Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Meninjau Ulang TNI Masuk Stadion Sepak Bola

14 Oktober 2017   10:18 Diperbarui: 14 Oktober 2017   15:54 13016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bahwa berita maupun video yang tersebar di Medsos dan media online tentang kisruh antara suporter Persita Tangerang dengan suporter PSMS Medan pada pertandingan Babak 16 besar Liga 2 Indonesia 2017 di stadion Mini Persikabo Komplek Pemkab Bogor adalah benar merupakan personil TNI AD dari satuan Divif 1 Kostrad," kata Kepala Penerangan Kostrad, Letkol Inf Putra Widyawinaya dan TNI dalam hal ini Kostrad TNI AD bersedia bertanggungjawab dari mulai penegakan hukum oknum sampai pemakaman korban. Sebagai tambahan ketua PSSI sekaligus Panglima Kostrad TNI AD Edy Rahmayadi meminta media tidak menyudutkan institusi TNI sebab kerusuhan suporter tidak hanya dilakukan prajurit TNI seperti yang dikutip berbagai media.

Sejarah olahraga pada khususnya sepak bola mencatat peristiwa bentrok pertandingan yang melibatkan tentara atau TNI seringkali berakhir tragis. Pertama, Tragedi Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016 Jawa Barat yang jadi viral karena masalah lemparan botol berbuntut pemukulan kepada supporter. Kedua, Tragedi Persegres Gresik United vs PS TNI 22 Mei 2016 karena masalah spanduk dan yel-yel berbuntut tawuran antar supporter. 

Ketiga, bentrok supporter PSMS Medan vs Persita Tangerang 11 Oktober 2017 karena masalah lemparan batu berbuntut tawuran divisi infanteri 1 Kostrad TNI AD vs supporter persita tangerang berujung tewasnya Banu. Seperti umumnya konflik massa memang selalu ada 2 versi kejadian bentrokan sipil dan militer dalam stadion namun 1 hal yang jelas kedua belah pihak baik sipil atau militer sama-sama tidak dapat menahan emosi.

Sejak PSSI kembali diurusi oleh pejabat militer pasca orde baru melalui ketua PSSI Edy Rahmayadi memang keterlibatan TNI sangat terasa dari mulai klub PS TNI, supporter PS TNI sampai tenaga pengamanan TNI. PSSI zaman reformasi sekarang seperti PSSI zaman orde baru seperti zaman PSSI dijabat jenderal-jenderal seperti Ali Sadikin, Maulwi Saelan, Kardono, Sutiyoso, atau Agum Gumelar. 

Bahasa orang-orang sipil di warung kopi dan jalanan suka berkelakar ibarat seorang anak ikut peserta lomba sekaligus petugas keamanan dan ketua pengurus lombanya bapak si anak sendiri. Masalahnya kalau dibuat perumpaan mohon maaf ya kalau sipil itu seperti anak difabel dan TNI itu seperti anak normal jadi kalau kompetisi terasa timpang. Faktanya militer memang secara fisik lebih powerfull daripada sipil yang menu olahraga sangat terbatas kalau ada konflik wajar sipil kalah karena militer menang didukung oleh teori dan praktek lapangan. 

Kalau bahas budaya populer atau pop kultur olahraga khususnya sepak bola dapat ditemukan gap atau kesenjangan antara sipil dan militer. Dalam humor-humor kekinian ala kids jaman now dalam bentuk meme atau gambar disertai kalimat humor terlihat sekali bedanya. Meme kebanyakan menggambarkan inferiority complex sipil terhadap militer seperti seganas-ganasnya supporter jakmania (persija), viking (persib) dan bonek (persebaya) pasti jinak kalau berhadapan dengan supporter PS TNI.

Selain itu musik, yel-yel TNI dalam stadion lebih sangar dan jelas daripada sipil karena latihanya lebih teratur membuat kesenjangan ini semakin melebar. Apalagi budaya Indonesia secara umum masih sangat dipengaruhi oleh militarywashing atau militerisasi budaya sehingga apa-apa saja dari militer dianggap bagus dan heroik alias pahlawan. Fenomena ini dapat dilihat dari fakta lebih banyak pahlawan Indonesia dari kalangan militer serta kebanggan masyarakat apabila ada keluarganya dapat jadi militer melalui pendidikan maupun pernikahan.

Militer Indonesia atau TNI secara umum masih belum menjalankan prinsip-prinsip dalam berolahraga yang sesungguhnya ketika terlibat dengan sipil, karena masih ditungangi oleh berbagai konflik kepentingan dan belum matangnya orientasi dalam menjalan olahraga yaitu sportifitas persaingan sipil-militer. Selalu saja kepentingan pribadi dan persaingan masih membayang-bayangi olahraga apalagi apa kepentingan tersebut sudah lebih jauh hanya berorientasi tentang prestasi. Jika hal itu yang tumbuh dapat menjauhkan capain-capaian dari olahraga secara menyeluruh mengingat olahraga militer atau ormil dan olahraga sipil pada umumnya memang beda apalagi menyangkut sepak bola. 

Sebagai gambaran jaman dulu ketika Prabowo dan SBY masih muda pernah dilakukan festival olahraga antara taruna dan mahasiswa namun karena hasilnya jelas banyak menang militer sehingga tak dilanjutkan lagi. Anehnya setelah itu mulai ada militerisasi atlet dalam bidang olahraga sampai sekarang. Banyak atlet yang juga berstatus sebagai militer atau polisi yang ikut berkompetisi dalam olahraga sipil padahal secara keilmuan olahraga militer beda dengan sipil.

Bahkan pada era reformasi polisi dan TNI membuat klub olahraga sendiri seperti PS TNI dan Bhayangkara FC semakin membuat dominasi militer kepada sipil dalam bidang olahraga terutama sepak bola semakin terasa. Iya saya mengakui kedigdayaan TNI dalam bidang olahraga militer juga bagus terutama soal menembak sering juara olahraga militer namun ada baiknya pemerintah dan militer meninjau ulang kebijakan "dwifungsi" TNI dalam bidang olahraga terutama sepak bola sebab fakta membuktikan wilayah ini merupakan daerah rawan konflik antara sipil dan militer.

Kuat dugaan melambatnya keberhasilan sepak bola saat ini disebabkan oleh intervensi dari dualisme TNI ke dalam PSSI dan tentu hal ini sangat merugikan olahragawan atau atlet sipil terutama dalam hal jenjang karir. Coba lihat data kebanyakan atlit sipil itu yang paling mentok ya jadi pelatih bahkan banyak atlit sipil yang akhirnya dilupakan negara ketika hari tuanya. Amat jarang atlit menjabat ketua organisasi olahraga seperti PSSI atau menteri kementrian olahraga. Sepertinya sudah jadi rahasia umum kalau jabatan ketua organisasi PSSI dan menteri hanya boleh dijabat militer, politisi dan pengusaha yang juga atlit karena hobi bukan murni atlit profesional saja.

Catatan penting untuk TNi adalah melihat reformasi dan undang-undang reformasi TNI untuk fokus dalam profesi pertahanan sebaiknya benar diperhatikan. Setahu saya dualisme TNI ke dalam bidang sipil atau birokrasi dapat diperbolehkan selama menyangkut Basarnas, Bakamla, BIN, Kemenhan dan badan-badan lain yang ada hubunganya dengan pertahanan dan kemanan. 

Memang ada beberapa pasal yang dianggap aktivis yang sangat kritis seperti direktur imparsial al-araf dan pengamat pertahanan connie bakrie dapat menjadi pasal karet seperti BKO dan operasi militer selain perang namun bidang olahraga terutama sepak bola tidak disebutkan dengan jelas. Justru fakta BPS dengan angkatan muda terutama angkatan kerja Indonesia yang banyak jaman sekarang otomatis butuh saluran pekerjaan terutama dalam hal olahraga dan khususnya sepak bola termasuk PSSI dapat dijadikan pertimbangan. 

Saya memohon dengan sangat kepada pemerintah terutama Presiden Jokowi dan Menteri Olahraga Imam Nahrowi untuk mengembalikan TNI kepada bidang militer agar profesional dan kuat serta lepaskan dari bidang sipil kalaupun ada pertandingan sebaiknya hanya persahabatan saja jangan kompetisi karena militer juga sebenarnya sudah punya kompetisi olahraga militer sendiri di internal TNI. Saya memohon dengan sangat kepada TNI terutama Jenderal Gatot dan Jenderal Edy sebagai ketua PSSI untuk mempertimbangkan dengan sangat agar TNI mau menyerahkan sepak bola ke tangan sipil. 

Alangkah lebih bagus lagi apabila PS TNI keluar dari liga sepak bola sipil dan fokus pada kompetisi sepak bola militer saja. Maksud saya agar tentara lebih bisa fokus melakukan olahraga militer yang memang tujuanya untuk pertahanan negara daripada ikut campur kepada olahraga sipil yang tujuanya bermacam-macam dari mulai kesehatan, keuangan sampai hiburan. Bahaya apabila kejadian konflik sepak bola melibatkan tentara terjadi lagi dengan kondisi kepengurusan, keamanan, kesupoorteran dan kepersertaan sampai kepelatihan masih ada unsur militer didalamnya. 

Sebaiknya TNI hanya dilibatkan sebatas keamanan dengan BKO ke polisi lebih masuk akal dan dapat diterima nalar karena polisi masih kekurangan personil serta dukungan undang-undang konstitusi. Demikian kiranya curhatan hati saya seorang sipil dan seorang penggemar olahraga sepak bola karena budaya semoga dapat didengarkan pihak pemangku kepentingan semata-mata demi kebaikan bersama. sekian dan terima kasih.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun