Mohon tunggu...
Reza Sugiarto
Reza Sugiarto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kebijakan Satu Peta Nasional sebagai Landasan dalam Membuat Kebijakan yang Lebih Baik Terkait Lahan Gambut

2 November 2017   21:30 Diperbarui: 2 November 2017   21:57 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tumpang Tindih Wilayah

Indonesia merupakan Negara yang memiliki ribuan wilayah administrasi yang terbagi atas provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan. Peta untuk wilayah adminsitrasi tersebut belum ada yang dianggap sebagai peta nasional. Sebagai contoh batas daerah antara satu desa dengan desa lain biasanya hanya ditandai dengan gapura yang berfungsi sebagai pemisah antara daerah yang sebelah kanan atau sebelah kiri. 

Tanpa batas yang jelas, yang tertulis dipeta, maka masyarakat tidak akan mengerti beda batas wilayah administrasi yang ada. Selain itu, masing-masing kementrian mengeluarkan peta sesuai dengan sektor kerjanya, misalnya peta daerah yang bisa dibuat penambangan atau peta daerah yang digunakan untuk perkebunan atau peta untuk daerah lindung. Berdasarkan peta acuan yang berbeda-beda tersebut, sangat dimungkin terjadi overlappingsuatu daerah karena teknik pengambilan data, titik acuan masing-asing berbeda. 

Kejadian overlappingini  terjadi dalam temuan Forest Watch Indonesia di tahun 2013 dimana sekitar 14.7 juta hektar adalah daerah overlap antara hutan lindung, daerah perkebunan industri dan daerah penambangan. Akibat dari tumpang tindih wilayah ini, pihak luar baik dari pihak pengembang atau pihak-pihak terkait lainnya akan mengalami permasalahan terkait ijin dalam hal mengeksplorasi wilayah tertentu. Oleh karena itu, diperlukan suatu peta nasional yang menjadi acuan oleh semua pihak yang memiliki kepentingan terkait wilayah administrasi di Indonesia.

Dasar Hukum Kebjakan Satu Peta Nasional

Kebijakan Satu Peta Nasional bukanlah suatu ide yang baru. Gagasan satu peta nasional ini sudah dimulai ditahun 2010 ketika Bapak Susilo Bambang Yudhoyono masih menjabat sebagai Presiden RI. Kebijakan ini diteruskan hingga sekarang, di jaman pemerintahan Bapak Joko Widodo. Satu Peta Nasional ini sendiri mempunyai payung hukum yaitu Undang Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Informasi Geospasial memiliki asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemuktakhiran, keakuratan, kemanfaatan dan demokratis. 

Konsep yang dibawa dalam Kebijakan Satu Peta Nasional ini sendiri adalah menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor ke dalam satu peta integratif, sehingga tidak ada perbedaan dan tumpang tindih informasi dalam peta, sehingga satu peta nasional ini dapat digunakan sebagai satu-satunya referensi, database dan geoprotal yang resmi dari pemerintah.

Kebijakan Satu Peta Nasional untuk Pengelolaan Gambut yang Lebih Baik

Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah lahan gambut yang cukup banyak. Lahan Gambut harus dimanfaatkan secara optimal agar tidak menimbulkan adanya kebakaran lahan atau kerusakan lingkungan disekitarnya. Lahan gambut seringkali diolah untuk lahan perkebunan. Dalam pengolahannya, tentu saja tidak dapat sembarang teknik dapat digunakan untuk membuka lahan gambut sebagai lahan perkebunan. Salah satu yang diperlukan dalam pengelolaan lahan Gambut adalah luas wilayah  dan karakteristik dari lahan gambut itu sendiri. 

Permasalahan yang dihadapi saat ini dalam pengelolaan lahan gambut adalah berbagai macam sumber mengatakan luas wilayah gambut yang berbeda. Dengan merujuk ke referensi yang berbeda, maka dalam membuka lahan gambut terjadi perbedaan antara teori berdasarkan peta yang ada, dengan kondisi lingkungan gambut itu sendiri. Kejadian perbedaan seperti ini akibatnya akan menghambat restorasi lahan gambut itu sendiri. 

Oleh karena itu, Kebijakan Peta Nasional ini merupakan suatu solusi dalam perbedaan pendapat mengenai luasan wilayah lahan gambut. Dengan tersedianya data yang akurat mengenai lahan gambut yang ada maka restorasi lahan gambut akan semakin akurat, tepat dan dapat mengurangi kejadian yang tidak diinginkan seperti kebakaran lahan, atau justru melepas kandungan karbon yang tersimpan di dalamnya.

Perkembangan Kebijakan Satu Peta Nasional

Peta Nasional sudah ada yang berskala 1:250.000 dan untuk pemuktahiran telah terbit Perpres No. 9 Tahun 2016 dengan tujuan membuat peta nasional dengan skala 1:50.000 untuk ketelitiannya. Selain itu dalam pembuatan Peta Nasional tematik ini, Badan Informasi Geospasial bekerja sama dengan mitra pembangunan yaitu WRI Indonesia. Meskipun dalam penyelenggaran menemui beberapa hambatan namun sesuai dengan perpres terkait diharapkan Peta Nasional ini dapat diimplementasikan di hingga tahun 2019.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun