Meskipun demikian, hening dan sunyi juga membuat perasaan kian sepi apabila terlalu lama berada dalam situasi tersebut. Apalagi jika malam hari, semakin larut, semakin terasa aura sejuknya yang perlahan terus menusuk kulit. Bahkan, sunyinya jalanan malam di Darussalam seakan membuat bulu kuduk merinding.
Tapi terkadang Darussalam harus me-refresh diri dari jam-jam sibuk, ia butuh waktu istirahat untuk mengumpulkan energi lagi, juga butuh waktu untuk menyendiri dari segala keributan. Darussalam butuh keteduhan dalam kesunyian. Karena sebentar lagi, para perantau akan kembali dan meriuhkan jalanan. Lampu lalu lintas akan sibuk mengatur laju kendaraan agar tertib walaupun terkadang ia diabaikan.
Begitulah wajah Darussalam di momen lebaran. Tanpa keributan, tanpa suara bising, tanpa orang-orang sibuk. Tapi kota ku akan terus didatangi oleh para perantau, karena ia sudah memilih untuk menjadi kota pelajar. Ya terserah padanya, tapi bagiku Darussalam yang sunyi ini tidaklah buruk, apalagi jika dihiasi rintikan hujan syahdu, duduk di teras depan rumah dengan dua cangkir kopi panas, bersama “si dia” tentunya.
***
Darussalam, Aceh Besar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H