Kalau anda menyukai film tentang gangster dan mafia tentu tak bakal melewatkan film besutan Martin Scorsese, The Irishman. Sutradara kawakan yang juga menelurkan Godfellas dan Shutter Island ini secara apik membungkus kisah hidup centeng nomor satu keluarga mafia Bufalino, Frank Sheeran. Secara keluarga memang Sheeran lahir di keluarga asal Irlandia yang migrasi ke Amerika.
Kebengisan tangan Sheeran si Irlandia dipotret begitu hangat oleh Scorsese dalam film yang kepalang panjangnya lebih dari tiga jam. Kita masih bisa melihat Sheeran yang begitu dingin membereskan cecunguk pengganggu bisnis keluarga Bufalino tanpa begidik ngeri. Sheeran membawa-bawa nama Irlandia tanah leluhurnya dalam tiap jengkal misinya, termasuk ketika mengirim nyawa Jimmy Hoffa ke alam baka.
Tapi sepuluh tahun sebelum film ini rilis kedigdayaan para Irishman pernah dirampok oleh gerombolan orang-orang Prancis berkaus biru. Kontroversi terjadi di penghujung kualifikasi Piala Dunia 2010 yang membuat Thierry Henry menjadi penjahat. Kejadian yang membuat segenap orang-orang Irlandia mengutuk Prancis dalam Piala Dunia 2010.
Sebagai finalis di helatan Jerman 2006 tentu harusnya membuat Prancis sangat layak berada dalam perbincangan title contender di 2010. Namun skuad yang masih diayomi Raymond Domenech itu malah lebih banyak mengundang ragu ketimbang pukau. Dalam Euro 2008 saja mereka gagal lolos  dari fase grup dan tanpa sekali pun menang. Mereka tergabung di grup ketat berisi Italia, Belanda, dan Rumania.
Sangat aneh ketika itu FFF tak mendepak pelatih yang berpegang pada ramalan zodiak dalam memilih skuad pasca hasil memalukan di Euro 2008. Baru di kemudian hari akhirnya sikap aneh FFF menuai tak lebih dari pilu. Prancis harus melalui play-off melawan Irlandia asuhan Mr. Trap Giovanni Trapattoni dalam dua kali pertandingan demi tiket terakhir eropa.
Sebelumnya FIFA mengubah format penentuan lawan play-off melalui mekanisme seeded-unseeded team. Mereka menempatkan Prancis di pot unggulan bersama (Portugal dan Rusia) dan Irlandia di non-unggulan (bersema Bosnia-Herzegovina dan Slovenia) jelas suatu praktik untuk melanggengkan tim besar tetap masuk Piala Dunia. Singkat cerita Prancis berhasil menang di Dublin berkat gol Anelka, orang yang sama yang akan membuat Domenech murka di kemudian hari.
Beralih ke Stade de France 18 November 2009 untuk memastikan karpet merah bagi Prancis. Mereka justru tertinggal oleh gol Robbie Keane dan gagal membalas hingga waktu normal berakhir. Peristiwa tangan Henry terjadi di babak kedua perpanjangan waktu. Tendangan bebas Florent Malouda meluncuer deras ke sisi kiri gawang Shay Given.
Segera Henry mengejar bola agar tak keluar, tapi bola pantul mengarah ke lengan Henry. Refleks saja Henry mengarahkan bolaagar tak terus meluncur keluar dengan lengan kirinya dengan tambahan sekali sentuhan dengan kaki kanan, bola mengarah ke tengah. Disanalah sudah ada William Gallas yang kemudian mencocor bola ke area yang ditinggal Given.
Wasit Stefan Hansson asal Swedia mensahkan gol meski segenap pemain Irlandia mengangkat tangan tanda adanya handsball. Nahas pandangan Hansson maupun dua asistennya pada aksi Henry terhalang oleh kerumunan pemain. Gol pun tetap sah dan Prancis menyabet tiket terakhir zona eropa.
Protes oleh pihak Irlandia tak berhenti disitu, secara resmi FAI mengirmkan surat resmi keberatannya karena disingkirkan dengan cara tidak fair. Mereka menginginkan laga ulangan serta menuntut diterapkannya teknologi lebih canggih di Piala Dunia untuk menanggulangi masalaha serupa. FIFA dengan tegas menolak permintaan laga ulangan dan tak mengabulkan diterapkannya teknologi di kemudian hari. Hal yang berujung blunder ketika di Piala Dunia 2010 justru muncul kontroversi gol hantu Lampard, FIFA tak bisa lagi mengelak setelah itu.
Henry sebagai pelaku utama langsung mendapat berbagai kecaman bahkan ancaman pada keluarganya. Dia sendiri sempat mempertibangkan untuk pensiun pasca kejadian itu, meski akhirnya membatalkannya sebab dukungan dari orang-orang terdekatnya. Mengenai handsball-nya, Henry sendiri mengakuinya seusai pertandingan sekaligus berkilah bahwa semua harus mengikuti keputusan wasit.
Tapi senyum sumringah Domenech dan publik Prancis tak bertahan lama. Mereka hancur lebur dan tak bersisa barang secuil kedigdayaan di Afrika Selatan. Jika kalian sudah jengah dengan sepak terjang Mourinho ketika tengil, sungguh ia tak ada apa-apanya dibanding prilaku Domenech. Pada pemusatan latihan saja, Domenech sudah membuat membuat keputusan kontoversial, memulangkan Lassana Diarra yang ia anggap tak memenuhi standarnya.
Prancis akhirnya tak lolos fase grup di Piala Dunia 2010. Kondisi internal tim sudah bobrok duluan ketika Anelka berseteru dengan Domenech di turun minum pertandingan lawan Meksiko. Segenap pemain memberontak ketika Anelka dipulangkan oleh FFF dan tak mau latihan, mengirimkan Domenech dan FFF menuju bencana. Ditengarai pemain sudah muntab dengan pilihan taktik Domenech yang tak efektif.
Mungkin doa dan sumpah serapah segenap Irishman di penjuru dunia didengarkan oleh Tuhan dan akhirnya menghukum Prancis pulang dari Afrika Selatan dengan wajah malu. Sebenarnya agak unik juga sih, Irlandia punya mazhab sepak bola sendiri bernama Gaelic Football. Disana pemain halal melakukan dribble dengan tangan, namun akhirnya tangan Henry membuyarkan impian mereka berlaga di Piala Dunia kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H