Sedangkan untuk pelaku kekerasan terhadap jurnalis, massa dan polisi memiliki pelaku terbanyak, masing-masing 60 kali, 36 kali untuk orang tak dikenal atau tak dikenal, dan 17 kali untuk orang tak dikenal. 60 kasus.
Dalam kasus kekerasan yang berhubungan dengan kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama lembaga pers, organisasi profesi jurnalistik dan Dewan Pers. Pers nasional sebagai sarana komunikasi massa, dapat membentuk opini publik dan melaksanakan fungsi dan kewajiban beserta perannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.
Kekerasan yang dilakukan kepada jurnalis harus ditangani dengan serius dan diusut tuntas sehingga tidak terjadi lagi kekerasan berikutnya, dan kita semua tahu bahwa kekerasan merupakan perbuatan yang fatal sehingga sangat merugikan. Dengan demikian, kemerdekaan pers membutuhkan ruang kebebasan dalam menjalani fungsinya sebagai penyampai informasi publik, serta menjadi wahana pendidikan bagi masyarakat.
Selain itu, jurnalis atau wartawan dalam menjalankan tugasnya juga harus menggunakan identitas yang lengkap sehingga tidak adanya kesalahpahaman.
Perlindungan terhadap wartawan atau jurnalis tidak hanya dari Lembaga Pers saja, diperlukan adanya partisipasi dari pihak lain seperti aparat penegak hukum dan masyarakat itu sendiri, untuk membangun budaya taat hukum bagi masyarakat sehingga perlindungan hukum terhadap jurnalis dalam menjalankan profesi jurnalistik dapat dilakukan secara maksimal.
Penulis: Reza Ardiansyah, Mahasiswa Ilmu Komunikasi -- Universitas Muhammadiyah Malang.
Twitter: @rezardiannnn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H