Mohon tunggu...
REZAWAHYA
REZAWAHYA Mohon Tunggu... PNS -

Penulis dengan multi-interest Ingin berbagi ilmu dan kebahagian kepada orang lain terutama kaum muda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari yang Bahagia

22 Mei 2016   22:32 Diperbarui: 22 Mei 2016   22:51 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Setiap hari orang pasti mendambakan hidup yang sukses atau beruntung. Beruntung yang dimaksud bisa dalam arti materi, spiritual, maupun fisik.  Hidup sehat, mempunyai materi (harta) yang cukup, dan religius (sesuai dengan fitrahnya manusia) adalah bentuk-bentuk kebahagiaan yang didamba oleh setiap insan. Namun, biasanya kebahagiaan membutuhkan suatu perjuangan untuk memperolehnya.

Beragam phenomena sosial yang berlaku di masyarakat pada saat ini menunjukkan bahwa; ada manusia yang meng-halalkan semua cara untuk bisa bahagia. Dan ada juga, yang hidup bersahaja, artinya dia akan mensyukuri apapun yang diperolehnya hari itu. 

Dari kedua  prototype manusia tersebut manakah yang kita pilih? Hal tersebut sangatlah tergantung dari tujuan hidup yang menjadi target seseorang. 

Kebahagian datangnya Dari  Kepuasan Batin

Ada kisah seorang pengusaha sukses di bidang Fast-Food. Sudah hampir satu dekade dia berusaha membuka restaurant cepat saji yang merupakan product Indonesia Asli. Yang menarik dari si usahawan tersebut adalah dia berusaha  menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi usahanya dengan beragam kegiatan sosial untuk masyarakat di sekitarnya serta tidak melupakan kesejahteraan karyawannya.

Kalau dikupas lebih lanjut, pengusaha tersebut menerapkan prinsip hidup bahagia dengan membagikan kebahagiaan kepada orang lain (kita tidak mungkin hidup bahagia tanpa orang lain pun bahagia). Ada tiga hal  pokok yang bisa diambil pelajaran dari apa yang sudah dilakukannya : pertama adalah perbanyak kegiatan sosial untuk masyarakat melalui bersedekah  (dalam Islam dikenal shodaqoh, infaq dan zakat). Orang yang tangannya di  atas lebih baik daripada orang yang tangannya dibawah.

 Tangan di atas identik dengan pemberi sesuatu, sehingga si pemberi harus mau bekerja keras dan cerdas agar dia bisa memberikan sesuatu untuk orang lain. Dan ketika sudah memberikan sesuatu, biasanya kita akan berusaha lebih keras lagi agar dia bisa memberikan yang lain lagi. Di sini telah dipertunjukkkan tentang prinsip kemandirian, optimisme, pemerataan ekonomi dengan memperkecil gap kesejangan ekonomi, dan memperkecil masalah sosial yang mungkin akibat pertumbuhan ekonomi .

(Giving is Happiness; sumber Foto : PortalKeuangan.net)
(Giving is Happiness; sumber Foto : PortalKeuangan.net)
kedua adalah penerapan prinsip kemitraan dengan karyawan. Melalui partnership; rasa memiliki dan tanggung jawab dari si karyawan akan tumbuh. Selain daripada itu, karyawan akan merasa seperti keluarga besar dengan pengusaha atau perusahaan yang menaunginya. Kemitraan disini tidak  mengenal adanya penindasan (eksploitasi) atau memeras tenaga seseorang dengan upah rendah. Rasa keadilan dan menghargai jerih payah orang yang telah berjasa dalam membesarkan suatu usaha akan meningkatkan profit atau keuntungan di masa mendatang. Hal tersebut sudah pasti akan menguntungkan bagi perkembangan suatu bisnis. 

Dan prinsip ketiga adalah keuntungan ekonomi. Pengusaha ini menerapkan prinsip margin keuntungan dipergunakan untuk ekspansi kebaikan. Kenapa hal itu bisa terjadi? Sudah pasti, setiap orang yang "baik", akan membuat atau mencari jalan kebaikan lainnya. Apabila di suatu kota sudah ada dua cabang dengan karyawan seratus orang dan kontribusi CSR sosialnya sebanyak 200 Kepala keluarga, maka dengan membuka cabang berikutnya akan memberikan keuntungan ekonomi sekaligus kemanfaatan sosial dengan menyerap pengangguran dan juga berbagi kebahagian dengan si miskin.

Apa yang menarik dari bahasan diatas? Kebahagiaan tidak semata-mata berasal dari materi yang dimiliki atau di genggaman tangan, tapi dengan membagikan materi yang dimiliki kepada orang yang membutuhkan akan menimbulkan suatu kepuasan batiniah. Walaupun  kepuasan ini bersifat imajiner, tidak bisa dilihat hanya dapat dirasakan , tapi  kebahagiaan yang timbul akan berlangsung terus sepanjang hayat bahkan akan dibawa mati oleh si pelakunya. Sehingga hidup bahagia ukurannya adalah kepuasan batiniah kita 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun