Jauh mundur kebelakang, dimana Chili mengadakan gelara Piala Dunia di tahun 1962. Ken Aston yang juga seorang guru sekolah ikut berpartisipasi sebagai wasit.Â
Memang dasarnya berotak brilian, Aston lah yang pertama merintis pengunaan kartu merah dan kuning sebagai instrumen pembantu wasit. Penggunaan warna yang terinspirasi dari warna lampu lalu lintas.
Pada Piala Dunia 1962 Aston menjadi pengadil di laga keras yang kemudian dijuluki Battle of Santiago, antara Italia vs Chili. Laga berlansung keras hingga di menit kedelapan saja Aston mengusir Ferrini asal Italia. Namun masalahnya Aston tidak mengerti bahasa Italia dan Ferrini hanya paham bahasa itu.Â
Aston sampai menggunakan polisi untuk 'menggelandang' Ferrini keluar lapangan. Sumbangsih Aston bisa jadi menjadi hal paling berengaruh bagi kinerja wasit terutama untuk meruntuhkan kendala bahasa.
- Fariq Hitaba
Sebelum FIFA mengadopsi VAR sebagai alat bantu bagi wasit di Piala Dunia 2018, Fariq Hitaba sudah pernah memakai 'VAR' pada laga PS TNI lawan Persija di Liga 1 2017.Â
Awalnya di menunjuk titik putih setelah menganggap Ryuji Utomo handball. Namun dirinya menjadi bimbang setelah mendapat protes pemain-pemain Persija, alih-alih meminta pertimbangan asisten wasit, dia malah menonton tayangan ulang via kamera broadcasting televisi. Keputusan pinaltinya pun ia anulir.
Sontak kelakuannya memakai 'VAR' membuat dirinya dibebastugaskan dalam jangka waktu tak ditentukan. Keputusan Hitaba menggukana tayangan ulang jelas salah mengingat Liga 1 2017 tidak memakainya sebagai instrumen pembantu bagi wasit.Â
Beruntungnya Hitaba tak terpuruk dan sekarang menjadi jajaran wasit elit FIFA di Indonesia, dirinya langganan jadi pengadil laga penting. Terakhir wasit asal Yogyakarta ini menjadi wasit final Piala Menpora 2021.