Internazionale Milano selalu punya tempat khusus dalam kenangan masa kecil saya. Si Ular Piton belang biru-hitam ini lebih saya sukai daripada si tetangga dempet AC Milan simply karena biru lebih saya sukai daripada merah.
Sungguh logika sederhana anak-anak. Pemain Italia favorit saya ketika Piala Dunia 2002, Christian 'Bobo' Vieri juga saat itu membela Inter.
Tapi selazimnya tim yang mengembel-embeli dirinya sebagai klub internasional, selama nyaris dua dekade mereka identik dengan seorang Latino bernama Javier Zanetti.Â
Dibeli sejak 1995 dan menandai era Inter dibawah bos petroenergi Massimo Moratti. Kemudian kedatangannya disusul oleh Paul Ince dari MU dan hengkangnya Dennis Bergkamp ke Arsenal.
Kita pernah mengenal bagaimana Pep Guardiola merekayasa Philipp Lahm yang fullback mengisi peran gelandang jangkar.Â
Sebelumnya sudah ada Zanetti yang rela bermain di berbagai posisi selama karirnya. Secara tradisional dia dikenal sebagai bek kanan tapi kondisi dan taktik membuatnya sering ditempatkan sebagai holding midfield, bek kiri, hingga winger.
Sebenarnya malah ketika memulai karir sepak bolanya Zanetti adalah sayap kanan. Kemudian selayaknya pemain dengan berkat versatily,Â
Zanetti mampu bermain lebih defensif untuk pengisi pos pemain bertahan. Ketika ia datang di Inter pun dia tak serta merta jadi bek kanan, sudah ada sang kapiten Giuseppe Bergomi di pos tersebut.
Ketika Bergomi pensiun di 1999 dan Ronaldo Nazario dibekap cedera panjang segeralah posisi bek kanan sekaligus ban kapten jadi milik Zanetti. Gaya main yang enerjik seolah tanpa capek dan jarangnya dibekap cedera, membuat julukan Il Trattore (si traktor) tersemat padanya sepanjang masa.
Memang dasarnya sebagai pemain cerdas dan pekerja keras, segala kebijakan transfer dan pelatih yang datang dan pergi tak menggoyahkan posisi Zanetti.Â
Ketika Inter kedatangan Douglas Maicon di 2006 yang lebih muda dan bertenaga, allenatore Roberto Mancini menggsernya ke pos holding midfield dan berhasil. Maicon jadi bek kanan elit dan Zanetti yang sudah kepala tiga sukses menjalani peran barunya.
Sejak kedatangannya di Appiano Gentile 1995, sudah ada 21 pelatih berbeda yang menangani Inter dan tak satupun mencoretnya dari skuad hingga pensiunnya di 2014.Â
Mulai dari Hector Cuper, Jose Mourinho, hingga Andrea Stramaccioni yang lebih muda darinya semua mengutilisasi maksimal peran Il Trattore.
Ketika The Special One datang di 2008 segera Zanetti menjadi salah satu anak emasnya dan menjadi backbone treble 2010.Â
Musim itu di usia sudah mencapai 36 tahun bermain sebanyak 55 kali sepanjang musim dalam pertandingan resmi, catatan main terbanyak Zanetti selama aktif. Bersama Cambiasso dan Sneijder menjadi poros mutlak Mourinho menguasai lini tengah di musim 2009/2010.
Selanjutnya Inter memasuki masa-masa penurunannya selepas Mourinho dan beberapa penggantinya yang medioker. Benitez adalah bencana, mengubah Inter yang begitu digdaya hanya dalam sekejap mata.Â
Selanjutnya ada Leonardo, Ranieri, Gasperini, Staramaccioni yang meski tak sampai mendongkel posisi Zanetti, Inter tak lagi keren. Kembali performa Juventus dan AC Milan memperburuk suasana akhir karir Zanetti.
Pensiun di umur kepala empat rasanya memang menunjukkan betapa Zanetti sangat disiplin menjaga tubuhnya.Â
Dia pensiun menyusul mulai bergantinya era di tubuh Inter sendiri, Moratti melepas mayoritas sahamnya kepada Erick Thohir di pertangahan musim 2013/2014 dan dia pensiun di akhir musim.Â
Sekaligus juga dipensiunkannya no 4 yang selalu melekat di punggungnya menyusul no 3 milik Giacinto Fachetti. Kini Zanetti menjadi vice president Inter yang sekarang dimiliki Group Suning.
1000 Kali Tanding tapi 1 Hairstyle
Semenjak debutnya di liga Argentina bareng Telleres hingga pensiun Zanetti total mengoleksi 1.115 penampilan tapi hanya dengan satu gaya rambut.Â
Disamping berbagai capaiannya mungkin hal trivial macam ini yang bakal sulit disamai oleh pesepakbola lain, apalagi seperti Paul Pogba. Pemain yang pernah bernyanyi di Indonesian Idol ini punya kisah menarik akan rambutnya yang istiqomah.
Selain loyal pada Inter dan sang istri, Zanetti sangat loyal pada tatanan rambutnya sejak belia. Gaya rambut pendek dan teratur rapi ke samping tak lain adalah peninggalan sang ibu, serta kebiasaannya tak memakai semacam gel maupun krim ke rambut.Â
Gaya pilihan sang ibu ternyata nyaman di hati Zanetti sampai-sampai ia terobsesi akan kerapian rambutnya. Tak peduli ada badai, Zanetti bakal buru-buru mengondisikan rambutnya agar tetap rapi.
Ketika sekarang sudah pensiun dan menjabat di manajerial pun ia tetap mempertahankan gaya rambutnya itu. Masih tetap sisir samping tanpa gel, tanpa krim, tanpa uban.Â
Dalam waktu kedepan kita mungkin akan melihat pemain asing pemilik caps terbanyak di Serie-A itu terus berada di Inter mengikuti langka Fachetti yang terus terpaku di Inter hingga akhir hayatnya. Tentu dengan gaya rambut yang serupa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H