Mohon tunggu...
Reza Mahiendra
Reza Mahiendra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

SDN 04 Batu Ampar Petang|SMPN 209| SMAN 30 Jakarta| Universitas Indonesia| Sastra Indonesia|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Atas Kereta Ekonomi

19 Juli 2012   08:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:47 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang berusaha, berusaha untuk menggapai impian mereka, cita-cita mereka. Ada yang berhasil menggapainya, ada juga yang tidak. Mereka berjuang dengan keras, walaupun banyak rintangan, cobaan, maupun ujian yang mereka hadapi. Tetapi, mereka tidak menyerah begitu saja, mereka terus-menerus mencoba untuk bangkit walaupun jatuh berkali-kali karena satu tujuan. Satu tujuan untuk membahagiakan orang tua mereka, keluarga, dan orang-orang yang mereka cintai.

Cinta. Ya, mereka menyebutnya cinta. Semua orang rela mengorbankan apa pun demi cinta.

“Pak Depok satu.” Aku pun melihat jam di hp-ku “Jam setengah delapan lewat lima menit, ternyata masih keburu, pelajaran dimulai jam delapan, kata petugas loket keretanya datang sepuluh menit lagi”. Aku pun duduk sambil menunggu kereta datang.

“Waduhh! Parah! Udah setengah delapan! Padahal pelajaran bakal dimulai jam delapan! Mati nih gua!” Aku pun cepat-cepat untuk berangkat kuliah. “Pa, Ma, Indra berangkat dulu ya”.

“Iya, hati-hati di jalan”

Aku pun cepat-cepat naik angkot menuju stasiun Pasar Minggu karena sudah telat.

“Pak, Ekonomi depok.” Sambil menyodorkan uang seribu rupiah.

Aku pun lari menuju peron. Menaiki dua anak tangga sekaligus karena sudah saking paniknya. “Untung aja masih keburu, soalnya keretanya datang abis ini.” Dalam hatiku sambil mengelap keringat.

Aku pun segera mencari tempat duduk untuk menunggu kereta datang. Tetapi, langkahnya terhenti karena ia melihat teman sekelasnya Amel yang sedang duduk menunggu kedatangannya.

“Amel? Lo udah lama disini? Lo naik kereta juga sekarang?” Tanyaku.

“Enggak, baru kok. Hehehe, Iya”

“Oh, haha telat juga lo, sama kita.”

“Hehehe, iya.”

“Keretanya dateng tuh Mel. Ayo,langsung naik aja biarpun rame. Udah telat soalnya.”

“Iya.”

Aku dan Amel pun langsung menerobos memaksa masuk. Selama perjalanan, Aku dan Amel pun ngobrol, ketawa, bercanda. Semuanya dilakukan di atas kereta ekonomi. Ya, kereta ekonomi, kereta rakyat yang sudah bobrok, tua dan tidak layak pakai itu. Kereta yang menjadi sumber nafkah bagi sebagian orang. Kereta yang kotor, yang bau, yang penuh sesak, semuanya bercampur menjadi satu.

“Wah, parah nih Mel boleh masuk gak ya. Udah telat soalnya. Lo kayaknya tenang-tenang aja Mel?” Tanyaku

“Ya gua juga ngeri gak boleh masuk, tapi mau diapain lagi Dra”.

“Berdoa aja dah Mel semoga dosennya telat”. “Udah Stasiun Pancasila nih, ayo Mel siap-siap turun”. Aku pun menuju pintu gerbong karena sebentar lagi sampai.

Setelah sampai aku pun langsung buru-buru menuju kelas.

“Ayo Mel, buruan jalannya, udah telat kita.”

“Iya tunggu sebentar Dra”.

Aku dan Amel satu jurusan, tapi kami beda kelas. Aku kelas A dan Amel kelas B.

“Gua duluan ya Mel, Gua di gedung 4, lo di gedung berapa?”.

“Gedung 6”.

“Ya udah, gua duluan ya”. Sesampainya di depan kelas, Aku melihat dosennya sedang nerangin pelajaran, Aku pun langsung mengetok pintu kelas.Tetapi, dosennya tidak dengar, aku pun mencoba membuka pintu. Tetapi, tidak bisa! Pintunya dikunci! Aku pun mencoba mengetok pintu sekali lagi. Kali ini dosennya melihatku, tapi dia bukannya membukakan pintu malah mengusirku dengan gerakan tangan.

Sial! Percuma aku capek-capek lari dari stasiun menuju kesini! Aku pun langsung menuju kantin. Belum selesai menuruni tangga, aku pun ketemu teman sekelasku, ternyata dia lebih parah dariku! Dia baru datang!

“Dra, gak boleh masuk yak?”.

“Kagak Tang, gua aja diusir sama dia, lo baru dateng? Padahal udah capek-capek gua lari dari stasiun, taunya kagak boleh masuk”.

“Hahaha,iya kesiangan gua, ya udah ke kantin aja nyok”.

“Tang, Tang, masih aja telat, lebih parah dari gua lagi, padahal kosan lo kan deket dari kampus”. Dalam hatiku

Sesampainya di kantin, aku pun langsung memesan makan.

“Gua pesen makan dulu Tang, lo ke meja aja duluan.”

“Oi, Dra,” Sapa seniorku

“Oi, Luk”.

“Gimana kabar lo sama Amel? Udah jadian?”

“Jadian apaan?”

“Ya elah, udah jujur aja sama gua, udah jadian kan lo”

“Sumpah demi Allah dah, kagak jadian gua. Ya udah gua duluan yak.”

“Yoi”.

Aku pun bingung sebenarnya ada apa, dari senior sampai temen-temen sekelas pasti bertanya tentang Amel.

“Ngapa lo?”

“Gua bingung Tang, ngapa semuanya ngira gua udah jadian yak sama Amel, Apa gara-gara pas gua nganterin Amel pulang terus pas abis latihan PK.” (PK atau Petang Kreatif yang sering diadakan setiap tahun setiap jurusan untuk acara mahasiswa baru berbentuk parodi atau drama).

“Yah, mungkin aja.”

“Lah tapi Tang, gua nganterin gara-gara, ya pertama kan dia cewek masa pulang malem-malem sendiri, kedua rumahnya juga satu arah sama gua, ya gua anterin, lagian itu kewajiban seorang laki-laki coy!”.

“Hahaha gaya lo!”

“Hahaha, ya udah dah gua makan duluan Tang, laper gua”.

Keesokan harinya, setiap pagi aku dan Amel pasti bareng naik kereta menuju kampus. Aku sampai hafal Amel pasti menungguku datang sambil duduk di peron pertama hanya untuk pergi ke kampus bareng denganku. Setiap hari, setiap pagi, setelah aku naiki anak tangga pasti terlihat Amel sedang duduk menungguku. Aku pun semakin lama semakin dekat sama Amel.

Suatu hari aku sudah telat sekali dan aku sudah niat untuk bolos pada jam pertama. Aku pun santai pergi ke stasiunnya, aku pun berpikir mungkin Amel sudah pergi duluan, tetapi tidak. Ia tetap menungguku datang hanya untuk bareng denganku.

“Amel! Lah lo masih di sini?” Tanyaku

“Hehehe iya, Dra”

“Lah lo gak ada kelas emangnya? Lo udah daritadi di sini?

“Ada, iya udah daritadi”.

“Ya udah ayo siap-siap, keretanya udah dateng tuh.”

Setelah turun dari kereta, aku pun jalan berdua dengan Amel menuju fakultas. Kamiberdua pun berjalan dengan pelan melewati jalan yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang tinggi di kedua sisinya, dan di sebelah kanannya terdapat kandang rusa, tapi aku merasa ada yang aneh dengan Amel, tidak seperti biasanya dia diam, di kereta pun dia diam.

“Mel, lo diam aja daritadi? Ada apa?”

“Gak Dra, gak ada apa-apa.”

“Bener nih, habis lo gak kayak biasanya?”

“Dra gua pengen ngomong sama lo.”

“Ngomong apaan?” Kami berdua pun berhenti sebentar di tengah jalan.

“Gua suka sama lo Dra.”

Aku kaget dengan pernyataan Amel. Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakannya tadi.

“Lo gak bercanda kan Mel?”

“Gua serius Dra, gua suka sama lo. Gimana Dra? Lo mau kan jadi pacar gua?”

Aku pun hanya bisa diam. Aku bingung harus menjawab apa.

“Gua gak bisa jawab sekarang Mel”.

“Tapi Dra? Tolong kasih jawabannya.”

Aku pun segera jalan dengan cepat menuju kelas karena pernyataan Amel tadi. Aku pun meninggalkan Amel. Soalnya, aku bingung, aku bingung harus jawab apa.

Setiap hari sepulang kuliah, pergi kuliah, di rumah, aku pun terus memikirkan pernyataan Amel sampai-sampai aku pun tidak bisa tidur. Setiap ketemu Amel aku pun seperti menghindar dari dia. Sudah seminggu atau tiga hari, aku tidak tahu pasti berapa hari sejak pernyataaan cinta Amel, aku pun dapat SMS dari Amel.

“Dra, bagaimana jawabannya? Gua gak bisa nunggu lagi, biar semuanya jelas Dra.”

Aku bingung harus jawab apa, aku juga gak mau sakitin hati Amel, tapi aku harus jawab, aku gak bisa bohongin perasaan aku sendiri, walaupun mungkin Amel akan selamanya membenciku, dan mungkin aku juga gak bisa bercanda, ngobrol, tertawa, lagi sama Amel, pergi ke kampus bareng dengan naik kereta yang sama.

“Maaf Mel, gua gak bisa, maaf.”

“Kenapa Dra? Kenapa?”

Aku pun tidak membalas SMS Amel. “Maaf Mel, bukannya gua mau nyakitin lo, maafin gua Mel.” Dalam hatiku.

“Akan segera masuk dijalur dua Commuter Line jurusan Depok. Perhatikan dari arah Utara akan segera masuk Commuter Line jurusan Depok”.

“Dek, Misi dek, ini kereta jurusan Depok kan?” Aku pun kaget, aku tersadar dari lamunanku.

“Iya, iya Bu, jurusan Depok.”

“Makasih ya dek.”

“Iya Bu, sama-sama.”

Aku pun langsung melihat jam di hp-ku, jam delapan kurang lima belas, sepuluh menit aku melamun teringat Amel. Rasanya kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Sekarang aku sendiri, tidak ada yang menemaniku, tidak ada yang menungguku, tidak ada yang mengajakku ngobrol, bercanda, tertawa di atas kereta ekonomi ini. Setiap aku selesai menaiki anak tangga stasiun biasanya Amel sedang menungguku, duduk di peron pertama, tapi sekarang tidak ada, yang ada hanya bayangan diri Amel yang sedang duduk menungguku. Aku baru tahu dari teman-temanku kalau kau naik kereta hanya untuk menemuiku.

Semua masa indah yang kulewati bersama Amel sekarang sudah hilang bersamaan akan hilangnya kereta ekonomi ini. Di atas kereta ekonomi ini, ya di atas kereta ekonomi ini aku dan Amel bercanda, tertawa, semuanya terjadi di sini. Sekarang Amel sudah menemukan pengganti diriku, semoga pengganti diriku tidak sepertiku yang hanya bisa menyakiti perasaanmu Mel. Semoga kau bahagia dengan dirinya Mel. Walaupun kereta ini akan hilang, tapi kenangan ini, kenangan tentangmu tidak akan hilang dalam ingatanku Mel.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun