Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sang Jagal dari Bilbao

27 Juli 2021   23:02 Diperbarui: 27 Juli 2021   23:24 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maradona meski punya karir ikonik di Napoli, dia pernah bermain sebentar di Barcelona sebelum berlabuh di Naples. Maradona ditransfer langsung dari Boca Juniors ke Katalan dengan rekor biaya terhamal di masa itu disusul pelatih Luis Menotti. 

Meski sering memukau dengan permainannya, Maradona tak lama bersama Barcelona, dia pergi di 1984 setelah dua musim. Selain permusuhannya dengan publik Spanyol dan manajemen, tekel brutal seorang Jagal dari Bilbao membuatnya tak kerasan berlama-lama di Spanyol.

Andoni 'Goiko' Goikoetxea adalah nama aslinya dan hampir menghabiskan seluruh masa abdinya ke Athelic Bilbao. Sebagai klub yang hanya menerima darah Basque, sudah tentu Goiko muncul dari akademi Bilbao dan memang punya reputasi besar sebagai bek tengah handal nan 'mematikan' di jantung pertahanan.

Menjaga pemain semagis Maradona jelas tak semudah meniup balon atau membersihkan celah kibor laptop. Dia Maradona dan dia seakan menempelkan bola ke kakinya. 

Sebelum Goiko sudah ada nama Claudio Gentile, bek legendaris Italia yang sudah merasakan betapa susahnya menjaga Maradona di Piala Dunia 1982. Gentile musti memakai jurus bola lewat tapi badan jangan sepanjang pertandingan lawan Argentina.

Itulah yang terjadi di laga Barcelona lawan Bilbao di 1983 yang sebenarnya Barcelona sudah unggul tiga gol. Goiko bahkan sebelumnya pernah mengakhiri kejayaan Bernd Schuster bersama Barcelona, menyebabkan Schuster tak pernah kembali ke permainan terbaiknya. Maradona yang sedang berlari dan dengan semena-mena ditekel oleh Goiko dari belakang.

Seketika Maradona merasa kakinya dihantam kapak dari belakang, hampir saja karir Maradona berakhir. Ligamennya patah dan harus naik ke meja operasi. Untung saja Maradona tak mengakhiri karir dan kembali merumput tiga bulan kemudian. Tapi semenjak itu Spanyol tak lagi sama baginya.

Goiko dan Maradona kembali bersua kemudian di final Copa del Rey 1984. Jelas laga itu menjadi misi pribadi Maradona, dia menegaskannya lewat konferensi pers dan dia menenkankan dendamnya ke Goiko.

Dalam laga yang disaksikan langsung oleh Raja Juan Carlos, Barcelona dan Bilbao malah terjerumus dalam salah satu kerusuhan terburuk dalam sepak bola Spanyol. Bilbao akhirnya mengakhiri perlawanan Barcelona, tapi Maradona belum menuntaskan dendamnya.

Goiko dan Maradona terlibat dalam kericuhan yang kemudian memicu seluruh pemain dan staf ikutan terlibat. Dalam kesempatan itu Maradona mendaratkan bogem mentahnya ke Goiko dan tak ketinggalan Goiko menendang dada Maradona. Sejak saat itu Maradona makin tak kerasan dan ketika musim baru dirinya ganti berseragam biru Napoli.

Akibatnya Goiko mendapat sanksi 18 pertandingan meski akhirnya direduksi. Sebelum pertandingan Menotti bilang ke pers mengenai Goiko, jika dia (pelatih Bilbao) lebih memilih memasang banteng, permainan akan lebih baik. Nama Goiko tak pernah baik di mata para Cules. Menotti selanjutnya menjuluki cara main Goiko sebagai Anti-football, lebih jauh lagi ada yang mencurigainya bagian separatis Basque.

Meski dibenci oleh para katalan, Goiko sangat dicintai oleh pendukung Bilbao. Dia masih terus bermain di Bilbao sampai 1987 kemudian pindah ke Atletico Madrid dan mengakhiri karirnya disana pada 1990. Dia pun ikut membela Spanyol di Euro 1984 dan Piala Dunia 1986.

Meski sangat terkenal akan tekel horornya waktu berhadapan, nyatanya mereka malah minum kopi bersama ketika Maradona kembali ke Spanyol untuk membela Sevilla. Goiko pun sampai sekarang menyimpan sepatu yang ia pakai ketika menekel Maradona ketika 1984.

Mungkin bagi sebagian orang Goiko tak ubahnya penjahat yang tak segan mengakhiri karir pemain lawannya. Tapi pemain macam Goiko inilah yang tak segan membawa beban sebagai public enemy demi kejayaan timnya. Sepertinya tak akan ada lagi pemain sepertinya di sepak bola modern ini dimana pemain sangat memikirkan citranya. Berjuluk 'Jagal' bukanlah pilihan bagus untuk citra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun