Aneh tapi nyata tiap akhir september selalu saja Indonesia ramai isyu dan spanduk, Bahaya Laten Komunis atau Awas Komunisme Gaya Baru, intinya saja seperti itu. Luar biasa ya orang bisa tahu sesuatu yang sudah mati dan dilarang bagaikan hantu bisa bangkit kembali, analoginya kayak menyuruh orang kota atau urban kembali memakai alat tradisional dan meninggalkan alat modern yang canggih untuk aktivitas sehari-hari di kota seperti penggunaan kuda dan delman yang sudah dilarang dan punah dijakarta pada jalanan umum.
Komunis sudah bangkrut dan  mati, fakta yang tidak bisa dibantah siapapun. Negara-negara dengan partai tunggal komunis yang masih hidup pun nyatanya malah menjadi negara diktator kerajaan ala korea utara, negara oligarki  militer ala vietnam  dan negara campuran sosialis kapitalis macam cina. Pemikiran marx dan lenin serta aidit dan pki terbukti gagal karena memang cara-cara radikal dan fundamentalisme dalam politik khususnya dan bidang lain umumnya menyebabkan timbulnya banyak musuh.Â
Nah kemudian negara-negara  kapitalis macam Amerika yang diramalkan marx menjadi komunis malah berhasil memperbaiki diri sehingga sekarang negara-negara maju cenderung kombinasi sistem kanan dan kiri. Modelnya menjadi negara industri namun tidak melupakan jaminan sosial seperti kritik komunis atas kapitalis.
Soal eks tapol memang masih ada ganjalan terutama terkait status dan harta benda. Saya kira ini yang masih menjadi ganjalan terutama bagi kaum tua yang menang dan yang kalah. Ada harta benda yang sudah beralih kepemilikanya dan status orang-orang yang dulu dicabut kewarganegaraanya dan sekarang menjadi WNA. Di satu sisi orang-orang yang menang cenderung mempertahankan harta benda hasil jarahan atau pengambilalihan sepihak yang dulu direstui negara serta  tidak memberikan kesempatan para WNA yang dulu pernah jadi WNI kembali karena akan meracuni generasi muda.Â
Di sisi lain orang-orang yang kalah ingin mengembalikan apa yang dulu terampas bahkan sekarang tuntutanya hanya permintaan maaf namun menuntut negara bukan kepada orang-orang yang menang. Sementara mereka terus mengupayakan jalur politik namun lupa mengintensifkan jalur hukum. Alangkah lebih baik soal harta benda dan status warga negara diurus lewat pengadilan perdata dan tata negara daripada ribut-ribut diluar jalur hukum hanya bikin gaduh negara.
Solusinya ada ditangan LBH tyang biasanya mengurus ini karena orang-orang yang kalah memang minim logistik serta orang-orang yang menang juga harus mau besar hati duduk sama-sama di meja hijau. Faktanya Soal ideologi komunis sudah jelas terlarang melalui tap MPR namun soal  harta benda dan status warga negara kan masih belum ada keputusan inkrah dari pengadilan dan negara.
Hal yang menarik malah terjadi dikaum muda-mudi jaman sekarang. Saya rasa isu-isu soal kebangkitan pki dan komunisme gaya baru ini akan hilang  ketika kaum tua yang mengalami sudah tiada. status eks tapol kan sudah dihapus kepada anak cucu atau istilah jaman dahulunya  bersih lingkungan. Iseng-iseng saya coba menelusuri tetangga kanan kiri serta lingkungan masyarakat sekitar ternyata memang sudah rekonsiliasi alami secara interpersonal  melalui anak dan cucu. Kaum muda keturunan orang-orang yang menang dan kalah jaman 1965 ternyata sudah membaur bahkan saling menikah. Jadi secara tidak langsung  semua sudah sadar kalau sekarang mau dibangkitkan kembali maka kemungkinan Indonesia pecah belah akan kembali terjadi.Â
Saya sebagai generasi 20an mengajak semua orang dari kaum muda dan tua untuk menatap masa depan. Masalah Indonesia kedepan bukan soal ideologi lagi. Pertama, kecanggihan iptek ini menjadi pisau bermata dua yang menggalaukan karena rentanya isu pembajakan data, hak cipta sampai kecerdasan ai atau robot yang apabila tak diawasi benar akan memusnahkan manusia.Â
Kedua, lingkungan bumi terutama lingkungan alam indonesia mengalami kerusakan parah dengan  masih kacaunya soal tata ruang serta masih minimnya kepedulian terhadap energi terbarukan. Ketiga, soal kependudukan yang katanya sudah overpopulasi serta jumlah wanita lebih sedikit daripada pria sehingga banyak  pria muda terancam jomblo seumur hidup jadi tolong pikirkan lagi yang mau poligami dan beranak banyak  karena data bps  menunjukan sebaliknya.Â
Selanjutnya bisa ditambahi sendiri oleh para pembaca.  Intinya, masalah  nyata yang dihadapi Indonesia bukan lagi masalah abstrak seperti ideologi tapi sudah kepada masalah praktis dan tehnis secara internal maupun persaingan dengan negara lain soal sumber daya secara eksternal.
Biar gampang mari kita lihat negara-negara tetangga yang merdekanya hampir sama dengan Indonesia macam India, Korea Selatan dan Singapura. Perlahan tapi pasti mereka sudah melupakan konflik identitas dan ideologi, terbukti dari terpilihnya presiden muslim singapura dan wanita pertama, terpilihnya presiden wanita korea selatan, terpilihnya presiden India dari kasta terendah. Itu baru soal politik belum lagi soal lain.Â
Terkait apa yang menjadi kekhawatiran dan kritik komunisme sudah mereka siasati dengan memperbanyak jaminan sosial, kesehatan dan pendidikan. Indonesia sudah ada bpjs lalu perlahan menuju kearah perbaikan jaminan publik sehingga percayalah komunis tak mungkin bangkit apalagi manusia bersaing dengan iptek, ai dan robot sehingga pemikiran komunisme tentang persaingan kelas antar manusia sudah tak relevan lagi. Jelas sekarang kalau ngomong ideologi harus ada ide baru atau perbaikan atau revisi karena subyeknya sekarang bukan cuma manusia saja tetapi melebar kepada alam dan iptek terutama ai dan robot.
Nah bagaimana? mari kita tutup buku soal komunisme dan pki ini dengan ambil pelajaran pada perlunya jaminan sosial dan kepedulian kepada sesama manusia agar spesies dan lingkungan alam Indonesia kita bisa lestari atau syukur-syukur anak cucu besok bisa evolusi lagi menjadi makhluk yang lebih baik. Negara-negara tetangga sudah pada move on dengan masa lalu kelam mereka. Sudah  saatnya kita juga begitu bukan? mari dengan semangat pancasila dan bhinekka tunggal ika kita bekerja sama sebagai sebuah bangsa dan menjadikan perbedaan identitas kita sebagai harta yang harus dijaga bukan sebagai benih konflik yang selalu dibakar amarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H