Dulu sekali di medio 1980an ketika kompetisi dibelah mejadi Galatama dan Perserikatan, ada nama besar NIAC Mitra. Didirikan oleh raja hiburan Surabaya Agustinus Wenas, NIAC Mitra tiga kali menggondol gelar juara Galatama. Bagi pemain-pemainnya dipanggil timnas sudah jadi hal biasa dan Gelora Tambaksari selalu penuh jika mereka bertanding.
Pernah mendatangkan pelatih jempolan Will Coerver hingga melumat Arsenal jaman Pat Jennings di laga eksebisi. Sayangnya Wenas terlanjur dikecewakan PSSI tentang komitmen membangun liga profesional, dia undur diri dari persepakbolaan sejak 1990 dan menyerahkan manajemen Mitra ke grup harian Jawa Pos. Embel-embel NIAC yang juga merupakan perusahaan pribadi Wenas ditanggalkan.
Mitra tak lama dibawah lindungan Jawa Pos yang berubah nama jadi Mitra Surabaya. Sempat masih bersaing di divisi utama Liga Indonesia, Mitra Surabaya harus turun kasta di musim 1999. Namanya kemudian dibeli oleh H. Sulaiman HB dan diboyong ke Kalteng sekaligus berubah menjadi Mitra Kalteng Putra. Hanya dua musim bertahan di Divisi 1, MKP jatuh lagi ke Divisi 2.
Akibat keuangan yang seret, Sulaiman memindahkan lagi homebase Mitra ke Tenggarong, Kutai Kartanegara. Akhirnya Sulaiman resmi menjual haknya atas nama Mitra ke pemerintah Kukar dan resmi lah mereka mulai mengarungi musim 2003 Liga Indonesia Divisi 1 dengan nama Mitra Kutai Kartanegara (Kukar).
Sejak mentas ke kasta tertinggi kompetisi sepak bola di 2011, memang Mitra Kukar belum sekalipun mampu merebut juara. Kala itu ditangani pelatih kawakan Benny Dollo, Mitra Kukar sebenarnya berhasil menyita perhatian massa. Meskipun terhitung tim baru, Mitra Kukar secara rutin finis di papan atas.
Bahkan mereka pernah juara Piala Jendral Sudirman ketika sepak bola Indonesia dibekukan FIFA di 2015. Pelatih pun tak main-main, nama macam Simon McMenemy, Jafri Sastra, hingga Stefan Hansson pernah dikontrak Laskar Naga Mekes.
Sayangnya prestasi Mitra Kukar begitu menukik memasuki tahun 2017. Mereka hanya finis di peringkat 10 di akhir musim Liga 1 2017, meskipun sudah mendatangkan mantan pemain Liverpool, Mohamed Sissoko sebagai marquee player.
Masuk ke Liga 1 2018 mereka mencoba memperbaiki hasil. Mendatangkan mantan pemain Newcastle United, Danny Guthrie dan kiper Korea Selatan, Yoon Jae-Hoon serta gelandang senior Ahmad Bustomi menjadi bukti keseriusan Mitra Kukar berbenah.
Tapi bukannya menembus papan atas atau lima besar, Mitra Kukar malah harus degradasi ke Liga 2. Padahal mereka sudah mendatangkan Rahmad Darmawan demi menyelamatkan tim dari turun kasta. Semenjak saat itu tak ada hari-hari cerah di Tenggarong.
Bukannya langsung meraih promosi di musim berikutnya, Mitra Kukar justru semakin terpuruk. Berkat manjadi juru kunci Grup D Liga 2 2021, tak pelak degradasi ke Liga 3 untuk musim 2022 tak terhindarkan.Â