Penelitian ini telah diulang beberapa kali dan memberikan hasil yang serupa. Beberapa penelitian lebih lanjut tentang kepatuhan juga mengkonfirmasi temuan Milgram. Banyak peserta dalam percobaan ini melakukan tindakan yang tampaknya sadis hanya karena mematuhi instruksi dari pihak yang dianggap berwenang. Â Kemudian beberapa variasi penelitian yang menambahkan jumlah peserta yang berperan sebagai guru (yang salah satunya diperankan oleh seorang aktor yang berpura-pura menjadi guru yang tidak patuh dan menolak melanjutkan pemberian setruman) membuktikan bahwa kepatuhan bisa berkurang jika terdapat kehadiran rekan lain yang juga tidak patuh.
Dalam penelitian lainnya oleh salah seorang rekan dari Stanley Milgram juga, peneliti yang bernama Philip Zimbardo melakukan eksperimen yang dikenal dengan istilah Penjara Stanford. Lokasi percobaan dibuat seperti penjara; para partisipan diberikan peranan sebagai penjaga dan tahanan. Hasil riset ini menunjukkan siapapun bisa berbuat kejam sesuai perannya sebagai penjaga yang memiliki wewenang untuk berbuat kejam. Dan peran tahanan membuat seseorang menjadi hilang semangat dan menunjukkan keputusasaan karena tidak memiliki wewenang apapun.
Kesimpulannya, kita bisa memotivasi orang lain untuk bekerja dan melaksanakan apapun perintah kita dengan merekayasa kepatuhan. Kepatuhan didapat dengan mengelola keadaan eksternal seseorang untuk mempengaruhi kondisi psikologisnya agar orang tersebut taat kepada kita. Hal ini bukan berarti kita bisa berbuat dengan sewenang-wenang dan mamicu sifat kejam orang lain. Eksperimen Milgram bisa kita ambil hikmahnya sebagai pelajaran penting untuk menegakkan ketaatan.
Misalnya dalam suatu perusahaan atau dalam suatu proses penjualan; seorang atasan atau seorang wiraniaga harus bisa menunjukkan karismanya sebagai seorang figur otoritas yang sangat tegas dan meniadakan pertentangan sekecil apapun yang bisa memancing pemberontakan. Maka dari itu, ketegasan sangat diperlukan namun dengan kompetensi yang jelas, agar tidak menimbulkan perlawanan. Tekanan yang diberikan harus cukup kuat untuk memotivasi tapi tidak terlalu membebani agar tidak ada yang nekat membantah.
Seorang pemimpin harus bisa menanamkan otoritasnya dengan perasaan takut namun dicinta. Janganlah menjadi atasan yang terlalu santai sehingga disepelekan anak buah, jadilah seperti seorang komandan militer yang keras namun tetap dianggap baik karena mau memberikan penghargaan atau pengakuan kepada mereka yang layak mendapatkannya. Tapi jangan terlalu sering memuji. Pujian dan keakraban yang jarang-jarang malah akan dirindukan di sela-sela penegakkan ketaatan yang ketat.
Seorang sales person juga harus bisa menunjukkan kredibilitasnya sebagai seorang pakar, ahli dalam memberikan solusi kepada pembeli berupa produk yang dijual. Tenaga penjual ini juga bisa mengatur situasi yang tepat untuk mendorong kepatuhan pembeli serta memakai pakaian dan simbol-simbol lainnya yang menegaskan otoritasnya. Tinggikan reputasi lewat integritas, wawasan yang luas, dan kemampuan yang handal selain juga tetap menggunakan simbol-simbol otoritas seperti pakaian, gelar, jabatan, aksesoris, dan sebagainya.
Intinya adalah; memotivasi kepatuhan bisa dilakukan dengan pengelolaan figur otoritas, kondisi sekitar, dan pemberian wewenang. Orang yang ingin dimotivasi juga harus dijauhkan dari demotivator, yaitu orang lain yang tidak patuh pada perintah. Selain itu, sedikit keleluasaan perlu diberikan untuk menghindari keputusasaan serta perlawanan. Implementasi wewenang perlu diperhatikan secara seksama. Memotivasi kepatuhan tidak perlu berlebihan tapi dengan penampilan yang sangat menegaskan otoritas dan pengaturan lingkungan yang mendukung ketaatan.
Baca juga:
5 Kompetensi Inti Seorang Pemimpin
Satu Cara Manajer Memotivasi Karyawan
Persuasi: Rayuan Tanpa Gombal
Training Sales Persuasif
Sumber: http://100motivasi.wordpress.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H