Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Local Heroes dalam Potret Nama Stadion

15 Februari 2022   11:09 Diperbarui: 19 Februari 2022   12:02 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sangat lumrah stadion yang dibangun olah uang para pembayar pajak dijadikan landmark. Serta tak jarang jua stadion itu dinamai menurut nama orang-orang besar yang jelas punya pengaruh di daerah itu. Bahkan mungkin bila mengingat betapa prestisiusnya Stadion Utama di kompleks olahraga Senayan bagi Negara ini, pun dia dinamai mengikuti salah satu dwitunggal proklamator, Ir Sukarno.

Tapi tersebar di seluruh daerah banyak pula stadion-stadion selevel kota atau provinsi yang lebih memilih nama-nama wajah daerahnya.

Tak seperti nama-nama jalan protokol yang didominasi oleh deretan para jendral (sepertinya nama A.Yani ada di tiap ruas jalan kota-kota Indonesia), banyak para kalangan sipil yang dianugrahi keabadian dipahat sebagai nama gelanggang olahraga.

Meskipun menganut narasi bubble yang seolah mengisolasi para pemain dan memaksa pertandingan dimainkan diluar kandangnya, tentu nama Demang Lehman dan Haji Dimurthala tak asing di sependengaran penikmat liga lokal.

Demang Lehman adalah tempat Barito Putra memutuskan berkandang semenjak renovasi Stadion 27 Mei, dan Haji Dimurthala tak lain tempat Persiraja berbasis.

Bagi kita yang bukan etnis Banjar dan Kalsel tentu kemungkinan besar asing dengan nama Demang Lehman. Malah bagi generasi 90an nama Jens Lehman di kiper tempramen kepunyaan Arsenal bisa dibilang lebih familiar.

Begitu pula dengan Haji Dimurthala, sebelum Persiraja mengamankan tiket Liga 1 nama seorang bergelar haji tersebut asing di belantika pernamaan domestik.

Demang Lehman sama sekali bukan pria berdarah Jerman atau bangsa Saxon lainnya. Beliau tak lain adalah pejuang gigih dalam kesejarahan rakyat Banjar dalam melawan kolonialis Belanda.

Demang Lehman juga adalah panglima kepercayaan Pangeran Hidayatullah dari Kerajaan Banjar dalam melancarkan konfrontasinya.

Demang Lehman dari Kesultanan Banjar (dok: wikimedia commons)
Demang Lehman dari Kesultanan Banjar (dok: wikimedia commons)

Taktik gerilya dan serangan kilat membikin Belanda kuwalahan dan menderita banyak kekalahan. Melalui banyak muslihat dan pasukan, Pangeran Hidyatullah berhasil pada 1862 ditangkap untuk diasingkan ke Jawa. Namun Demang Lehman tak lantas menyerah melihat tuannya tertangkap, perlawanan terus dilancatkan hingga dirinya tertangkap dan dihukum gantung di 1864. Namanya sekarang abadi sebagai stadion di Martapura, salah satu basis gerilyanya.

Berbeda dengan Demang Lehman yang tokoh masa pergerakan bersenjata melawan invasi asing, Haji Dimurthala adalah sosok penting dalam torehan sejarah Persiraja. Bernama asli Di Moerthala dan berlatar belakang politikus cum pengusaha, beliau adalah ketum yang rela mengorbankan rezekinya untuk menghidupi gelora semangat Persiraja di era 1980an.

Dalam lindungan Bang Mur, Persiraja mampu mengoyak dominasi tim-tim mapan untuk menggondol gelar Juara Divisi Utama Kompetisi Perserikatan musim 1980. Dalam laga final mereka mengalahkan tim asal ujung timur Persipura Jayapura, final yang seolah merentangi Indonesia.

Menurut saya perlu diperbanyak stadion dengan nama-nama tokoh olahraga yang seperti Haji Dimurthala ini, sedikit banyak bisa meningkatkan awareness tentang jasa-jasa tokoh terdahulu di sapak bola khusunya.

Pola yang dipakai Persiraja untuk menamai kandang keramatnya bisa dibilang serupa dengan yang ada di Surakarta dan Magelang. Dulu sekitar 10 tahun kebelakang stadion Sriwedari yang berdiri sejak masa Pakubuwono X pernah bergani nama untuk mengabadikan sosok seorang kiper timnas, menpora pertama, sekaligus ketum PSSI, yaitu R. Maladi. Mungkin sebab nama Sriwedari sudah terlalu terpaku kuat, nama R. Maladi diturunkan dari papan nama dan kembali ke nama semula.

Sedangkan di Magelang ada stadion Moch Soebroto yang sempat beberapa kali menggelar laga tanding PSIS. Kala itu stadion Jatidiri masih dalam tahap renovasi dan entah mengapa stadion di lembah tidar ini lebih dipilih tim asal pesisir pantura tersebut. Ketika kemarin PSSI memutar seri Liga 1 di Jateng-DIY, stadion Moch Soebroto dapat beberapa jatah pertandingan.

Nama Moch Soebroto diambil dari mantan walikota Magelang era 1970-80an. Selain berkiprah sebagai kepala daerah, Moch Soebroto juga merangkap sebagai ketum salah satu klub peserta Galatama, Tidar Sakti. Mungkin ini yang dirasa pihak pemkot Magelang untuk menggubah nama stadionnya berdasar mantan walikotanya.

Sudah sepantasnya memang nama-nama yang sudah berjuang demi sepak bola atau olahraga di masanya diabadikan jadi nama stadion.

Real Madrid saja menamai kandangnya dengan nama mantan presidennya. Begitu pula Napoli yang suka rela memahat abadi Diego Maradona menggeser San Paolo. Bahkan di Brazil nama seorang jurnalis berkat jasanya, namanya ditetapkan sebagai nama stadion paling prestisius se-santereo Brazil. Estdio Jornalista Mrio Filho atau yang biasa kita kenal sebagai Maracana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun