Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Para Pengadil Lapangan nan Fenomenal (Bagian 2)

6 Juli 2021   06:43 Diperbarui: 6 Juli 2021   06:45 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bibiana Steinhaus di laga Bundeliga 1 pertamanya. (dok: AP)

Setelah menyajikan lima nama wasit di tulisan sebelumnya, sepertinya memang masih perlu disajikan lagi lima nama wasit fenomenal selanjutnya. Jarang dipuji ketika laga yang dipimpinnya berjalan dengan baik dan malah seringnya dicaci karena sempritan peluitnya. Tak jarang juga memang hasil judgement pengadil lapangan ini dirasa tak adil oleh berbagai pihak. Sekali lagi, mereka tersohor mungkin dalam konteks famous atau malah infamous bahkan notorious seperti Byron Moreno.

Graham Poll


Wasit elit liga primer inggris ini memang sudah dikenal akan kontroversinya bahkan jauh sebelum ia memberi Josip Simunic tiga kartu kuning di Piala Dunia 2006. 

Poll pernah membuat pendukung Everton murka sebab keputusannya di laga Derby Merseyside EPL 1999-2000. Skor 0-0 di laga keras itu bisa saja berakhir dengan kemenangan Everton andai Poll tak menganulir gol Don Hutchingson di injury time. 

Berawal dari Westerveld yang terburu-buru mengeksekusi tendangan bebas di luar kotak pinalti, bola malah mengenai Hutchingson dan balik menggelinding ke gawang kosong. Pemain Everton berselebrasi, namun Poll berpikiran lain.

Poll menganulir gol karena menganggap Hutchingson terlalu dekat dengan titik tendangan bebas, tapi kemudian meralatnya menjadi sebab waktu telah berakhir. Inkonsistensinya membuat khalayak Everton murka dan kabarnya hingga pensiun Poll menyesali keputusannya kala itu. 

Balik ke kejadian tiga kartu kuning, malah Sepp Blatter bisa jadi inspirasi sebagai aturan baru agar ada semacam ‘kartu peringatan’ bagi pemain yang jelas ide anehnya ini ditolak ramai-ramai. Bisa-bisanya kesalahan sebab salah tulis nama jadi inspirasi peraturan baru, tapi memang apa juga yang mau diharapkan dari pria yang menganggap Italia tidak beruntung saja diadili Byron Moreno di 2002.

Edgardo Codesal

Codesal menghadiahi Maradona. (twitter: @LANACION)
Codesal menghadiahi Maradona. (twitter: @LANACION)
Bisa saja Maradona menganggap Meksiko tanah bertuah sebab disana lah ia merajai Piala Dunia. Tapi dari Meksiko pula orang yang berani mengganjarnya kartu di final gelaran sama empa tahun kemudian. Tak cukup sampai disitu, Codesal mengusir dua rekan Maradona, Monzon dan Dezotti akibat permainan keras Argentina. 

Codesal sekaligus didapuk sebagai wasit pertama yang memberi kartu merah di final Piala Dunia. Meski sudah dipakai di sejak Piala Dunia 1970, baru di 1990 kartu merah dilayangkan di final dan seketika itu juga dua kali.

Keunikan lainnya adalah Codesal tetap merasa dongkol dengan perangai Maradona hingga jauh hari usai final itu. Codesal mengklaim dia bisa saja sudah megusir Maradona bahkan sebalum laga dimulai sebab Maradona yang menunjukka sikap tak menghormati lagu kebangsaan. 

Meski di lain pihak Maradona menganggap Codesal ‘merampok’ Argentina, namanya abadi sebagai wasit pertama yang mengusir pemain di laga final.

Bibiana Steinhaus

Bibiana Steinhaus di laga Bundeliga 1 pertamanya. (dok: AP)
Bibiana Steinhaus di laga Bundeliga 1 pertamanya. (dok: AP)
Sebelum nama Stephanie Frappart meroket sebab jadi pengadil di pertandingan UCL antara Juventus dan Dynamo Kyiv sudah ada Bibiana Steinhaus dari Jerman. Steinhaus mengikuti jejak ayahnya yang juga seorang wasit dan di lain kesempatan dia melakoni pekerjaan sebagai polisi. 

Namanya semakin dikenal setelah beberapa kali dipercaya sebagai asisten wasit maupun official keempat di laga-laga Bundesliga. Namanya tercatat sebagai wasit perempuan pertama yang memimpin pertandingan sepak bola pria sejak 2007 di divisi 2 Bundesliga.

Bukan tanpa halangan, Steinhaus beberapa kali menjadi korban pelecehan ketika bertugas. Termasuk ketika dikonfrontasi oleh Pep semasa di Bayern Munich dan mendapat komentar seksis dari Demirbay. Bisa dibilang Steinhaus menjadi pelecut bagi wasit-wasit muda perempuan lainnya untuk tetap berjuang dan dipandang setara dengan pengadil pria.

Howard Webb

Webb mengusir Johnny Heitinga. (Martin Meissner/AP)
Webb mengusir Johnny Heitinga. (Martin Meissner/AP)
Dia akan sangat lekat dianggap sebagai wasit MU atau bahkan kesayangan Sir Alex Ferguson. Tudingan yang mungkin didasari oleh catatan 29 kali MU menang dalam 47 laga yang ia pimpin. Webb menyangkal tudingan itu dengan bilang bahwa satu-satunya Unted yang ia dukung adalah Rotherham. Tak adil membicarakan kontroversi Webb tanpa menyangkut capaiannya di 2010 yang sepertinya bagi Webb adalah puncak karir.

Hanya berselang beberapa bulan setelah memimpin laga final UCL antara Bayern Munich lawan Inter, Webb didapuk jadi pengadil di final Piala Dunia 2010. Webb mencetak rekor dengan 14 kali mengangkat kartu kuning sepanjang laga, lebih dari dua kali lipat rekor sebelumnya.

Webb mengkritik permainan keras yang memaksanya ringan tangan mencabut kartu meski di sisi lain ia dikritik sebab tak segera memberi kartu merah bahkan pada aksi berbahaya Nigel de Jong pada Xabi Alonso. Seusai laga Webb membenarkan seharusnya ia mengganjar de Jong kartu merah dan menjadi salah satu penyesalannya.

Ada fakta unik mengenai Howard Webb, pada maret lalu dia resmi menikahi Bibiana Steinhaus setelah menjalin hubungan istimewa sejak 2016. Well, selamat bagi keduanya.

Iwan Sukoco

Tanpa kontrovesi pun, nama Iwan Sukoco sudah catchy untuk diingat. (dok:borneofc.id)
Tanpa kontrovesi pun, nama Iwan Sukoco sudah catchy untuk diingat. (dok:borneofc.id)
Meski ada nama-nama lain, Iwan Sukoco lah yang lebih sering beredar di perdendangan warung kopi dan hilir mudik di headline media massa sepanjang gelaran Liga 1 2019. Wasit yang pernah menyabet gelar wasit terbaik versi PSSI 2013 ini acapkali jadi sasaran kritik pedas akibat kepemimpinannya di lapangan. Tercatat Teco Cugurra, Mario Gomez, Simon McMenemy, Rene Alberts, hingga Sartono Anwar pernah merasa dikerjai habis-habisan oleh Iwan.

Performa menukiknya padahal pernah menjadi wasit terbaik tak pelak menjadi indikasi mandeknya sistem evaluasi wasit oleh regulator liga. Seringkali bahkan media-media massa menjadikan namanya sebagai salah satu kompenen yang harus diwaspadai sebab seringnya ia memberi keputusan kontroversial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun