Turun membalap di Formula One (F1) perlu biaya yang kepalang besarnya. Lihat saja Rio Haryanto yang hanya mampu membalap di separuh musim 2016 sebab seretnya kucuran dana.Â
Selain seret dana, Rio sampai race pamungkasnya juga gagal menorehkan barang sebiji poin.
Disini di dunia F1 seorang driver dengan segunung uang bisa mengamankan satu seat jet darat dengan istilah pay driver.
Femonena ini sudah jauh ada bahkan sejak Niki Lauda menawarkan diri dengan sekoper uang pada Ferrari di dekade 1970an. Tapi seperti halnya seleksi alam, hanya para pay driver bertangan baja yang mampu bertahan lama dan dihormati macam Niki Lauda dan Michael Schumacher.Â
Kini muncul anak miliuner macam Nicola Mazepin dan Lance Stroll yang sampai sekarang hanya dikenal sebagai pembalap kelas gurem di jajaran elit F1.
Balapan memang tak melulu tentang uang dan uang, bagaimana pun skil menggeber mesin nan canggih menjadi tuntutan utama.
Disinilah muncul pembalap-pembalap yang memang dengan tekun membangun reputasinya sedari kecil, biasanya gokart.Â
Sir Lewis Hamilton pemilik tujuh piala F1 adalah satu nama, ayahnya Anthony sampai bekerja serabutan demi menyokong karir karting anaknya.
Ayah Fernando Alonso adalah pekerja tambang dan ibunya bekerja sebagai pelayan resto.Â
Selanjutnya kecermelangan Alonso diendus oleh Flavio Briatore yang tak lain adalah pengusaha sekaligus orang penting di jajaran bos F1.Â