Meningkatnya emisi karbon menjadi isu yang sangat menarik untuk diperbincangkan saat ini.
Seluruh negara di dunia pun sering mengangkat isu ini di setiap forum dan pertemuan Internasional.
Pasalnya, dampak dari meningkatnya emisi karbon ini dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Mulai dari perubahan iklim yang mengakibatkan perubahan cuaca yang tidak menentu, banjir, suhu permukaan bumi yang meningkat, hingga polusi udara merupakan beberapa dampak yang berbahaya dari hal tersebut.
Oleh karena itu, seluruh negara di dunia mulai gencar untuk menguranginya. Mereka saling bekerjasama untuk mencari solusinya. Bahkan, mereka sepakat untuk menurunkan emisi karbon secara kolektif sebesar 5,2%.
Hal ini mereka sepakati dalam Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change, atau bisa disebut dengan Protokol Kyoto pada Desember 1997.
Tentu, target pengurangan emisi karbon menjadi tanggungjawab yang cukup berat bagi negara-negara maju. Pasalnya, pengurangan emisi karbon tersebut sama saja mengurangi produksi ekonomi mereka. Hal itu tentu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi mereka.
Untuk itu, dalam Protokol Kyoto juga terdapat mekanisme untuk mewujudkan penurunan emisi karbon tersebut. Salah satunya dengan Clean Development Mechanism (CDM) melalui perdagangan karbon.
Perdagangan Karbon sebagai Tren Penghijauan Citra Negara Maju
Lalu, apa itu perdagangan karbon?
Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar, di mana negara-negara maju dan negara-negara berkembang melakukan negosiasi dan pertukaran hak emisi karbon.