Kiprahnya di Lokomotiv mungkin bisa jadi cerminan. Dia secara radikal memberika no 10 pada Faustino Anjorin, pemain muda dan baru yang tak pernah mentas di kasta tertinggi sepak bola. Lebih trengginasnya lagi sebenarnya no 10 di Lokomotiv sudah dipensiunkan di 2013.
Rangnick juga terbiasa untuk jor-joran dalam belanja pemain, terutama pemain muda. Mungkin masalah belanja ini tak akan masalah, MU terbiasa boros dalam belanja dan bedanya kali ini ada yang mengarahkan. Tapi mengenai pemain-pemain muda, Rangnick pasti akan dituntut memaksimalkan produk akademi sendiri.
Belum lagi rumor-rumor sumir jika nantinya mega bintang Cristiano Ronaldo bakal jadi penghangat bench ketika Rangnick datang. Akan sangat masuk akal Rangnick sebagai penganut sepak bola bertema pressing bakal mengancam posisi Ronaldo yang sudah banyak dituding malas pressing. Patut juga bagaimana dia nantinya Rangnick menanganinya mengingat dia tak punya pengalaman bekerja dengan pemain bintang, apalagi sekelas Ronaldo.
Pelatih bisa pergi kapan pun tapi klub tak boleh limbung, manajemen harus menjadi kuncian stabilnya prestasi klub. Sudah jauh ketertinggalan MU dalam hal ini, manajer datang dan pergi tanpa membawa kestabilan kembali. Menyudahi era tanpa arah setan merah, menarik juga sebab Rangnick bilang sendiri dia tak akan kembali melatih kecuali ada tawaran yang tak bisa ia tolak.
Rangnick bukanlah Kratos di franchise God of War yang sendirian bisa meluluhlantakkan istana Olimpus. Dia perlu gelontoran dana besar dan kontrol meneyeluruh akan kebijakan klub. Manajemen yang kolot perlu merubah diri, karena bila tidak kedatangan Rangnick hanya berakhir seperti proyek-proyek rebuild yang sudah-sudah. Tak selesai dan hanya buang uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H