Socrates yang pindah ke Fiorentina demi bisa baca literatur Alberto Gramsci itu rela bertukar tim di turun minum demi menghormatinya. Pada 1988 sebuah klub amatir asal London melakukan tanding persahabatan dengan tim seremonial SC Corinthians XI. Tapi saking legendarisnya klub ini sampai-sampai selain Socrates, Wladmir dan Rivellino juga rela ikutan turun tanding.
Klub itu adalah Corinthian-Casuals FC yang punya sejarah panjang sebagai misionaris sepak bola. Laga bertajuk a father and son reunion itu berakhir dengan kemenangan SC Corinthian XI dengan gol tunggal dari Socrates sendiri. Seperti yang disinggung di atas, Socrates berganti sisi menjadi punggawa Corinthian-Casuals FC di babak kedua.
Spirit Sportivitas dan Fair Play
Alkisah di awal abad penghujung akhir abad 19 sampai awal abad 20 sepak bola masih belum seperti sekarang. Inggris saja masih dipenuhi oleh tim-tim amatir dan iklim sepak bola belum terbentuk di negara-negara lainnya. Bisa dibilang orang-orang Inggris lah yang paling bertanggung jawab menyebarluaskan sepak bola modern ini ke negara-negara lain.
Sering kali ada klub yang didirikan oleh para ekspatriat Inggris macam AC Milan atau para lulusan sekolah Inggris seperti Atheltic Bilbao. Tapi ada kalanya di kala itu klub-klub mengadakan tur ke negara atau benua lain untuk sekadar bertanding. Salah satunya yang paling terkenal adalah Corinthian.
Sudah sejak dahulu kala sebagai negara yang mengklaim tanah kelahhiran sepak bola modern, timnas Inggris menjadi samsak empuk negara lain. Ketika itu Inggris selalu kalah melawan tetangganya sendiri, Skotlandia. Hal yang membuat Nicolas L. Jackson mendirikan Corinthian di 1882.
Dia melihat mayoritas pemain Skotlandia memperkuat Queens Park. Mencoba meniru, membangun tim dengan kualitas pemain terbaik. Langsung saja Jackson mengumpulkan para pemain amatir paling bagus, paling atletis dengan asupan nutrisi terjaga untuk bergabung Corinthian.
Sebagai klub sepak bola amatir Corinthian punya pegangan ideologi yang menarik. Mereka mendeklarasikan sebagai klub amatir, tak akan bermain untuk kompetisi apapun yang menghadiahi uang bagi pemenangnya. Alhasil mereka hanya bermain dalam laga eksebisi atau charity, tapi tak berarti mereka tim lemah.
Ada yang bilang di masa jayanya Corinthian apabila mau ikut FA Cup niscaya mereka bakal sering juara. Mereka pernah menghabisi Blackburn 8-1 tak lama setelah Blackburn menang di final FA Cup 1884 dan pernah mengubur Bury 10-3 sehabis klub asal Manchester Raya itu juara di 1903. Tapi uang juara bukan lah tujuan utama Corinthian dibentuk, spirit mereka adalah menyebarluaskan nilai-nilai sportivitas dan fair play.
Akibat sengketa amatir dan profesional di awal abad 20, membuat Corinthian kesulitas mencari lawan tanding sebab larangan FA. Corinthian bersama Cambrigde dan Oxford berdiri di sisi Amateur Football Association. Akhirnya mereka memilih untuk mengadakan tur dunia sekaligus menyebarkan spirit yang mereka junjung.