Mohon tunggu...
Reza Muara
Reza Muara Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

maju atau di bungkam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seksual Bukan Mainan Balita

11 Januari 2022   19:32 Diperbarui: 11 Januari 2022   19:32 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus ini dilihat dari hal aborsi saja tanpa melihat hal pemerkosaanya, sehingga pelaku yang beranggota polisi ini di jerat hanya dengan satu pasal saja yaitu pasal aborsi dengan kurun waktu penjara 5 tahun, ini sebenarnya bisa menjadi pasal pembunugan juga, di karenakan pelaku juga mempunyai potensi untuk terjadinya pembunugan bunuh diri, di karenakan ia bunuh diri karena depresi serta stress yang berlebihan hanya karena perbuatanya semasa menjalin asmara, tetapi dari pihak yang berwenang, pelaku tetap dinyatakan bersalah perihal kasus aborsi.

Beralih kasus oleh mahasiswa UII Yogyakarta, terdapat pelecehan seksual terhadap para mahasisawa, ini dilakukan oleh alumni dari kampus tersebut yang saat ini sedang mengenyam pendidikan di luar negeri tepatnya di Negara Australia, ini di lakukan semasa pelaku masih berkuliah di kampus UII Yogyakarta, pengakuan dari para korban pelecehan, bahwa pelaku adalah seorang yang cukup berprestasi di bidang perkuliahan karena juga ia sering mengikuti konferensi internasional saat semasa kuliah di Yogyakarta, ditambah lagi, pelaku juga dikenal sebagai ustadz karena sering mengisi ceramah.

Disini kita mengetahui lagi, penontrolan diri menjadi perisai diri sendiri terhadap orang-orang yang ingin melakukan tindakan-tindakan seksual, para korban juga berkomunikasi di jejaring media soaial dengan pelaku mulai berani menanyai perihal privasi kehidupan korban melewati chat serta melewati telefon, sehingga membuat para korban yang awalnya membalas dengan ceria kini korban berubah menjadi trauma dan benar-benar takut kepada seseorang yang menghubinginya secara online, atau tidak berinisial, sekali lagi, korban juga merasa bangga bisa berhubungan komunikasi dengan seseorang yang dianggapnya berpengaruh di dalam kampus, jadi ini menjadi awal mula korban terjerumus dalam perangkap pelaku untuk melakukan pelecehan dan kekerasan seksual,

Akibat dari lalainya pengontrolan diri dari segala hal, larut dalam lamunan serta situasi, ini menjadi sangat awas, sehingga para korban meminta bantuan kepada LBH (lLembaga Bantuan Hukum), untuk berusaha menyelesaikan secara adil dan terang atas apa yang di perbuat pelaku terhadap korban, terlebih mengejutkanya, salah satu aktivis kasus ini menyebutkan bahwa pihak kampus juga tidak transparan untuk mengusut lebih tuntas pelaku, mungkin guna untuk menutupi nama kampus di mata perguruan tinggi lainya agar tidak tercoreng nama baiknya, disini sedikit rumit antara penyelesaian masalsh korban dan kampus yang tidak transparan, tetapi salah satu ketua tim pencari fakta dari pihak kampus, membantah dikarenakan kasus ini belum spenuhnya kelar sehingga tidak di muat di muka mahasiswa atau para aktivis kasus ini,

Sebaiknya semua dilakukan dengan baik, dengan aktivis juga menelusuri bersama pihak kampus, dan sebaliknya, ini akan menjadikan kemudahan korban untuk menemukan keadilan yang nyata, dan tidak merusak nama baik korban di mata teman mahasiswa dan keluarganya.

Kini, pelecehan seksual di lingkungan kampus terus terjadi seiring berkembangnya tahun pendidikan, semestinya pihak perguruan tinggi dan pemerintah menetapkan UU pelecehan seksual dengan baik dan benar agar para pelaku dan korban tidak bertambah dan mengurangi siklus ini, serta membentuk satuan tugas jikalau UU pelecehan seksual ini diselewengkan atau dilanggar oleh para mahasiswa, juga membatasi pertemuan antara pendidik dan mahasiswa di luar kampus kecuali mempunyai izin dari kepala perguruan tinggi.

Kiranya jika UU pelecehan seksual, satuan tugas dan kebijakan yang tepat ini di realisasikan dengan baik, semestinya tidak ada korban di lingkungan kampus lagi, agar ruang pembelajaran dan hubungan sosial di dalam kampus bisa berjalan dengan baik tanpa adanya disintegritas antara pendidik dan mahasiswa.

Pelecehan seksual tidak akan pernah berhenti di lingkungan kampus jika para mahasiswa tidak sadar akan bahaya, dampak dari kekerasan seksual, juga pengontrolan diri yang baik masih cukup kurang sehingga mudah terombang-ambing oleh teman, prinsip dirinya belum kuat, sebaiknya tidak memandang siapa orang, apa yang dilakukan.

Jika semua itu mengarah kedalam pelecehan seksual, seperti kasus pertama, ia sangat larut dalam kisah asmaranya sehingga tidak sampai berfikir jernih dia di lecehkan, pada hakikatnya pelecehan itu terjadi karaena jati diri kita masih belum kuat untuk mempertahankanya, maka dari itu memahami dasar-dasar perbuatan seksualitas sangatlah wajib untuk zaman sekarang, agar kita tetap bisa hidup tentram tanpa adanya kekerasan-kekerasan seperti kekerasan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun