Dalam hal ini menurut saya, bahwa korupsi itu merupakan salah satu issue yang mengglobal sehingga perlu mendapat perhatian serius. Di Indonesia, pemerintah saat ini tengah gencar mengkampanyekan pemberantasan korupsi mulai dari level atas sampai bawah yang berarti secara nasional telah ada upaya memberantas korupsi pada semua level.Â
Sehubung dengan pelaksanaan pilkada secara langsung. Proses politik dalam pelaksaan pilkada tidak akan steril dari praktek-praktek kotor (korupsi) seperti kemunginan adanya sumbangan politik secara illegal.Â
Terjadinya praktek dimikian, tidak dapat dilepaskan dari keinginan bahwa dalam menetukan pemimpin daerah (kepala daerah) yang dipilih langsung oleh rakyat.
Pelaksanaan pilkada membutukan dana besar yang mungkin menurut saya tidak mungkin ditanggung sendiri oleh calon kepala daerah. Nah dalam kondisi demikian maka caranya bisa mencari sumber pembiayaan dengan menghubungi orang-orang atau kelompok yang mempunyai dana. Hal ini semua pasti ada imbalannya diantara mereka melakukan secara rahasia, imbalan pun akan disepakati.Â
Dana yang diberikan itu, pada umumnya untuk tujuan ekonomi yaitu untuk menikmati jaminan birokrasi dan mempengaruhi politik sehingga sipemberi sumbangan mendapat keuntungan lebih besar.
Pelaksanaan pilkada sebagian besar berlangsung ditanah air, kebanyakan menurut saya potensi yang lebih besar berupa pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi dan menimbulkan ladang-ldang korupsi baru, mengapa begitu? menurut pandangan saya jika calon kepala daerah yang didukung itu terpilih menjadi kepala daerah, pastinya dia akan mencoba berupaya untuk mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan.
Akhirnya bukannya kualitas yang hendak dikedepankan sebagai mana janji-janji yang disampaikan ketika kemapanye, secara tesebunyi mengitung besaran dana yang sudah dikeluarkan dan menyusun rencana untuk pengembaliannya.Â
Dana kampanye dapat diperoleh dari pasangan calon, partai politik, sumbangan pihak-pihak tertentu, badan swasta dan sumbangan perseorangan. Baiklah, menurut saya kejahatan yang membahayakan dan merugikan tidak hanya kejahatan terhadap nyawa orang dan harta benda, tetapi juga penyalahguna kekuasaan (abuse of power).Â
Hal ini sama dengan tentang transparasi penggunaan anggaran pilkada dapat diketahui bahwa dalam pemerintahan KPU sejauh ini belum ada, karena dalam hal ini sebagian besar merupakan barang habis pakai yang tidak biasa diaudit dan mudah untuk memanipulasinya.Â
Sangat jelas bahwa menerima sumbangan tidak dibenarkan, KPUD ( pasal 85 ayat 2), pelanggaran yang menerima maupun yang memberi dana kampanye sebagai pasal 116 ayat (7) diancam dengan pidana penjara paling singkat dua empat bulan dan denda paling sedikit satu miliar rupiah.Â
Pada zaman sekarang asas kejujuran dan keterbukaan yang seharusnya melekat dalam suatu lembaga yang bernama demokrasi, akibatnya sangat memungkinkan untuk menyingkirkan saingan politiknya yang potensial.