Buat apa Netizen sebagai sipil menjaga Militer TNI dari paham anti Indonesia? Kan mereka sudah melalui pendidikan miiter yang paham keindonesiaanya sudah mumpuni melalui sekolah tamtama, bintara, akademi miiter dan sepa sumber sarjana. Lantas, kita sebagai netizen Indonesia digunakan buat apa lagi? Bukankah seharusnya miiter yang aktif menjaga sipil?
Pertanyaan ini sangat wajar diajukan mengingat tugas TNI untuk menjaga kedaulatan negara sudah termaktub dalam Undang-Undang. Akan tetapi, negara Indonesia yang saat ini dalam proses orde reformasi pasca orde baru dan orde lama mengambangkan aktif proses demokratisasi sebagai sarana check dan balances yang juga dilindungi dalam Undang-Undang sehingga sipil pun bisa ikut menjaga miiter.
Dalam pertimbangan teologi atau agama, Indonesia memang bukan negara agama sebagaimana layaknya Arab Saudi atau Iran yang berbasis negara dengan hukum islam, Vatikan yang berbasis negara dengan hukum Katolik maupun Nepal yang berbasis negara dengan hukum Hindu. Namun bukan berarti Indonesia lantas menjadi negara kafir atau thogut yang cenderung anti pada Tuhan dan kegiatan Agama karena pada kenyataanya kegiatan keagamaan masih marak dan mayoritas Indonesia tercatat masih beragama bahkan hari besar agama menjadi hari ibur serta perayaan bersama. Lebih tepatnya Indonesia merupakan negara perjanjian atau kalau memakai istiah islam menjadi negara darul ahdi.Â
Konsep Indonesia sebagai negara perjanjian bukan hanya didukung oleh orang Islam saja sebagai mayoritas namun tokoh-tokoh agama lain sebagai minoritas tercatat dalam sejarah pembentukan negara Indonesia. Fakta sejarah Indonesia menunjukan dari 168 Pahlawan Nasional, setidaknya ada 18 persennya beragama non Muslim. Mereka berasal dari penganut Kristen Protestan, Hindu, Budha, Katolik, dan agama penghayat kepercayaan lokal Indonesia. Republik Indonesia memang pada dasarnya dibangun oleh banyak keyakinan. Itu pula alasan mengapa sila pertama lebih netral dan tidak terpaku pada agama terbesar, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Saya gagal paham kenapa langkah pemerintah untuk menertibkan ormas atau kegiatan masyarakat yang mengancam kedaulatan negara melalui Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat tanggal 10 Juli 2017 justru menyulut kontroversi kalangan masyarakat? Saya masih bingung dengan orang-orang yang menolak padahal perppu merupakan langkah jitu dari pemerintah untuk melakukan penjagaan kedaulatan negara Indonesia dengan berbasis hukum.Â
Ormas anti negara, yang umum terjadi saat ini setelah reformasi dengan berbagai cita-cita untuk mendirikan negara agama, suku, ras dan golongan tertentu atas tanah yang sekarang menjadi negara Indonesia, kini akan sulit dilakukan karena otomatis melanggar hukum dan bisa dibubarkan dengan memanfaatkan aparatur negara seperti polisi maupun TNI.
Lantas bagaimana dengan Militer TNI sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan negara? Ternyata bisa mengalami infiltrasi atau penyusupan juga kalau tidak hati-hati. Sejarah Indonesia mencatat walaupun secara resmi organisasi militer TNI tidak pernah memberontak kepada pemerintahan sipil yang sah namun ada oknum militer TNI terpapar paham anti negara Indonesia kemudian melakukan desersi atau keluar dari dinas militer TNI untuk kemudian melakukan pemberontakan daerah seperti PRRI/Permesta, APRA, NII sampai G30SPKI.Â
Menurut data internal militer TNI dari pusat kajian strategis yang pernah bocor keluar dan disiarkan oleh Metro TV rupanya militer sudah memberikan rekomendasi kepada pemerintah sipil dan kalangan internal terkait paham-paham yang membahayakan kedaulatan negara. Ironisnya laporan pusat kajian strategis militer tahun 2010 tentang HTI yang kini menjadi sorotan keras seperti dianggap angin lalu oleh pemerintah sipil pada masa itu dengan mengesahkan HTI menjadi ormas berbadan hukum melalui kementrian hukum dan HAM pada tahun 2014.Â
Tindakan presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai negara perjanjian atau darul ahdi seharusnya kita dukung bersama tanpa membedakan kita dari golongan mayoritas ataupun minoritas. Alasan saya sederhana saja negara kita mempunyai budaya turun temurun yang multikultural sejak jaman nenek moyang bahkan negara-negara maju memuji keberagaman kita sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Ketika katakanlah penganut suatu agama menjadikan hukum agamanya sebagai acuan satu-satunya kehidupan Indonesia atau anggota suatu suku menjadi hukum adatnya sebagai acuan satu-satunya kehidupan Indonesia secara otomatis akan menjadikan saudara-saudara yang berbeda menjadi warga negara kelas dua.Â
Kebudayaan kita yang unik ini mengajarkan kita untuk hidup bersama dalam perbedaan sehingga semua bentuk kitab suci dan semua bentuk adat menjadi sumber acuan yang setara sehingga melalui demokrasi kita bisa melakukan musyawarah mufakat mana baiknya yang peru kita ambil. Semuanya punya kesempatan yang sama asal mendapat persetujuan melalui mekanisme pemilihan ataupun musyawarah bahkan non muslim pun bisa menduduki jabatan paing penting Indonesia yaitu Perdana Menteri Amir Syarifuddin seorang kristen protestan pada masa orde lama. Jaman sekarang pun jamak kita temui dilapangan pengurus daerah dari mulai rt sampai menteri memiliki agama dan suku berbeda.
Peran netizen disini sangat penting dalam memantau pergerakan organisasi masyarakat yang legal maupun ilegal dalam media sosial. Kini mereka merongrong Indonesia melalui internet karena disadari promosi door to door lebih rentan terciduk aparat. Tindakan netizen seperti yang dilakukan Andika Patissina patut kita apresiasi karena menemukan ada oknum wara TNI AU yang pendapatnya sering dikutip ormas anti Indonesia seperti HTI.Â