Melanglang Buana
Ketika 1910 di Sao Paulo dan Brazil sepak bola masih sebagai simbol olahraganya kaum borjuis nan elit. Para pekerja hanya menonton saja sambil menelan ludah. Hal yang kemudian berubah ketika rombongan muhibah Corinthian datang demi bertanding melawan tim-tim terbaik negeri samba.
Mereka sudah mengalahkan Fluminense dan bahkan timnas Brazil sendiri ketika masih di Rio de Janeiro. Setelah itu bapak sepak bola Brazil, Chales Miller yang tak lain mantan punggawa Corinthian yang migrasi ke Brazil mengundang mereka ke wilayah Sao Paulo untuk eksebisi dengan tim lokal.
Suatu kebetulan di laga terakhir melawan Sao Paulo AC yang dimenangkan 8-2 ada lima sekawan pekerja kereta api yang ikut menonton. Mereka langsung terpukau dengan permainan Corinthian dan nilai-nilai yang dibawanya.Â
Sepulang dari pertandingan mereka saling beradu impian dan argumen untuk mendirikan klub sepak bola merepresentasikan kaum pekerja dan menengah kebawah. Tahun itu juga mereka mantab mendirikan klub sendiri bernama, Sports Club Corinthians Paulista. Sesuai dengan nama klub misionaris sepak bola yang membangkitkan semangat mereka.
Selanjutnya sejarah sudah mencatat bagaimana perjalanan Corinthians Paulista. Menjadi salah satu klub tersukses di Brazil dan dua kali juara Piala Dunia Antar Klub (2000 & 2012). Hubungan antara Corinthian dan Corinthians Paulista terus harmonis, terakhir kali d 2015 mereka kembali diundang tanding persahabatan dalam rangka syukuran stadion barunya Corinthians Paulista.
Memang Corinthan hampir selalu menggulung lawan-lawannya di tiap tur. Apalagi di masa itu pengetahuan akan taktik dan teknik belum merata, tapi hal itu ta mengendurkan Corinthan menyebarkan spirit mereka.Â
Ketika tur ke Austria-Hungaria di 1904 mereka terkesan atas semangat orang-orang Budapest, sampai-sampai Corinthan mendonasikan sebuah trofi perak sebagai hadiah kompetisi amatir lokal. Sampai tiga dekade selanjutnya kompetisi itu dikenal sebagai The Corinthian Cup.
Hal yang mirip mereka lakukan ketika tur Skandinavia. Saking terpukaunya dengan semangat di Swedia, lagi-lagi Corinthian mendonasikan trofi perak untuk perkembangan sepak bola lokal. Selama beberapa tahun kompetisi yang dinamai Corinthian Bowl itu menjadi puncak prestise sepak bola Swedia.
Kalah Oleh Zaman
Namun sayangnya Corinthian menjadi korban gilasan roda zaman. Rangkaian tur mereka harus terhambat akibat Perang Dunia dan banyak pemainnya yang harus masuk wajib militer.Â