Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menolak Pewajaran Kalahnya Timnas Perempuan Indonesia

22 Januari 2022   15:05 Diperbarui: 23 Januari 2022   20:35 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buana Putri, tim raksasa sepak bola wanita era 1980an (dok:majalah Kartini via Historia.id)

Diputarlah kompetisi Piala Kartini dan Galanita sebagai wadah bagi tim-tim sepak bola perempuan. Muncullah nama Buana Putri asal Jakarta yang berkali-kali mewakili wajah Indonesia di kancah dan Putri Priyangan dari Bandung, mereka seringkali bertemu di babak final. Sayang Buana Putri menyusul tutupnya gerbong klub peninggalan Galatama menyusul krisis dan kerusuhan 1998.

Nahas pula baru di tahun 2019 PSSI akhirnya kembali memutar kompetisi liga sepak bola perempuan setelah vakum puluhan tahun. Sedari dulu memang PSSI ini tak ada serius membangun liga yang kompetitif bagi tim perempuan. Tanpa adanya kompetisi jelas angan-angan exco Haruna Soemitro yang terhormat untuk mendapat hasil yang maksimal hanya berujung kemustahilan.

Kini pun Timnas Pertiwi secara de jure hanya diperkuat empat pemain profesional. Dalam hal ini masih dinaungi klub, termasuk Shalika Aurelia yang baru-baru ini teken kontrak dengan AS Roma. Sisanya coach Rudy Eka Priyambada harus mengais dari nama-nama pemain yang kemarin tampil di PON Papua. Tentu beberapa nama lawas yang sempat main di Liga 1 Putri 2019 yang sekarang lebih rutin main di fun football menyusul tak adanya kompetisi.

Ibaratnya pemain kita itu kakinya sudah dingin dengan tak adanya kompetisi dua tahun kebelakang dan sekarang harus lawan pemain pro. Sebagai catatan juga deretan pemain Thailand dan Filipina semuanya berstatus punya klub, termasuk banyak pemain Filipina yang tergabung di klub kampusnya di Amerika Serikat. Jangan dipadankan liga mahasiswa AS (NCAA) dengan disini, taraf kompetitif mereka sudah sangat tinggi.

PSSI masih tak becus dalam membangun persepakbolaan perempuan Indonesia. Kekalahan kemarin harusnya jadi tamparan keras bagi Iriawan dan Haruna Soemitro, haram bagi mereka mewajarkan hasil mengenaskan itu. Sebab alasan beda kualitas tak lain mereka-mereka juga yang jadi penyebabnya, coach Rudy bukan penyulap yang bisa menarik kemenangan dari topinya.

Sepertinya saya menemukan diksi sadis untuk menggambarkan kemenangan Australia atas Indonesia kemarin. Diksi ini jarang muncul di kalimat berbahasa Indonesia sebab saya pinjam dari bahasa Arab, yaitu وَأَدَ yang berarti mengubur hidup-hidup. Ya benar kemarin dengan sadisnya Timnas Indonesia dikubur hibup-hidup, dibiarkan menderita atas timbunan gol-gol tanpa diberi kesempatan bangkit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun