Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola dalam Pusaran NU dan Muhammadiyah

21 Mei 2021   17:59 Diperbarui: 23 Mei 2021   01:48 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumpa pers Ridwan Kamil bersama penyelenggara Liga Santri Nusantara (LSN) di GOR Pajajaran, Senin (23/10/2017) malam. (Foto: KOMPAS.COM/DENDI RAMDHANI)

Bila Muhammadiyah sudah mengguita dengan punya klub sendiri, NU secara legal tak pernah memiliki klub atas namanya sendiri. Namun ada ceruk lain yang diisi oleh NU, yaitu pemutaran liga santri antar pesantren. 

Sejak 2016 NU melalui sayap kepesantrenannya, Rabithah Ma'hadid Islamiyah (RMI-NU) telah menjalankan kompetisi Liga Santri Nusantara (LSN). Bicara perayaan, LSN adalah pesta bagi santri untuk berpeluh selain sorogan mengaji maupun murajaah hafalan.

Diputar di berbagai regional hingga tingkat nasional, awalnya LSN dibiayai oleh Kemenpora dan RMI-NU sebagai operator. Berbagai potret unik terjadi dalam penyelenggaran, mulai dari pemain setiap menjabat tangan wasit sebelum pertandingan malah cium tangan hingga chant suporter yang banyak diisi pujian-pujian dan kalimat thaiyibah Para suporter pun banyak yang bersarung dan masih memakai songkok. 

Ada potongan cerita menarik ketika seorang pemain dikartu merah, bukannya ngedumel ke wasit dia malah cium tangan dulu sebelum meninggalkan lapangan.

Tapi penyelenggaraan LSN mendapat sorotan serius BPK pada 2019 dan berujung tak lagi disubsidinya LSN oleh Kemenpora. Meski tanpa Kemenpora, RMI-NU masih mampu memutar kompetisinya. 

Pada tahun 2019 Kemenpora digoyang kasus korupsi dana hibah hingga Menpora Imam Nahrawi terseret. Sayangnya kondisi pandemi pada 2020 memutus keistiqomahan penyelenggaran LSN. Seperti halnya juga PS HW yang belum juga debut di kompetisi resmi setelah Liga 2 urung digelar.

Turun tangannya dua jam'iyah islam terbesar dalam menyemarakkan persepakbolaan Indonesia dapat dimaknai sebagai salah satu ikhtiyar dalam fastabiqul khairat. Sebagai organisasi yang sehari-harinya selalu bersama dengan masyarakat akar rumput, bukan hal aneh merangkul mereka melalui sepak bola yang banyak dijunjung sebagai olahraganya rakyat. Semoga kedepannya NU juga ikut punya klub sepak bola juga, supaya nanti penonton akan disuguhi duel El-Classico antara keduanya. 

Tak berlebihan bila nanti ada pemain yang terjatuh akan menyebut kalimat thaiyibah alih alih sumpah serapah, atau kedua suporter bukan saling berbalas ejekan tapi antara Ya Lal Wathon dari tifosi NU akan dibalas Sang Surya oleh suporter Muhammadiyah. Tak lupa setelah pertandingan akan ditutup doa dan saling bersalaman dibanding membakar smoke bomb atau menyulut flare. Suara deru knalpot blong suporter sehabis pertandingan akan diganti lantunan pujian dan shalawat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun