Pebri biasanya menggunakan alibi rapat atau mengerjakan lemburan kunjungan kerja proyek pemerintah jakarta saat ia harus pulang sampai malam.
"Maaf, menunggu agak lama, aku harus pulang dulu ke rumah supaya Susi tidak curiga," kata Pebri pada Gadis suatu ketika, sesaat setelah ia masuk kamar hotel Alexis. Di hadapannya, Gadis sudah menunggu dengan penuh harap.
"Iya, aku paham, aku memang bukan yang utama dalam hidupmu," balas Gadis.
"Bukan begitu, sayang. Bagaimanapun, Susi masih tetap istriku," kata Pebri berkelit, "Ia ibu dari anak-anakku."
Gadis hanya terdiam. Menatap Pebri dengan tatapan yang begitu sendu.
"Sudahlah, jangan bahas ini lagi. Sekarang, kita nikmati kebersamaan kita," kata Pebri, mencoba memecah kesenduan pada mata Gadis sembari memegang leher Gadis yang lembut dan jenjang.
Beberapa jam mereka berdua larut dalam birahi. Sungguh kepuasan yang kemudian harus ditebus dengan letih dan lelah yang membuat mereka tertidur. Gadis rebah di dada Pebri, sedangkan tangan Pebri diam dalam posisi membelai rambut Gadis.
Di tengah tidur mereka yang jenak, bunyi dering ponsel Pebri meraung. Pebri terbangun dan segera memeriksa ponselnya dengan mata yang masih agak terpejam.
"Siapa?" Tanya Gadis yang juga terbangun gara-gara suara dering ponsel Pebri itu.
"Istriku."
"Ya sudah, angkat saja."