Gotong Royong
Semakin lama hidup saya semakin menyadari efek samping dari gotong royong. Ini adalah budaya yang sangat bagus adanya. Berbeda dengan bangsa-bangsa Barat yang bersikap individualis, ciri gotong royong menciptakan lingkungan masyarakat yang cepat adaptif serta kondusif. Budaya ini tidak boleh hilang, tetapi masyarakat perlu tahu konteks gotong royong. Batas gotong royong itu sampai mana?
Budaya gotong royong sebagai salah satu konsep ideal berbangsa di Indonesia kadangkali menciptakan perasaan masyarakat yang pasrah dengan keadaan dan memberikan kepasrahan itu kepada orang-orang di sekitarnya. "Ah, kalo gaada yang bantu gue palingan dibantuin ama ponakan gue yang tajir melintir!". Pemikiran ini terus turun-temurun dan lantas menyebabkan gotong royong yang awalnya memberikan bantuan kepada yang membutuhkan justru menjadi membebankan kalau orang lain harus membantu dirinya tanpa melakukan upaya preventif terhadap dirinya sendiri.
Contohnya, seseorang yang tidak perlu ke luar rumah ingin bermain di pusat kota. Dengan alasan seperti "paling bokap gue kalo gue kena bakal nyari bantuan ke kaka-adeknya", membuat orang ini tidak takut lagi dengan Virus Corona. Mengenaskan bukan karakter seperti ini?
Perlu adanya pendidikan yang lebih mendasar dan menyeluruh mengenai idealisme gotong royong di Indonesia. Batasan yang jelas, subjek yang harus dibantu, sampai kepada objek yang menerima bantuan secara moral maupun logika. Jangan sampai, semakin banyak orang yang merasa nyaman karena akan dibantu, padahal itu salahnya sendiri.
Over-proud Nationalism
Walaupun saya bilang di awal Indonesia adalah bangsa yang sangat khas sampai-sampai kita sangat sulit meniru bangsa atau negara lain untuk membuat kebijakan, jangan membuat kita tinggi hati atas adanya rasa bangga sebagai "bangsa yang khas".
Kadang Indonesia memiliki ke-khas-an yang jelek dan dipertahankan, seperti berbicara tidak blak-blakan karena takut mencederai perasaan orang lain. Inilah yang terkadang dilakukan oleh pemerintah, khususnya Menteri Kesehatan RI tentang Virus Corona.Â
Sepertinya bukan rahasia lagi kalau Menteri Terawan sangat "hati-hati" untuk berbicara kalau Indonesia terinfeksi Virus Corona sedari awal. Dengan embel-embel rakyat kita kuat, rakyat kita terbiasa terkena serangan virus, bahkan dikatakan influenza lebih berbahaya dilontarkan beliau beserta beberapa pejabat lainnya entah untuk menyenangkan rakyat atau "Bos" Jokowi. Atau, supaya ekonomi tidak mati? Siapa yang tahu.
Sub ini saya khususkan untuk menjelaskan janganlah kita mempertahankan idealisme yang usang nan ambigu, apalagi dimanfaatkan untuk politik yang berdampak pada kepentingan rakyat.
Sebenarnya dari idealisme bangsa yang sudah saya jelaskan di atas sangat tidak patut untuk dihilangkan, bahkan harus semakin ditegakkan. Akan tetapi, sebagai bangsa yang ingin maju dan bergerak ke depan, sudah sepatutnya semua hal yang mengakar di Indonesia patut dikritisi dan diperbaiki demi mimpi besar bangsa yang terwujudkan. Definisi, tujuan, dan batasan idealisme-idealisme ataupun budaya-budaya bangsa perlu dikaji lebih mendalam lagi sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekaligus kultur global. Memang, friksi dengan budaya (bahkan agama) pasti ada.
Namun, lebih baik kita berfriksi supaya anak cucu kita hidup lebih damai daripada diam-diam saja tapi Indonesia bak ditelan bumi? Atau lebih baik ditelan bumi saja supaya gak malu-maluin lagi kayak kalung anti-Corona? He..he..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H