Nama sama yang Fakhry menolak bekerja sama sebagai salah-satu asistennya.
Jika kita menilik agak ke belakang sebenarnya STY sendiri tak alergi dengan cara naturalisasi. Sudah terlihat dengan sempat dipanggilnya Elkan Baggott kala itu dan bahkan secara aktif memberikan shortlist pada PSSI untuk diproses.Â
Dia pun sempat mengungkapkan kekecewaannya karena tak dapat pemain yang ia inginkan.
Beruntungnya Baggot berhasil dipersuasi agar memilih Indonesia dan menanggalkan paspor Inggrisnya. Memang tak mudah untuk mengambil keputusan berpaspor Indonesia. Sebagai negara yang tak menganut dwi-kewarganegaraan, segala privilege dari negara asal bakal lenyap seketika.
Bukan Asal-Asalan
Saya melihat langkah naturalisasi kali ini lebih baik daripada beberapa tahun kebelakang. Paling kentara adalah STY sengaja hanya menyeleksi nama-nama yang memang ada darah Indonesia.Â
Bukan orang yang benar-benar tak ada hubungan apapun, Jordi Amat mengklaim neneknya lahir di Makassar sedangkan ibu Walsh lahir dari pasangan Indonesia.
Selain faktor darah, nama-nama yang muncul berasal dari STY sendiri. Memastikan bahwa memang dirinya memerlukan pemain itu untuk skema permainannya.Â
Sudah diketahui juga STY lebih memilih beknya diisi oleh pemain-pemain jangkung, Baggott sendiri setinggi 194 cm. Postur tinggi jelas diharapkan STY agar lini belakang Indonesia lebih kokoh ketika duel udara.
Perlu kita ketahui juga STY bukanlah pemuja permainan cantik macam Pep. Bahkan dirinya lebih mirip sebagai Mourinho versi Asia. Tengok saja ketika dirinya memulangkan Jerman di 2018, garis pertahanan rapat, dalam, dan disiplin membuat Jerman muntab dan malah kecolongan dua gol.
Gaya bermain seperti itu jelas butuh kondisi fisik yang prima. Kelelahan berujung hilangnya konsentrasi ketika pertandingan mendekati akhir sudah akrab menjadi asal petaka kekalahan timnas sejak lama.Â
Kedodoran dalam duel udara membuat timnas seringkali keok dari lawan di luar asia tenggara, terutama negara-negara Timur Tengah yang punya postur menjulang.