Mohon tunggu...
Titiani Rahayu
Titiani Rahayu Mohon Tunggu... -

berusaha belajar dari segala hal untuk menjadi lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Miskin Harta Kaya Hati

1 Januari 2013   20:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:40 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_232905" align="alignnone" width="684" caption="Picture by Titiani"][/caption] Teringat cerita sekilas tentang mbah Bejo, yang dulu sekali pernah ditayangkan di salah satu stasiun TV. Diceritakan dalam reality show itu ada seorang lelaki tua sebut saja namanya Mbah Bejo, yang jalanpun sudah tidak tegak lagi, rambut memutih dan gurat-gurat ketuaan terlihat jelas sekali di wajahnya. Dia tinggal di sebuah rumah yg mungkin tidak lagi layak dikatakan rumah, sebuah gubuk kecil yang berdinding bambu yang sudah berlobang disana-sini. Gubuk tua itupun terletak di lahan salah seorang tetangganya yang berbaik hati membolehkan dia tinggal dan membangun sebuah gubuk kecil di lahannya sembari merawat lahan dimana Mbah Bejo boleh menempatinya. Ternyata di gubuk itu dia tidak tinggal sendirian, ada seorang kakek tua juga yang tinggal bersamanya sebut saja namanya Mbah Slamet . Mbah Bejo itu ternyata mengurus Mbah Slamet yg memiliki sedikit keterbelakangan mental, dia sudah menganggap mbah Slamet sebagai saudaranya sendiri meskipun secara lahiriah mereka sama-sama tua dan tidak ada pertalian darah sama sekali. Dulu sekali Mbah Bejo bertemu Mbah Slamet ketika Mbah Slamet yang sebatang kara meminta makan ke gubuknya layaknya seorang pengemis yang meminta makanan karena kelaparan. Tetapi karena mbah Slamet terbelakang mental maka setelah mendapat makanan dari mbah Bejo dia tidak mau beranjak pergi dari rumah mbah Bejo. Karena kebaikan hatinya Mbah Bejo mengijinkan mbah Slamet untuk tinggal bersamanya. Mbah Bejo memiliki beberapa ekor kambing. Kambing-kambing itu dulunya adalah pemberian tetangganya untuk dirawatnya, kemudian lambat laun berkembang biak seperti itu. Ketika Mbah Bejo masih muda, dia memiliki seorang istri yang setia, mereka menikah namun tidak dikarunai seorang anakpun, keduanya buta huruf tanpa mengenyam pendidikan sama sekali. Mereka terlahir dari keluarga yang sangat miskin, sehingga untuk memenuhi kebutuhan utamanya, mereka harus bekerja sebagai buruh tani di desanya. Ketika mereka tua dan tak bisa lagi bekerja sebagai buruh tani lagi, mereka hanya membantu sekedarnya saja sekuat tenaganya saja. Beruntung ada salah seorang tetangganya yang berbelas kasihan mengijinkan mereka tinggal dan merawat lahannya. Kini yang menjadi tanggung jawab mbah Bejo setelah istrinya meninggal adalah merawat mbah Slamet yang terbelakang mental dan tidak kuat lagi berjalan jauh. Mbah Bejo tidak pernah mengeluh atas keadaannya yang seperti itu. Kesederhanaan hidupnya membuat ia begitu sederhana pula memandang kehidupan. Kesehariannya mbah Slamet hanya bersenandung dan sibuk bercanda dengan kambing-kambing mbah Bejo, itulah yang sering menghibur hatinya dan Mbah Slamet dengan sabar pula setiap harinya menunggu mbah Bejo memberinya makanan ketika merasa lapar. Selain itu Mbah Bejo harus merawat kambing-kambingnya serta lahan disekeliling gubuknya. Kalaupun mbah Bejo tidak memiliki uang untuk membeli makanan, maka yang dilakukannya adalah memetik tanaman seperti daun singkong ataupun dedaunan lain yang ada di lahan di sekitar rumahnya untuk direbus dan dimakan bersama mbah Slamet, tanpa pernah meminta belas kasihan orang lain, seringkali juga beberapa tetangganya yang berbelas kasih membagi sedikit makanan kepada mbah Bejo dan mbah Slamet. Seperti sore itu mbah Bejo pulang dari masjid di desanya membawa makanan/berkat hasil kenduri di masjid dan membaginya bersama dengan mbah Slamet. Setiap sore mbah Bejo selalu pergi ke masjid untuk belajar mengaji. Dia mengenal Islam baru belakangan ini, ketika itu salah seorang ustad memperkenalkan Islam kepadanya lebih dekat. Selama ini dia hanya tahu Islam dari beberapa tetangganya  hanya sekilas saja tanpa ada seorangpun yang membimbingnya lebih lanjut, karena dia tidak mengenal baca tulis maka Islam hanyalah sekedar nama baginya. Kali ini dia begitu takjub dan tercengang ketika ustad tersebut dengan rela dan sabarnya membimbing dia.  Meskipun dia tidak bisa membaca dan menulis tetapi sejak itu dia bertekad dan berkeyakinan untuk belajar membaca Al Qur'an. Dan inilah pertama kalinya dalam hidupnya belajar membaca dan menulis. Sekarang meskipun dia masih tertatih-tatih membaca huruf-huruf di dalam Al Qur'an tetapi di dalamnya hatinya dia bertekad untuk menjalankan perintah agama sebisa mungkin. Seperti kesehariannya dia sempatkan untuk ke masjid sholat berjamah disana dan setiap sore belajar mengaji. Tak henti-hentinya dia juga berusaha menasehati mbah Slamet untuk belajar Islam, namun karena mbah Slamet terbelakang mentalnya maka hal itu sangatlah sulit baginya dengan kesabarannya mbah Bejo berusaha memahaminya, hanya sesekali kesedihan hatinya tidak bisa disembunyikan dari raut wajahnya, dikarenakan hanya bersama mbah Slametlah temannya berbagi sehari-harinya. Seperti saat itu satu bulan lagi Idul Adha akan dirayakan, mbah Bejo meskipun dengan keadaannya yang sangat terbatas dia bertekad  akan memberikan satu ekor kambingnya untuk dikurbankan di masjid di desanya. Dia menyadari sepanjang hidupnya barulah sekarang dia merasakan menjadi seorang hamba Allah yang menyerahkan dirinya hanya kepadaNya. Sekarang yang dia rasakan adalah bahwa Allah selalu mencintainya. Tak pernah lagi dia rasakan kekurangan dalam hidupnya sebagai suatu hukuman, dia merasakan bahwa  Allah memberikan nikmat kepadaNya dan dia masih bisa berbagi dengan orang lain semampu yang dia lakukan. Subhanallah.... betapa kita bisa belajar dari kebaikan hati mbah Bejo dengan segala kekurangannya. Dia merasa sangat tercukupi dengan kasih sayang Allah. Yang menjadi tujuan hidupnya sekarang hanyalah menghamba hanya pada Allah semata. Tidak ada kata terlambat meskipun usia sudah mulai merayap senja. Semoga kisah ini menjadikan kita ingat apa yang menjadi tujuan hidup kita. Sudahkah kita bersyukur padaNya? Sudahkah kita menjadi pribadi yang lebih baik dari kemarin? Marilah kita bermuhasabah. Masih ada kehidupan kelak nantinya sesudah kita hidup di dunia ini. Marilah kita bersegera dan berlomba-lomba mengumpulkan bekal amal kebajikan untuk kehidupan di akhirat nantinya. Semoga Allah membukakan pintu ampunanNya dan semoga Allah memberikan kemudahan dalam kebaikan bagi kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun