Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

LA Lakers Musim Ini adalah "Poverty Franchise"

27 Desember 2021   07:20 Diperbarui: 29 Desember 2021   01:28 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
LeBron James (tengah) membawa trofi juara NBA dan pemain terbaik Final NBA 2020 seusai mengantar LA Lakers mengalahkan Miami Heat. (Foto: AFP/ Douglas P. DeFelice via kompas.com)

Pasti kalimat poverty franchise sering terdengar bagi yang sering mengikuti dunia twitter olahraga Amerika Serikat, termasuk basket. 

Ungkapan itu menggambar tim yang sedang bermain buruk dan kalah melulu biasanya juga dipadupadankan dengan olok-olokan lain. 

Sebagai negara yang tak mengenal sistem degradasi, jelas keberadaan tim-tim yang akrab dengan keterpurukan ini akan selalu langgeng hingga akhir zaman.

Musim ini secara mengejutkan (bagi sebagian orang sebenarnya tidak) Los Angeles Lakers malah menjelma sebagai poverty franchise. 

Keputusan Rob Pelinka mengumpulkan para veteran sepertinya masih tak berjalan mulus hingga akhir tahun 2021 ini. Ditambah dengan cederanya para pemain hingga protokol kesehatan membuat Lakers makin tertatih-tatih.

Hingga tulisan ini dinaikkan terakhir Lakers sudah lima kali kalah beruntun, terakhir kalah juga lawan Nets di game spesial Natal. Padahal Nets main tanpa Durant, Kyrie dan Harden baru main lagi setelah 15 hari menepi. 

Terakhir kali LeBron cs menang ketika harus overtime lawan Mavericks, kemudian longsor dalam lima pertandingan. 

Catatan lainnya Lakers memainkan laga terakhir (vs Spurs) Staples Center dengan kekalahan dan membuka lembaran baru bersama Crypto.com Arena sama juga dengan kekalahan (vs Nets).

Saking menegaskannya status Lakers yang bertabur superstar itu menyerupai poverty franchise adalah pertandingan lawan Timberwolves. 

Tim asal kota Minnesota itu memang secara matematis adalah franchise terburuk sepanjang sejarah NBA, tapi di hari itu (18/12) mereka mempecundangi Lakers 110-92. Tanpa kehadiran Anthony Edwards mereka memulangkan Lakers dengan tangan hampa.

Agaknya laga itu jadi tetenger makin rumitnya kondisi Lakers. pemain andalan mereka sekaligus tandem LeBron sejak 2020, Anthony Davis divonis cedera lutut dan engkel. 

Setidaknya dia bakal menepi untuk sebulan penuh dan meninggalkan skuad Lakers makin compang-camping. Secara bergantian pemainnya masuk list health and safety protocols Covid-19, bahkan pelatih Frank Vogel juga kena.

Lakers sejak awal musim hingga sekarang ini terus diterpa isu tak kliknya permainan dalam skema Vogel. Seringnya pemain-pemain tua itu bolak-balik cedera memperparah ritme penyesuaian antar mereka. Belum lagi menangani Westbrook yang sepertinya susah disadarkan kalau masanya sudah lewat.

Sekarang Lakers dibanjiri oleh pemain-pemain 10 day contract ataupun two-way yang tak lain hanya pilihan ketika darurat. Salah-satunya adalah Isiah Thomas yang ketika datang langsung menndulang hype bagi Lakers, tapi tak memenangi laga apapun. 

Sempat mempesona di dua laga awal dengan raihan dua digit poin, pemain bertubuh mungil itu kontribusinya melorot tajam ketika melawan Suns (FG 1-11) dan Spurs (FG 1-5). Dia pun tak dimainkan Fizdale yang sementara mengantikan posisi Vogel tadi melawan Nets.

Banyak Faktor

Mengurai masalah Lakers seperti mengurai benang kusut dan kalau pun sudah diurai bukan berarti menemukan jalan keluar. 

Ketika sudah triple-double tapi masih kalah oleh Memphis Grizzlies (Justin Ford/Getty Images via cbs) 
Ketika sudah triple-double tapi masih kalah oleh Memphis Grizzlies (Justin Ford/Getty Images via cbs) 

Bagi yang sudah memprediksi Lakers bakal struggle sudah mewanti-wanti semenjak kebijakan mereka mengumpulkan para veteran. Carmelo Anthony, Dwigth Howard, Trevor Ariza, Rajon Rondo hingga Russell Westbrook membuat tim ini mengerikan, tapi 10 tahun yang lalu.

Bayangkan saja tim yang diisi oleh para future hall of fame NBA ini terpuruk dengan rating offense no 27 (105,9) dari 30 tim. 

Okelah dengan alasan Vogel adalah pelatih yang defense minded, tapi catatan pertahanan mereka juga mengecewakan. Mereka hanya para musuh mereka leluasa mencetak poin di paint area (48,6), masa keemasan DeAndre Jordan sudah lewat.

Semua menua tapi tak ada yang seperti LeBron yang masih mampu menjaga atletisitasnya dan bisa bermain hingga diatas 30 menit per pertandingan. 

Ada sih Westbrook yang tentunya masih mampu menemani LeBron menit demi menit, tapi permainannya dia lebih banyak mengundang kritik. 

Mantan MVP itu seringkali kehilangan sentuhannya di momen-momen krusial dan belum lagi rutinan sumbangan turnovernya. Kini dia mencatatkan +/- -23 ketika bermain dan rataan turnover 4,6 memimpin di Lakers.

Sekarang Lakers harus berjuang di papan tengah bersama tim-tim semanjana, mirip dengan musim lalu yang harus melalui play-in tournament demi lolos babak gugur. 

Jika Lakers kemlai harus play-in berarti kebijakan off season manajemen telah terbukti gagal. Mengelilingi LeBron dengan orang-orang yang seusia ternyata tak menjamin penyesuaian antar mereka berjalan cepat.

Tapi taruhlah masalah ada di para rooster yang tak mampu membantu LeBron sebagai pusat permainan. Tidak semudah itu membuang mereka untuk mendapat pemain yang bisa dikata lebih berguna. 

Siapa pula yang rela mendatangkan pemain dengan gaji 44 juta dollar pertahun bernama Russell Westbrook.

Jangan bilang Westbrook sedang bermain tak seperti biasanya. Sebenarnya inilah permainan dia sehari-harinya, rataan poinnya masih dua digit (19,8), pemimpin assist (8 per game) tim, dan masih bisa mencatatkan triple-double. 

Tapi bukan itu yang diharapkan dari pemain bergaji tertinggi di tim, publik crypto.com Arena mengharap dirinya menjadi playmaker ketika LeBron harus istirahat atau menjadi sosok yang bisa kill the game.

Nama yang sempat menjanjikan seperti Talen Horton-Tucker pun malah menurun kontribusinya. Menjadi pemain yang tak efisien dan dua kali mencatatkan 0% field goal sepanjang musim, bukan rekor menyenangkan. Persentase field goalnya tak mencapai 40%, anjlok dari musim lalu.

Anthony Davis si pemain kesayangan LeBron di 2020 pun tak luput dari kritikan. Entah apa sebab sudah pernah dapat cincin jurara, AD sudah tak lagi trengginas padahal umurnya masih 28 tahun. 

Julukan kaki kaca semakin lekat dengan dirinya setelah musim lalu hanya memainkan 36 pertandingan. Dia dituding tak maksimal dalam bermain, hal yang wajar mengingat hanya AD yang terbilang di usia emas di starter Lakers musim ini.

Perjudian Lakers sendiri lah yang membuat mereka kesulitan hingga saat ini. LeBron tak punya tandem tetap siapa yang sedang on fire, kadang Davis, kadang Westbrook, pernah Reaves atau Horton-Tucker. 

Mungkin tak terbayang di benak LeBron di umurnya yang mendekati 40 tahun dia masih harus menopang beban satu tim di punggungnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun