Di lain sisi daripada konten yang kreatif seperti Youtuber beberapa tahun lalu, para vlogger mendadak ini justru memberikan vlog yang sebenarnya kalau menurut saya pribadi tidak begitu menarik. Mungkin, sebagai negara yang baru dinyatakan "maju", masyarakat Indonesia mayoritas malah senang melihat kehidupan pribadi para aktris yang mungkin saja tidak se"pribadi" itu. Semua demi konten, bukan?
Pamer Kekayaan
Konten yang dikatakan "pribadi" dalam vlog beberapa aktris rasanya beberapa waktu terakhir dapat dikatakan sebagai toxic. Bayangkan, beberapa dari mereka secara gamblang memamerkan kekayaan mereka, mendeskripsikan barang-barang mereka dengan harganya, dengan di mana mereka membelinya, bahkan sampai membandingkan kekayaannya dengan aktris lain. Adu kaya lah istilahnya.
Pria di awal yang saya sebutkan tadi juga menambahkan statement-nya dengan "di mana sih rasa kemanusiaannya?!". Saya setuju dengan beliau.Â
Bayangkan, di tengah pandemi ini ketika banyak masyarakat yang menonton vlog mereka, masyarakat yang kemungkinan besar berada di tingkat ekonomi-sosial menengah ke bawah, membutuhkan pemasukan lebih, malah melihat kekayaan yang tidak ada habis-habisnya dari para vlogger yang lebih suka dinamakan influencer.
Sebenarnya saya bingung, apa yang di-influence kan oleh para influencer ini? Apakah rasa iri? Jelas, semestinya bukan, kan?
Dampak Sosial
Kita tidak bisa memukul rata semua hal yang diberikan influencer jelek, konten-konten sosial seperti memberikan bantuan kepada yang membutuhkan jujur saya beri acungan jempol karena dapat meningkatkan human interest masyarakat yang menonton (diluar sifat riya'). Akan tetapi, bagaimana dengan konten yang mereka tayangkan di dalam rumah mewah mereka, dengan mobil-mobil sport, disertai karakter anak-anak mereka yang nampaknya "dilatih" tamak?
Mungkin saja penonton dan subscriber semakin merasa kecil hati untuk berkembang. Perasaan "yang kaya makin kaya, yang miskin semakin miskin" akan semakin tertanam dalam pribadi mereka. Rasa "ah gue ga mungkin kayak die-die orang" akan semakin terpupuk.
Atau mungkin, perasaan iri (seperti yang dialami pria paruh baya di tukang soto ini) semakin muncul. Kedengkian yang terpupuk begitu dalam dan semakin merasakan "hidup memang tidak adil" akan semakin membesar. Hal ini sangat berbahaya bagi keseimbangan mental masyarakat.
Masyarakat juga bisa mendapatkan contoh kalau bilamana mereka nanti mempunyai rezeki besar harus ditampilkan sedemikian rupa. Nampaknya hal ini begitu membahayakan tingkat kecemburuan sosial di masa mendatang. Atau jika tidak punya rezeki besar, mereka memaksakan diri untuk tampil sebegitu trendy-nya walaupun isi dompet tidak sesuai, yang penting sama dengan yang dipakai si influencer.