ada uang, tapi aku ingin membeli sushi. Bekerja keras untuk mendapatkan bayaran. biarkan aku melakukan ini bahkan jika aku harus berlebihan dalam membelanjakan uang atau bahkan jika aku harus mengambil uang tabungan untuk besok".

Melihat fenomena seperti ini saya pikir Korea Selatan membutuhkan visi ekonomi dan sosial yang baru, yang memberikan harapan kepada anak muda, sepertinya halnya menciptakan lapangan pekerjaan, mudah untuk membesarkan anak-anak, dan penyediaan perumahan yang terjangkau.

Saya percaya bahwa istilah seperti ini tidak akan hilang walaupun anak muda menjadi lebih kaya atau telah memiliki pekerjaan yang stabil. Melihat mereka sangat membutuhkan kebahagiaan dan kepuasan sesaat, sehingga mereka melakukan apa yang mereka sukai bahkan jika orang dewasa tidak menyukai hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun