Mohon tunggu...
REZA ZAA
REZA ZAA Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa sosiologi

haii

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Polemik Kenaikan UKT, Nasib Pahit "Middle Class" dalam Mengakses Pendidikan

15 Mei 2024   20:55 Diperbarui: 17 Mei 2024   14:30 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dana pendidikan. Fenomena UKT dan uang pangkal perguruan tinggi mahal. (Sumber: Thinkstockphotos.com via kompas.com)

Kelas menengah seringkali diidentifikasi sebagai tulang punggung ekonomi suatu negara. Di Indonesia sendiri kelompok ini biasanya memiliki rumah serta layanan kesehatan yang memadai, menikmati pendidikan tinggi untuk anak-anak mereka, dan memiliki penghasilan yang cukup. 

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kondisi kelas menengah saat ini sangat memprihatinkan.Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan biaya listrik serta harga kebutuhan pokok lainnya terus meningkat, sementara gaji atau pendapatan mereka tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini membuat kelas menengah semakin terbebani dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Bagi keluarga dengan perekonomian mapan, pendidikan dapat menjadi ajang untuk meningkatkan status dan reputasi keluarga. 

Namun untuk keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah, pendidikan merupakan salah satu jalan paling memungkinkan untuk keluar dari kemiskinan. 

Dengan pendidikan seseorang  dapat memiliki cukup pengetahuan untuk beradaptasi pada sistem mapan yang sedang berkuasa agar menanggalkan status kemiskinannya.

Dalam konteks pendidikan mahasiswa di perguruan tinggi seringkali mendapatkan UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka bahkan lebih tinggi dari penghasilan orangtua mereka.

Hal ini tentu menjadi beban bagi orangtua kelompok mahasiswa yang berada di ekonomi tengah.Mahasiswa yang berada di kelas ini tidak termasuk dalam kategori penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar) mereka harus berjuang keras untuk memperoleh pendidikan tinggi yang layak.

Orang tua mereka sering kali "sesak nafas" secara finansial dalam melunasi UKT, membuat mereka terjebak dalam dilema keuangan yang berat.

Sementara beasiswa yang ditawarkan pihak lain juga sering kali mempertanyakan kepemilikan kendaraan,rumah bahkan surat keterangan tidak mampu.

Fenomena kenaikan UTK jika dilihat dari kacamata Bourdieu merupakan sebuah bentuk implementasi kekuasaan dan dominasi paling halus yang terjadi pada abad kontemporer ini. 

Meski telah dibahas sejak masa klasik, kekuasaan dan dominasi lebih sering dibahas pada tataran yang tampak kasar saja. Kekuasaan dan dominasi dalam wacana kontemporer hendak dibawa pada tatarannya yang paling halus. 

Bagi Bourdieu, sistem pendidikan  masyarakat kapitalis berfungsi untuk melegitimasi kesenjangan kelas.Keberhasilan dalam suatu sistem pendidikan difasilitasi (atau tidak) oleh kepemilikan modal budaya dan kebiasaan yang sesuai dengan sistem tersebut.

Fenomena tersebut juga  menimbulkan pertanyaan "Apakah pendidikan pada akhirnya hanya dapat diakses dan dinikmati oleh kelompok kaya?” Pierre Bourdieu menjawab pertanyaan ini secara tidak langsung dalam bukunya yang berjudul  Reproduction in Education, Society and Culture  (1990).

Bagi Bourdieu, pendidikan adalah tempat reproduksi budaya kelas penguasa. Artinya ada upaya untuk mempertahankan budaya dominan secara turun-temurun guna melanjutkan praktik dominasi (Jenks, 1993).

Dari sini bisa kita lihat bahwa praktik dominasi menunjukkan adanya keterlibatan kekuasaan seseorang atas  modal kepada orang lain. 

Sederhananya, semakin besar modal, semakin besar pula kemampuan untuk mendominasi.Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan dominasi memerlukan  ketimpangan modal.

Biaya pendidikan yang terus meningkat bagaikan batu besar yang menghimpit kelas menengah Indonesia. Beban biaya hidup yang kian berat, diiringi dengan stagnasi pendapatan, membuat mereka terjebak dalam siklus keuangan yang menyesakkan.

Untuk itu pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih adil dalam penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri. Dengan mempertimbangan kemampuan ekonomi dan latar belakang keluarga harus menjadi faktor utama dalam penentuan UKT.

Pemerintah dan pihak terkait juga perlu mengevaluasi ulang subsidi pendidikan,bukan hanya kepada mereka yang secara ekonomi tidak tampu tetapi kepada mereka juga masyarakat kelas menengah yang serba diposisi naggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun