Mohon tunggu...
Reza Muhammad Nashir
Reza Muhammad Nashir Mohon Tunggu... Peternak - Perjuangan Rakyat

Menulis semua hal yang menyimpang dari jalan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi Buku "Sekolah Dibubarkan Saja"

14 Februari 2019   21:54 Diperbarui: 14 Februari 2019   21:59 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Orang Miskin Dilarang Masuk

Penulis menyampaikan aspirasinya secara cemerlang serta pendidikan yang benar-benar aneh ini, menggambarkan manusia hanya robot yang bias diremot, diarahkan kemana saja oleh pemilik remot tersebut. Mulai menuntut siswa untuk mengunggulkan sekolahnya dengan ancaman nilai, entah bagaimana cara mereka supaya bias membanggakan nama sekolahnya, baik itu lewat les umum bahka sampai harus privat sekalipun yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu sekolah dianggap pembunuh kreatif siswa, dengan keterbatasan jurusan pada tiap=tiap sekolah dan juga ada yang berependapat "Orang Miskin Dilarang Masuk"

Tulisan tersebut seakan-akan sudah terpampang di gerbang sekolah negeri ini. Tulisan yang menuai pertentangan tidak tidak kunjung dihapus, karena tidak ada yang berani menghapusnya. Tulisan itu sudah menjadi peraturan yang harus dipatuhi oleh siapapun yang bakal masuk sekolah tersebut. Jadi bagi kelompok orang yang tidak memiliki banyak uang, mungkin bias memikirkan terlebih dahulu. Karena meskipun memaksa untuk masuk, bakal ada test kemiskinan yang menanti, yaitu serangkaian test yang menggiring orang dengan sendirinya sadar bahwa dirinya miskin. Test tahap pertama ketika penyeragaman pakaian sekolah. Sekolah sudah menentukan seragam dengan berbagai jenis sesuai harinya yang harus dipakai oleh muridnya beserta embel-embel pendukungnya. Maka jangan heran apabila tahun ajaran baru banyak orang tua murid mengeluh akan seragam sekolah yang mahal serta banyak jenisnya tersebut. Untuk orang kaya ini mudah saja untuk membeli semua perlengkapan tersebut, tetapi bagi orang yang berpendapatan pas untuk kebutuhan pokok tiap hari?

Mungkin ada beberapa kelompok miskin yang mampu melewati test ini dengan berhutang atau menjual barang berharganya, tetapi tunggu dulu, ada test keduanya yaitu ketika duduk dibangku sekolah. Perlengkapan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar harus dimiliki, seperti alat-alat tulis, serta buku paket yang judul dan pengarangnya tiap tahun berubah. Siswa harus membeli paket buku tersebut, sehingga tidak bias menggunakan buku bekas milik kaka kelasnya karena sudah ditetapkan oleh gurunya.

Jika bias melewati test kedua ini, ada test ketiga yaitu undangan sekolah kepada wali murid untuk menghadiri rapat komite sekolah. Dimana pembahasan selalu terkait pembangunan fasilitas-fasilitas sekolah yang diwajibkan wali murid memberikan sumbangan. Bagi si kaya ini bakal dating dengan bangga, sementara si miskin tidak terlihat, bahkan kehadirannya pun tidak diharapkan seperti "mentimun bungkuk", ada tetapi tidak dianggap. Serangkaian test kemiskinan ini bakal berulang ditahun berikutnya yang membuat si miskin secara sadar tersaring dan keluar dari sekolah tersebut.Akhirnya sekolah hanya sebagai pabrik yang paling besar dinegeri ini, memiliki cabang-cabang diseluruh daerah tetapi hanya sebagian kecil menghasilkan barang jadi.

Sekolah seharusnya menempatkan murid sebagai objeknya, bukan sebagai subjek. Tapi realita yang berjalan kebanyakan, murid hanya sebagai objek dari subjek yaitu guru. Kurt Lewin, seorang psikolog mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran dapat tercapai apabila terdapat tiga aspek. Pertama kognitif yang berisi pengetahuan. Kedua aspek afektif yaitu pembelajaran juga melibatkan emosi dan sikap. Aspek ktiga ytiu psikomotorik dimana proses pembelajaran harus langsung dilakukan atau dialami oleh murid.

Malcolm Kowles (1913-1997) mengatakan bahwa pembelajaran harus melibatkan beberapa hal yang pertama penghargaan, hal ini berkaitan dengan suasan dalam proses pembelajaran ketika murid merasa dihargai. Kedua segera, sesuatu yang dipelajari harus dapat digunakan atau diterapkan. Ketiga relevansi, menarik langsung dengan minat atau kepentingan dari murid dalam mempelajari sesuatu.

Jika hal-hal tersebut dilakukan oleh sekolah, bukan tidak mungkin angka putus sekolah menurun. Tetapi selama ini sekolah hanya menerapkan aspek kognitif, yaitu murid dijadikan objek dengan ceramah-ceramahnya di dalam kelas. Wajar saja bila pelajaran favorit adalah "Hari ini ada rapat, silahkan belajar dirumah masing-masing". Guru tidak melihat dibalik keceriaan murid ketika ada pelajaran tersebut.

Pepatah Cina yang berusia ribuan tahun berbunyi:

Aku dengar, aku lupa

Aku lihat, aku ingat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun