Ki Hadjar Dewantara, yang lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta sebagai RM Soewardi Soerjaningrat, merupakan tokoh pendidikan berpengaruh di Indonesia yang berjuang melalui gagasan dan institusi untuk membangun bangsa merdeka dan setara. Sebagai anggota keluarga bangsawan, ia mengenyam pendidikan formal di ELS dan STOVIA, namun karena masalah kesehatan ia tidak dapat menyelesaikan studinya. Pilihannya untuk beralih ke dunia jurnalistik mengawali perjuangannya menentang kolonialisme Belanda, terutama melalui tulisan-tulisan yang kritis dan tajam di berbagai media massa. Kritiknya yang terkenal dalam tulisan "Als Ik een Nederlander was" menyulut semangat nasionalisme serta penolakannya terhadap penindasan.
Pendidikan sebagai Sarana Kemerdekaan
Pada 1922, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan kultural terhadap sistem pendidikan kolonial yang diskriminatif dan eksploitatif. Ia percaya bahwa pendidikan yang berbasis pada nilai budaya lokal akan mengangkat martabat bangsa dan memupuk jiwa nasionalisme di kalangan rakyat. Melalui semboyan "Ing ngarsa sung tulada" (di depan memberi teladan), "Ing madya mangun karsa" (di tengah membangun kehendak), dan "Tut wuri handayani" (di belakang memberikan dorongan), ia menanamkan pentingnya peran guru sebagai motivator yang mendidik siswa untuk mandiri dan kreatif.
Pemikiran Politik dan Perjuangan Anti-Kolonial
Selain pendidikan, Ki Hadjar Dewantara aktif di kancah politik dengan bergabung dalam organisasi seperti Budi Utomo dan Indische Partij, bersama Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan EFE Douwes Dekker. Dalam Komite Bumiputera, ia menentang politik diskriminasi dan mengusung gagasan "Hindia untuk orang Hindia," menegaskan pentingnya kesetaraan di tengah kebijakan kolonial yang menindas. Keteguhan dalam menentang ketidakadilan ini terlihat ketika ia menolak Undang-undang Sekolah Liar 1932, yang berusaha membatasi perkembangan pendidikan bumiputera. Berkat upayanya, undang-undang tersebut akhirnya dicabut, menjadi bukti keberhasilan perjuangan kolektif melawan kolonialisme.
Sistem Among dan Pengembangan Jiwa Nasionalisme
Melalui sistem pendidikan "among," Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan pendekatan humanis dan gotong royong yang menjunjung tinggi rasa hormat dan kekeluargaan dalam hubungan guru-siswa. Menurutnya, pendidikan harus membangun kesadaran diri dan mengarahkan siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan mandiri, serta menyadari perannya sebagai generasi penerus bangsa. Dengan nilai-nilai tersebut, Taman Siswa bukan hanya sekedar lembaga pendidikan, tetapi juga tempat yang menggembleng para pemuda untuk mencintai tanah air dan menentang segala bentuk penjajahan.
Warisan Abadi untuk Bangsa Indonesia
Perjuangan Ki Hadjar Dewantara telah meninggalkan warisan yang sangat bernilai bagi bangsa Indonesia. Dedikasinya dalam membangun pendidikan yang merdeka, berbudaya, dan demokratis menegaskan pentingnya peran pendidikan dalam membangun kesadaran kebangsaan. Semboyan yang ia wariskan, bersama dengan nilai-nilai yang dianutnya, terus menjadi pedoman bagi pendidik di seluruh Indonesia, menginspirasi generasi muda untuk membangun bangsa yang kuat, adil, dan sejahtera. Warisan Ki Hadjar Dewantara tak hanya hidup dalam lembaga Taman Siswa, tetapi juga dalam hati setiap orang yang menghargai pentingnya pendidikan untuk membentuk masa depan yang lebih baik.
Melalui tulisan ini, kita diingatkan akan dedikasi dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara yang mengakar kuat pada semangat nasionalisme dan kemanusiaan.
References