"Aduh, mas!".
"Kenapa, Dek Sundari? Kaget ya?" balas Marco. Ada perasaan bangga dengan apa yang sekilas tersenggol oleh Sundari yang membuatnya menjerit barusan.
"Anu mas... aku jadi kaget," ujar Sundari.
"Jangan kaget, Dek Sundari, Mas nggak akan menyakiti Dek Sundari dengan ini," balas Marco menunjukan tanganya yang satu lagi untuk bergerak berusaha memegang tangan Sundari.
Sundari mendadak menjauh dan tertunduk. Marco jadi bingung.
"Ada apa, Dek Sundari?" tanya Marco perlahan. Sundari terdengar menghela napas.
"Aku ingat beberapa jam yang lalu, Mas..." kata Sundari lirih. Marco berdesir. Apakah yang terjadi pada Sundari? Apa dia sudah tidak perawan lagi? Apa benar Irma sering ditiduri oleh Van yang merupakan aparat belanda pengawas persiapan kongres pemuda seperti kata Kusno? Apapun itu bagi Marco bukanlah hal penting lagi. Dia telah katakan cintanya tulus, cinta sejati sepenuh hati.
"Dek Sun, andaipun masa lalu Dek Sundari kelam, janganlah Dek Sun menyangsikan penerimaan Mas Marcomu ini," kata Marco sambil menggenggam tangan Irma. "Dek Sun jangan ragu, apapun masa lalu Dek Sundari, Mas Marco akan terima. Yang penting Dek Sundari jujur. Katakanlah apa yang membuat Dek Sundari mendadak menjerti tadi," kata Marco meyakinkan.
Sundari menghela napas, dengan perlahan dia berkata sambil tertunduk.
"Anu, mas... sebenarnya Aku sudah milik Yamin... saat mas antar aku pulang ke rumah kemarin tenryata Yamin sudah ada dalam rumah bersama bapak. Aku pun kagum akan keberanian Yamin menemui Bapak lalu mengikat janji suci pacaran denganya.. terus sebenarnya Yamin mengikuti kita.. aku juga sudah bilang kalau janji jalan-jalan ini terjadi sebelum aku menerima cintanya"
Marco tercekat. Kebanggan dirinya yang tadinya tegak meronta-ronta mendadak langsung lemas tak berdaya.