Mohon tunggu...
Reza Furqanza
Reza Furqanza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang hanya memiliki prinsip seperti titik

20107030012 Mahasiswa ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dear Umur 25, Haruskah Aku Sama Seperti Mereka?

25 Mei 2021   10:36 Diperbarui: 25 Mei 2021   10:57 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usia merupakan salah satu tolak ukur untuk melihat sudah berapa lama kita menjalani pahit manis kehidupan. Usia juga menjadi sebuah tolak ukur untuk melihat sudah berapa lama kita mengikuti perputaran waktu di kehidupan. Namun, usia bukanlah satu-satunya tolak ukur untuk melihat sudah seberapa dewasanya diri seseorang. Ada banyak orang-orang yang meskipun usianya sudah tua tetapi sifat dan perilakunya masih seperti anak-anak. Serta juga banyak anak muda yang meskipun usianya masih terbilang seumur jagung, tetapi sikap dan tindakannya sudah jauh lebih dewasa dibanding usianya.

Dewasa tidaknya seseorang tidak hanya dibentuk oleh waktu, tetapi juga oleh keadaan yang dialaminya. Hal inilah yang terkadang sering menjadi sebuah kesalahan dimana masyarakat kita sangat sering mematok suatu kualitas dan pencapaian hanya berdasarkan pada usia. Pada umur tertentu kita dipaksa harus menjadi sesuatu yang sama seperti orang-orang. 

Pada umur tertentu kita dipaksa untuk harus mencapai sesuatu yang sudah dicapai oleh orang-orang. Pada umur tertentu kita dipaksa untuk harus mengikuti standard yang bahkan kita tidak tau siapa yang menentukan standard tersebut. Dan anehnya, ketika kita tidak bisa melakukan semua itu pada umur tertentu, kita dianggap sebagai seseorang yang gagal. Inilah suatu pola yang entah sejak kapan muncul dan menjadi suatu peraturan tak tertulis bagi kita. Lantas haruskah kita mengikuti peraturan ini ?.

Berhasil tidaknya seseorang tidaklah dapat diukur dari suatu standard yang sama karena masing-masing dari kita sudah pasti berbeda. Masing-masing kita memiliki banyak perbedaan mulai dari tinggi badan, berat badan, latar belakang, wajah, warna kulit, tempat tinggal, model rambut, dan berbagai hal lainnya. Lantas mengapa pada suatu tolak ukur umur, kita harus menjadi sama dalam hal pencapaian. Masing-masing orang punya pencapaian dan targetnya sendiri yang tentu saja tidak akan pernah bisa disamakan. 

Ada yang merasa sukses ketika lulus sekolah, ketika lulus kuliah, ketika mulai bekerja, ketika punya rumah, ketika punya sepeda, ketika punya motor, ketika punya mobil, ketika punya uang sekian, dan berbagai target kesuksesan yang bisa kita tentukan sendiri. Kitalah yang menentukan stadard kesuksesan itu. Bukan malah ditentukan oleh umur. Lantas sekali lagi, haruskan kita mengikuti peraturan tak tertulis tentang standard umur itu ?

Saya yakin bahwa anda sudah menyebutkan jawabnnya dalam hati anda. Dan saya yakin bahwa jawaban anda tersebut benar. Namun kali ini, saya ingin bercerita kepada anda tentang jawaban yang saya pegang dan semoga jawaban kita sama. Meskipun jawaban kita tidak sama, setidaknya kita sudah saling bercerita dan menambah berbagai wawasan dari sudut pandang yang berbeda.

Di kehidupan sehari-hari kita, ada begitu banyak standarisasi yang entah darimana munculnya. Salah satu yang paling sering terjadi adalah standarisasi keberhasilan pada umur tertentu dimana salah satunya adalah umur 25. Pada umur 25 tahun, kita dianggap sebagai seseorang yang sudah dewasa. Sudah seperempat abad menikmati perputaran pahit manis dan asam kehidupan. Pada umur itu kita dianggap harus menjadi sesosok orang yang sesuai dengan standard masyarakat. Tak ada yang salah tentang hal ini. Kesalahan itu adalah ketika kita dipaksa untuk menjadi sesosok orang yang sama dalam standarisasi itu. Ketika kita tidak mampu mencapai standard itu maka kita dianggap sebagai seseorang yang gagal. Kita sering dibanding-bandingkan, bahkan sering dianggap sebagai suatu kesalahan fatal. Padahal sebenarnya kesalahan itu bukan pada kita, tetapi pada standard itu sendiri.

Pada umur 25 tahun, kita dipaksa harus menjadi orang yang sukses dan mapan. Namun sayangnya banyak yang lupa bahwa kesuksesan seseorang itu berbeda antara satu sama lainnya. 

Namun entah kenapa kita tetap dipaksa untuk menjadi sama. Pada umur 25 kita baru dianggap sukses jika sudah lulus kuliah, jika sudah punya penghasilan tetap, punya kendaraan pribadi, serta punya rumah sendiri. 

Bahkan terkadang gaji yang didapat juga menjadi sebuah tolak ukur pertanyaan untuk sukses atau tidaknya kita. Lantas ketika tidak bisa memenuhi itu semua, kita dicap sebagai seseorang yang gagal. Ini semua memang tidak terlihat tapi cobalah untuk jujur bahwa anda pasti pernah merasakannya dan tentu saja ini sangat tidak enak untuk dirasakan. 

Ketika dibanding-bandingkan dengan pencapaian yang tidak ingin kita capai. Ketika hasil lebih penting dari proses. Ketika kita harus memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang terkadang tidak masuk dalam jalan rencana kita. Sebuah rasa yang sebagian besar orang tidak ingin cicipi.

Adanya kebiasaan tolak ukur semacam itulah yang sering membuat orang-orang merasa overthinking. Banyak orang-orang yang hendak berjalan ke umur itu merasa risau jika dia tidak bisa memenuhi berbagai pencapaian itu. Sehingga pada tingkat tertentu, mereka malah terlalu memaksakan diri, memakai topeng, menjadi orang yang berbeda, susah tidur, bahkan hingga depresi. Tentu saja ini tidaklah terlalu baik untuk dilakukan.

Jika kita melihat keadaan saat ini, fenomena semacam itu agaknya sudah semakin berkurang dimana sudah banyak orang yang menyadari bahwa setiap kita adalah sosok yang berbeda. Sudah banyak orang-orang yang sadar bahwa umur bukanlah suatu hal mutlak dalam standard pencapaian. Sehingga kita tidak perlu lagi terlalu memaksakan diri untuk menjadi orang yang selalu sama dengan orang lain.

Kesuksesan bukanlah tentang siapa yang lebih dahulu memulai, bukan juga tentang seberapa besar gaji yang kita miliki, apalagi tentang seberapa banyak harta kita. Kesuksesan adalah ketika kita mampu merasa bahagia dalam setiap proses yang kita lalui, ketika kita dapat menikmati setiap tarikan nafas yang kita miliki, dan tentu saja ketika mampu bersyukur menjadi diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun