Pada masa inilah, klub asal Kutai Barat yang tadi disinggung di atas diboyong oleh seorang politisi dan diproklamirkan sebagai ‘Persebaya’ juga, serta berlaga di divisi utama binaan PSSI.
Dalam jangka waktu lama, Surabaya seolah terasing dari hiruk pikuk persepakbolaan nasional. Ditinggal tiga klub pasukan hijaunya, dan lebih banyaknya bertarung di pengadilan alih-alih di lapangan.Â
Seperti kata Raja Old Traffold, Eric Catona ‘kau bisa mengganti istrimu, agamamu, tapi tidak dengan klub favoritmu’.Â
Para Bonek setia menunggu timnya kembali ke medan laga di gelora selagi tak mengacuhkan klub pindahan asal Kutai Barat yang pernah dalam suatu babakan tanpa tedeng aling-aling menyepuhkan nama Bonek FC sebagai identitas mereka untuk turun tanding.
Perlu waktu hingga delapan tahun akhirnya publik Surabaya bisa bersorak kembali di kasta teratas sepak bola nasional.Â
Dulunya kota dengan tiga perwakilan hingga pernah absen panjang, itulah penggalan cerita dari Surabaya. Sedangkan panji-panji NIAC Mitra/Mitra Surabaya dan ASGS selalu tersimpan kekal di memori kota para pahlawan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H