Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Roman Abramovich: Dua Sisi Sosok Revolusioner Sepak Bola

3 Maret 2022   13:34 Diperbarui: 5 Maret 2022   05:02 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman Abramovich di Stamford Bridge (Dylan Martinez / Action Images via Reuters) 

Ketika alm. KH Abdurrahman Wahid didatangkan dalam acara talkshow Kick Andy, beliau ditanya oleh host Andy F. Noya mengenai alm. Soeharto. Hal yang maklum sebab hubungannya dengan Presiden ke2 itu pernah sangat renggang dan bagai bara sekam di era orde baru. Tapi bukan Gus Dur namanya bila tak menjawab dengan cerdik, maka keluarlah idiom 'Pak Harto itu jasanya besar untuk negeri ini, tapi dosanya juga besar" yang kemudian melegenda.

Agaknya frasa itu bisa pula disematkan ke taipan cum oligark Rusia-Israel Roman Abramovich yang bakal melepaskan kukunya dari Chelsea. Pria ini datang di awal milenium 2000 dengan sekebon uangnya ke London dan mentransformasi klub asal distrik pensiunan itu jadi kekuatan baru sepak bola Inggris dan dunia. Salah satu orang paling bertanggung jawab atas mulainya inflasi harga-harga pemain.

Keputusannya melepas Chelsea tentu berat bagi dirinya sendiri. Tapi apa daya dengan berbagai sanksi ekonomi yang sedang mengintainya, menjual Chelsea sekarang sudah sangat wajar dalam prilaku seorang pebisnis demi menyelamatkan asetnya. Meskipun dalam janjinya uang 3 Milyar itu nantinya bakal disumbangkan untuk korban konflik Rusia-Ukraina.

Namanya tentu harum semerbak di kalangan pendukung Si Biru London. Sepanjang masa kepemilikannya saja mereka berhasil menggondol total 21 piala untuk memenuhi kabinet trofi Stamford Bridge. Termasuk raihan lima gelar liga domestik, dua Champions League, dan dua UEL. Capaian yang jelas luar biasa mengingat sebelum ia masuk Chelsea, untuk sekadar mengamankan posisi di papan atas saja kesulitan.

Dirinya lah dengan gelontoran dana yang melebihi dua milyar poundsterling itu membangun mercusuar sepak bola baru di London. Sekitar separuh dari gelontoran dananya ia gunakan untuk keperluan belanja pemain demi mengejar trofi. Mendatangkan nama-nama beken dengan harga-harga wah. Tak ketinggalan jasanya membayaran seluruh hutang Chelsea dari kepemilikan sebelumnya, tentu hal yang berkebalikan dengan tindak laku Glazer di Manchester sana.

Merogoh kocek demi Chelsea

Tapi seperti celetukan cerdik Gus Dur diatas, Abramovich tentu tak lepas dari dosa-dosa selama berkecimpung di Chelsea. Dia memulai trend pembelian pemain secara jor-joran dan mengangkat tirai untuk meroketnya harga transfer pemain. 

Pada musim pertamanya saja dia sudah habis 121 juta untuk mendatangkan 11 pemain. Termasuk 15 juta untuk Adrian Mutu dan 16 juta demi Claude Makalele. Begitu lah karakteristik transfer Abramovich di masa itu, pemain banyak datang sebab kocek pun dalam.

Kemudian datanglah manajer brilian asal Portugal, Jose Mourinho yang punya spesifikasi tinggi dalam meminta pemain. Datanglah Didier Drogba dan Carvalho yang masing-masing di atas 20 juta. Di kemudian hari datang pula Shevchenko (30 juta) dan merampok Ashley Cole dari Arsenal. Tak ketinggalan pula nanti Abramovich menggelontorkan 50 juta demi Fernando Torres dari Liverpool yang memecahkan rekor transfer liga.

Sampai awal musim kemarin pun dirinya masih membuktikan ketaksungkanannya. Setelah musim sebelumnya habis sekitar 200 juta untuk nama-nama macam Ziyech, Werner, dan Havertz. Lukaku dipulangkan dari Inter Milan dengan banderol 95 juta. Sepertinya pandemi tak terlalu melukai kocek Abramovich.

Formula gelontoran uangnya pun akhirnya jadi pakem bagi pemilik-pemilik tajir yang datang belakangan. Seperti orang-orang timur tengah yang datang ke Manchester, Paris dan yang paling anyar ke Newcastle.

Tapi di luar glamornya Chelsea dengan gelontoran dana melimpahnya, tangan Abramovich tak bersih juga di luaran sana. Orang yang telah masuk lingkaran kremlin semenjak masa Boris Yeltsin ini tak lain salah satu oligark terbesar Rusia sekaligus pula orang dekat penguasa yang sekarang, Vladimir Putin.

Abramovich ketika menjabat sebagai gubernur (dok: Yuri Feklistov)
Abramovich ketika menjabat sebagai gubernur (dok: Yuri Feklistov)

Berkat koneksi kuatnya itu pula dirinya pernah menjabat Gubernur okrug otonom Chukotka sejak 2001 hingga 2008. Chukotka adalah wilayah Rusia yang berada nun jauh di timur dan berbatasan dengan negara bagian Alaska di seberang selatnya.

Kekayaannya melimpah sejak menguasai perusahaan minyak Sibneft dan semakin tajir semenjak peristiwa 'Perang Aluminium'. Berkat perundingannya dan kecapakannya, Abramovich bersama para oligarki lain mendirikan perusahaan aluminuim raksasa Russian Aluminium (Rusal) di tahun 2000 sekaligus melambungkan pundi-pundi kekayaannya.

Abramovich dan Israel

Abramovich tak melupakan akar leluhur Yahudinya dan sampai sekarang masih mesrah dengan entitas Israel dan bahkan mendapat kewarganegaraannya. Laporan dari BBC tahun 2020 menyebutkan Abramovich menjadi back-up bagi organisasi El'ad di Yerusalem. El'ad inilah yang kemudian secara ilegal membangun pemukiman dan mengelola wisata di wilayah Palestina di Yerusalem Timur.

Dalam dokumen yang bocor El'ad mendapat kucuran dana segar dari rekening anonim perusahaan yang terdaftar di British Virgin Islands. Suatu wilayah yang juga dikenal sebagai Tax Haven. Tak sedikit dana yang mereka terima, setidaknya mencapai USD 100 juta meskipun mereka berkilah menyembunyikan fakta tersebut. Memang Abramovich terkenal sebagai salah-satu penyantun bagi Israel. Tak hanya pula di Israel, dia seringkali memberi donasi untuk komunitas-komunitas Yahudi di luar Israel.

Mungkin hampir tak ada tangan-tangan pra pemilik klub yang benar-benar bersih. Bisa saja dia begitu dicintai macam Abramovich di Chelsea yang di luar sana banyak terbelit kasus. Bisa pula dia pengusaha lempeng-lempeng saja tapi begitu dibenci oleh akar pendukungnya klubnya sendiri, seperti Kroenke dan rezim Glazer. Bagaimana pun keputusan Abramovich melepas Chelsea patut pula diiringi dengan lagu-lagu elegi dan pendukung Chelsea patut mengucapkan terima kasih.

 !

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun