Mohon tunggu...
Reza Imansyah
Reza Imansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa teknik sipil yang sangat menyayangi ilmunya. Suka menguak sisi lain Indonesia, khususnya dalam sosial, budaya, dan politiknya. Menulis menjadi bagian dari hidup. Dan akan terus hidup walau saya mati. Saya yakin.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ad Hominem yang Sangat Mengakar

13 Juli 2020   11:56 Diperbarui: 13 Juli 2020   11:55 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi di atas telah menjelaskan secara harafiah mengenai apa itu ad hominem (argumentum ad hominem). Contoh singkatnya seperti gambar tersebut, ketika seorang anak jurusan IPA berbicara tentang politik dan dibantah dengan "Kamu tuh IPA, Ngerti Apa Emang?" dikarenakan karakteristik anak IPA yang tidak mempelajari hal politik di sekolah. Padahalnya, tidak semua anak IPA tidak suka belajar non-sains, tidak semua pelajaran didapat di sekolah, dan pastinya tidak tentu anak IPS lebih benar dalam berbicara hal non-sains. Begitupula sebaliknya. Semestinya manusia melawan argumen manusia lain, khususnya dalam sebuah perdebatan, dengan premis-premis yang logikal dan menjawab lontaran lawan secara menyeluruh.

Sayangnya, setelah hidup sekitar dua dasawarsa di Indonesia, saya merasa ad hominem sangat mengakar di Indonesia. Generalisasi berbasis suku dan agama menjadi faktor utama mengapa ad hominem selalu hadir, bahkan di setiap perbincangan kita sehari-hari. Ada perusahaan yang kurang mau menerima orang Batak karena sifatnya keras, ada kostan yang tidak mau menerima orang Papua karena sering mendatangkan keributan, sampai hanya mau memilih orang Jawa sebagai pemimpin karena karakter lembutnya adalah contoh-contoh ad hominem secara komunal.

Dalam kehidupan personal, jangan salah, saya dan Anda mungkin sering pula melakukan ad hominem. Contohnya dalam kasus Virus Corona sekarang. "Ah, pantes aja Jawa Timur kasusnya naik terus! Orangnya batu, sih!" atau "Yak kalo provinsi sepi kayak Jambi atau Bengkulu mah pantes dikit kasusnya, kan mereka ga ngapa-ngapain!". Semua hal dilandasi perihal-perihal karakteristik pribadi atau generalisasi umumnya populasi yang bahkan belum terbukti apakah karakter tersebut melekat dalam setiap atau sebagian besar pribadi populasi daerah tersebut.

Setiap Manusia Unik

Secara genetika, setiap manusia yang ada di bumi diciptakan tidak ada yang sama persis seratus persen, bahkan antar saudara kembar pun pasti terdapat perbedaan. Seiring dengan berkembangnya zaman dan banyaknya input entah dari lingkungan maupun skala yang lebih kecil, karakteristik orang akan semakin bervariasi. Cara manusia berpikir dan menangkap informasi yang sama pastinya akan berbeda-beda. Oleh karena itu, manusia memang unik pada dasarnya dalam setiap pribadi.

Sebenarnya Indonesia kini sudah mulai memahami bahwa karakter tidak terikat dengan suku atau agama mereka. Dengan kasus pencopetan yang tidak hanya suku itu-itu saja, premanisme yang dilakukan oleh suku berbeda-beda, atau hal-hal baik yang tidak selalu dilakukan oleh suku tertentu semakin marak terjadi dan membuktikan kalau ad hominem itu kesalahan berpikir yang nyata adanya. Sayangnya, entah keinginan atau ketakutan masyarakat untuk menghilangkan budaya yang sebenarnya tidak sesuai dengan zaman membuat ad hominem terus berada di antara kita.

Misalnya, orang Jawa terus mempertahankan sikap santun mereka dan tidak berbicara yang buruk di depan banyak orang. Efek sampingnya adalah gosip yang beredar di mana-mana. Seseorang yang menjadi target pembicaraan tidak menjadi berbenah justru bisa makin menjadi karena dia tidak mengetahui secara jelas letak keburukannya. Ad hominem yang dilakukan oleh orang Jawa sendiri adalah menyatakan hal ini tidak apa-apa, bahkan membanggakan kalau "ini sikap orang Jawa yang benar". Padahalnya, bicara blak-blakan ada sisi positifnya. Dampaknya adalah ketika ada orang Jawa yang menyatakan blak-blakan suatu pendapat, tidak didengarkan lagi karena dirasa ada niat di belakangnya atau  orang tersebut dinasehati dengan alasan "Kamu orang Jawa, gak boleh ngomong kayak gitu.".

Masih banyak contoh lain, misalnya orang Sunda tidak boleh marah-marah, orang Batak tidak boleh "bodoh", orang Sulawesi harus "berani". Rasanya ad hominem ini sangat mengakar dilandasi dengan rasa chauvinisme, bukan?

Ad Hominem dan Pendidikan

Pendidikan formal sebagai sesuatu yang didefinisikan sebagai "pendidikan" sampai saat ini, sayangnya, di Indonesia justru belum menghapus pengikatan karakter dengan kepribadian seseorang ini. Seringkali ucapan guru seperti "kok kamu orang Batak tapi gak nanya-nanya?" dengan maksud supaya si anak tersebut fokus kepada pelajaran sedikit demi sedikit menjadi tumpukan kasus yang membuat ad hominem terus turun-temurun. Pandangan guru terhadap anak-anak pada agama atau suku tertentu, entah dispesialkan secara positif atau negatif juga masih sering kita temukan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun