Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa islam yang didirikan pada 5 Februari 1947 diprakarsai oleh salah mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) bernama Lafran Pane. Berangkat dari kegelisahan mahasiswa saat itu yang didominasi oleh organisasi Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) yang menjadi underbouw PKI. Mahasiswa yang tergabung dalam PMY bergaya hidup glamor dan hedon yang sangat jauh dari nilai Islam. Sementara di Yogyakarta saat itu sudah berdiri STI dan IAIN yang notabene universitas islam. Maka, pada tanggal 5 Februari 1947 Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 teman sekelasnya waktu itu untuk mengorganisir mahasiswa islam dan memperjuangkan kemerdekaan (Sholichin, 2010: 3)
HMI ketika awal berdiri sudah menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketika agresi militer I Belanda, HMI bersama-sama dengan organisasi mahasiswa lain ikut terlibat dalam gencatan senjata. Untuk menguasai tata cara pertempuran, para mahasiswa dilatih secara kilas tentang kemiliteran selama 7 hari yang diselenggarakan oleh markas besar benteng Belanda Vrederburgh, Yogyakarta. Saat pemberontakan PKI di Madiun, 18 September 1948, Ahmad Tirtosudiro sebagai wakil PB HMI saat itu mengerahkan mahasiswa untuk dikirim ke Ponorogo, Madiun, Magetan dan Ngawi (Solichin, 2010: 11).
Dalam kurun waktu 23 tahun sejak berdiri, HMI banyak mencatat sejarah dalam memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Soekarno yang mempunyai niat untuk membubarkan HMI, membatalkan niatnya itu dan memberikan taruhan besar agar kedepan HMI dapat menjadi pelopor organisasi yang progresif revolusioner. Bahkan HMI juga berperan dalam menumbangkan pemerintahan orde lama.
Setelah orde lama tumbang, HMI dihadapkan pada kondisi pemerintahan orde baru yang dipimpin Soeharto. Di era inilah dimulai tahun 1970 HMI mencetak generasi emas seperti Nurcholis Majid, Agussalim Sitompul, Akbar Tanjung, Amidhan, A. Dahlan Ranuwihardjo dll. Generasi ini banyak mencetak kader yang menjadi tokoh-tokoh populer di Indonesia. Dari jabatan struktural pemerintahan, akademisi sampai ulama’. Lantas, apa peran langsung HMI saat pemerintahan orde baru berlangsung ???Â
Sulit untuk menjawab tantangan HMI era orde baru. Kader HMI yang banyak menempati jabatan struktural pemerintahan menjadikan pertanyaan yang besar tentang indepensi HMI itu sendiri. HMI seakan semakin dekat dengan kekuasaan, atau HMI saat itu dapat ditaklukkan oleh orde baru yang sangat otoriter ??
Jika menelisik sejarah, hampir kader-kader generasi Cak Nur menjadi bagian penting di negeri ini, tapi sangat sulit untuk mengetahui secara riil sejarah HMI generasi kedua ini dalam keterlibatan dalam pemerintahan orde baru. Perubahan azas tunggal pada tahun 1987 mungkin menjadi salah satu catatan sejarah HMI, tapi itu tidak seguncang ketika keterlibatan HMI dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di awal-awal berdirinya. Atau mungkin, itu sebagai tanda melemahnya internal HMI saat itu yang semakin dekat dengan kekuasaan.
Di masa reformasi ini yang ditandai dengan runtuhnya kekuasaan orde baru pada tahun 1998, HMI semakin kuat dalam politik praktis dan dekat dengan kekuasaan. Lantas, kenapa generasi kedua yang menciptakan kader-kader berkualitas tidak bisa menciptakan generasi selanjutnya untuk meneruskan generasi emas itu ??Â
Dapat dilihat saat ini, kemana suara kader HMI ketika terjadi penindasan ?? Hampir tidak ada suara untuk membela kaum tertindas (mustadhafin). Melawan tidak harus berhaluan kiri, tetapi di HMI yang bernafaskan islam mempunyai istilah mustadhafin untuk kaum tertindas seperti halnya kaum proletar. HMI tidak menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak kaum mustadhafin yang tertindas. Ketika awal berdirinya pasca kemerdekaan, HMI memperjuangkan NKRI lewat terjun langsung dalam pertempuran, saat ini HMI dihadapkan terhadap permasalahan dalam negara sendiri.
Era reformasi ini, yang tersisa hanya tulisan-tulisan sejarah awal berdirinya HMI dalam memperjuangkan kemerdekaan NKRI dan cerita-cerita dari generasi emas kedua yang bisa menciptakan kader-kader militan dan revolusioner. Tulisan-tulisan Cak Nur, Agussalim Sitompul yang selalu menjadi hiasan HMI saat ini dan politisi-politisi seperti Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Amidhan yang menjadi kebanggaan dalam perjalanan organisasi ini. Tapi, kemanakah tulisan sejarah HMI era orde ?? Apakah HMI era reformasi ini dapat mencetak kader yang berkualitas dan mencatat sejarah yang membuat HMI begitu dibanggakan oleh masyarakat sekarang ?? Harapan Masyarakat Indonesia yang dikatakan Panglima Perang Jendral Sudirman saat itu, seakan mulai menjadi sisa manis dari catatan sejarah saat itu.
Penulis :
Reza Muhammad Nashir