Mohon tunggu...
Reza Syafriharinata
Reza Syafriharinata Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Bermain badminton,tenis meja, voly ball ,basket

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena Cabut di Kalangan Siswa Laki laki,dan Pengaruhnya Terhadap Karakter Siswa

31 Januari 2025   21:06 Diperbarui: 31 Januari 2025   21:36 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fenomena "cabut" atau bolos sekolah merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di lingkungan pendidikan, terutama di kalangan siswa laki-laki. Cabut sekolah berarti meninggalkan sekolah tanpa izin resmi dari guru atau pihak sekolah. Perilaku ini sering dianggap sepele, tetapi memiliki dampak yang cukup besar terhadap perkembangan akademik dan karakter siswa.

Cabut sekolah menjadi perhatian khusus karena dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik dan menghambat pembentukan karakter yang positif. Banyak faktor yang mendorong siswa laki-laki untuk melakukan cabut, baik dari dalam diri mereka sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Jika tidak segera ditangani, kebiasaan ini dapat berlanjut dan membawa dampak yang lebih serius di masa depan.

Salah satu penyebab utama fenomena cabut adalah kurangnya minat siswa terhadap pelajaran. Banyak siswa laki-laki merasa bahwa materi yang diajarkan di sekolah kurang menarik atau tidak sesuai dengan minat mereka. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk keluar dan melakukan aktivitas lain yang dianggap lebih menyenangkan.

Pengaruh teman sebaya juga berperan besar dalam meningkatkan angka siswa yang sering bolos sekolah. Banyak siswa yang tergoda untuk ikut cabut karena ajakan teman atau ingin terlihat keren di hadapan kelompoknya. Rasa solidaritas yang tinggi sering kali membuat mereka lebih memilih mengikuti teman-temannya daripada bertahan di sekolah.                                      

Jean Piaget seorang Psikolog Perkembangan juga mengatakan dan berpendapat,cabut dapat terjadi sebagai bentuk pencarian identitas mereka  .Selain itu jika tidak diarahkan dengan baik ,dapat berdampak negatif pad sikap prilaku,sopan santun dan masa depan mereka. Kurangnya pengawasan dari pihak sekolah menjadi faktor lain yang mendukung fenomena cabut.    


Sekolah yang tidak memiliki sistem pengawasan yang ketat memungkinkan siswa untuk keluar tanpa izin, terutama saat jam kosong atau ketika guru tidak hadir. Situasi ini sering dimanfaatkan oleh siswa untuk menghindari pelajaran.

Lingkungan sekolah yang tidak nyaman juga menjadi pemicu siswa untuk bolos. Beberapa siswa merasa tidak betah di sekolah karena tekanan akademik yang tinggi, perlakuan kasar dari guru, atau bahkan adanya bullying dari teman sebaya. Kondisi ini membuat mereka lebih memilih untuk menghindari sekolah daripada menghadapi tekanan tersebut.

Selain faktor sekolah, kondisi keluarga juga berperan besar dalam kebiasaan cabut di kalangan siswa laki-laki. Kurangnya perhatian dari orang tua, konflik dalam keluarga, atau kurangnya komunikasi yang baik membuat siswa merasa kurang mendapatkan dukungan. Dalam kondisi seperti ini, mereka lebih mudah mencari pelarian dengan cara bolos sekolah.

Dampak dari kebiasaan cabut sangat berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa. Ketidakhadiran dalam kelas menyebabkan mereka tertinggal dalam memahami materi pelajaran, sehingga nilai mereka cenderung menurun. Jika dilakukan secara terus-menerus, kebiasaan ini bisa menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti ujian dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Selain menurunkan prestasi akademik, cabut juga membentuk karakter siswa menjadi kurang disiplin. Mereka yang terbiasa bolos akan menganggap bahwa melanggar aturan adalah hal biasa dan tidak memiliki konsekuensi yang serius. Hal ini dapat berdampak pada kebiasaan mereka di masa depan, baik dalam lingkungan akademik maupun profesional.

Siswa yang sering bolos juga cenderung kehilangan rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya. Mereka terbiasa menghindari tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh sekolah, sehingga sulit untuk membangun karakter yang bertanggung jawab di kemudian hari.

Selain itu, kebiasaan bolos dapat membuat siswa lebih rentan terhadap pergaulan bebas dan pengaruh negatif dari lingkungan luar sekolah. Beberapa siswa yang cabut sering menghabiskan waktu di tempat-tempat yang tidak memiliki pengawasan, seperti warnet, pusat perbelanjaan, atau tempat nongkrong lainnya. Hal ini bisa membuat mereka terjerumus dalam kebiasaan buruk, seperti merokok, minum alkohol, bahkan tindakan kriminal ringan.

Kepercayaan diri siswa juga bisa terpengaruh akibat kebiasaan cabut. Siswa yang sering bolos akan merasa minder saat kembali ke sekolah karena mereka tertinggal dalam pelajaran. Akibatnya, mereka bisa kehilangan motivasi untuk belajar dan semakin sulit mengejar ketertinggalan.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat berdampak pada masa depan siswa. Siswa yang sering bolos memiliki risiko lebih tinggi untuk putus sekolah dan menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang baik. Kurangnya kedisiplinan dan tanggung jawab yang terbentuk sejak dini bisa menghambat mereka dalam mencapai kesuksesan di masa depan.

Untuk mengatasi fenomena ini, pihak sekolah harus meningkatkan sistem pengawasan terhadap siswa. Pengawasan yang lebih ketat di gerbang sekolah, pemeriksaan kehadiran yang rutin, serta kerja sama dengan orang tua dapat membantu mencegah siswa untuk keluar tanpa izin.

Selain pengawasan, metode pembelajaran juga perlu ditingkatkan agar siswa lebih tertarik untuk mengikuti pelajaran. Guru bisa menggunakan pendekatan yang lebih interaktif dan menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan dan kehilangan minat belajar.

Orang tua juga memiliki peran penting dalam mencegah kebiasaan cabut. Mereka harus lebih aktif dalam memantau aktivitas anak mereka, membangun komunikasi yang baik, serta memberikan pemahaman mengenai pentingnya pendidikan dan dampak negatif dari bolos sekolah.

Siswa sendiri juga perlu diberikan pemahaman tentang konsekuensi dari kebiasaan cabut. Mereka harus menyadari bahwa tindakan tersebut bukan hanya merugikan diri sendiri secara akademik, tetapi juga berdampak pada karakter dan masa depan mereka.

Selain itu, lingkungan sekolah harus dibuat lebih nyaman dan ramah bagi siswa. Pihak sekolah perlu menciptakan suasana belajar yang kondusif, mencegah bullying, serta memberikan perhatian lebih kepada siswa yang mengalami kesulitan akademik atau masalah pribadi.

Program bimbingan dan konseling juga bisa menjadi solusi untuk menangani siswa yang sering bolos. Dengan adanya konseling, siswa dapat memperoleh bimbingan yang lebih baik mengenai cara menghadapi tekanan akademik dan sosial, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk melarikan diri dari sekolah.

Jika semua pihak bekerja sama sekolah, guru, orang tua, dan siswa itu sendiri fenomena cabut di kalangan siswa laki-laki dapat diminimalkan. Dengan demikian, siswa dapat lebih fokus pada pendidikan, mengembangkan karakter yang lebih baik, serta mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih cerah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun