Mohon tunggu...
Reza Dwi Kurniawan
Reza Dwi Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - MAHASISWA

Pengamat Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Ada Kata Aktivis Nasionalis Jika Kedepannya Masih Duduk di Senayan

26 Agustus 2024   04:37 Diperbarui: 26 Agustus 2024   04:37 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dokumen pribadi

Menurut Reza selaku Kabid PTKP ( Perguruan tinggi kemahasiswaan dan kepemudaan) komisariat pelita bangsa, Ketika berbicara tentang aktivisme nasionalis, kita sering kali membayangkan seseorang yang berani mengorbankan dirinya demi kepentingan bangsa dan negara. Mereka adalah sosok yang rela turun ke jalan, meneriakkan suara rakyat yang tertindas, dan menghadapi ketidakadilan dengan teguh. Namun, apa yang terjadi ketika mereka yang dulunya adalah aktivis nasionalis justru beralih menjadi bagian dari sistem yang mereka lawan? Fenomena ini semakin sering terjadi, dan mengundang tanda tanya besar di benak masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, banyak aktivis nasionalis yang akhirnya memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Mereka masuk ke dalam partai, mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan bahkan menduduki kursi di Senayan. Awalnya, banyak yang berharap bahwa kehadiran mereka di parlemen akan membawa angin segar dan perubahan yang lebih baik. Mereka diharapkan menjadi jembatan antara suara rakyat dan kebijakan pemerintah yang seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

Namun, realitas berbicara lain. Setelah beberapa tahun menjabat, banyak dari mereka yang dulunya berjuang keras di jalanan kini justru tenggelam dalam kenyamanan kursi kekuasaan. Retorika perjuangan yang dulu lantang terdengar kini meredup, digantikan oleh sikap kompromistis yang cenderung mengikuti arus. Alih-alih menjadi pengawal rakyat, mereka malah larut dalam intrik politik dan tawar-menawar kekuasaan yang justru menjauhkan mereka dari prinsip-prinsip awal sebagai aktivis nasionalis.

Di mata masyarakat, perubahan sikap ini sangat mencolok. Mereka yang dulu mengidolakan para aktivis ini kini merasa dikhianati. Janji-janji manis yang disampaikan saat kampanye seolah menguap begitu saja setelah mereka duduk di kursi parlemen. Kekecewaan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah benar-benar mungkin menjadi seorang aktivis nasionalis jika pada akhirnya terjun ke dalam politik praktis?

Menjadi bagian dari sistem politik, terutama di Senayan, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak faktor yang membuat seseorang terpaksa mengesampingkan idealisme mereka, mulai dari tekanan partai, kepentingan kelompok, hingga pragmatisme politik. Bagi sebagian orang, kompromi ini dianggap sebagai langkah realistis untuk mencapai tujuan jangka panjang. Namun, bagi yang lain, ini adalah tanda bahwa mereka telah kehilangan jati diri sebagai aktivis.

Tidak sedikit dari mereka yang berusaha mempertahankan idealisme dan terus berjuang dari dalam sistem. Mereka mencoba melakukan perubahan dari dalam, meskipun harus berhadapan dengan berbagai hambatan. Namun, upaya ini sering kali tidak terlihat oleh masyarakat, sehingga menimbulkan kesan bahwa mereka telah berubah menjadi bagian dari masalah yang dulu mereka kritik. Padahal, tekanan untuk "bermain sesuai aturan" sangat besar, dan sering kali membatasi ruang gerak mereka.

Di sisi lain, ada pula yang benar-benar kehilangan arah dan tenggelam dalam kekuasaan. Mereka yang dulunya lantang mengkritik korupsi, kini malah terlibat dalam skandal serupa. Mereka yang dulu mengutamakan kepentingan rakyat, kini lebih fokus pada keuntungan pribadi dan kelompok. Fenomena ini menjadi salah satu alasan mengapa kepercayaan masyarakat terhadap politisi, terutama yang berlatar belakang aktivis, semakin menurun.

Kenyataan pahit ini memperlihatkan betapa sulitnya mempertahankan integritas ketika seseorang masuk ke dalam dunia politik. Kekuasaan memiliki daya tarik yang kuat, dan tidak semua orang mampu menolaknya. Mereka yang dulu dikenal sebagai pejuang rakyat, kini menjadi bagian dari elit yang justru menjauh dari rakyat. Ironisnya, label "aktivis nasionalis" masih mereka sandang, meskipun perilaku mereka jauh dari nilai-nilai nasionalisme sejati.

Dalam kondisi ini, masyarakat pun semakin skeptis terhadap mereka yang mengklaim sebagai aktivis nasionalis. Mereka mulai mempertanyakan motif sebenarnya dari para aktivis yang terjun ke politik. Apakah mereka benar-benar berjuang demi rakyat, atau sekadar mencari jalan pintas untuk meraih kekuasaan? Pertanyaan ini semakin relevan ketika melihat realitas yang ada di Senayan saat ini.

Ke depan, tantangan terbesar bagi para aktivis nasionalis yang terjun ke dunia politik adalah bagaimana mereka bisa tetap konsisten dengan nilai-nilai perjuangan mereka. Apakah mereka akan menjadi pionir perubahan, atau justru menjadi bagian dari sistem yang korup dan menindas? Jawabannya terletak pada sejauh mana mereka mampu menjaga integritas dan idealisme dalam menghadapi godaan kekuasaan.

Masyarakat berharap bahwa masih ada aktivis nasionalis yang mampu menjaga api perjuangan mereka tetap menyala meskipun berada di dalam sistem politik yang korup. Mereka ingin melihat bukti bahwa idealisme tidak selalu harus dikorbankan demi pragmatisme politik. Harapan ini tidaklah berlebihan, mengingat sejarah mencatat bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari mereka yang berani berdiri teguh di atas prinsip.

Namun, jika ke depan para aktivis nasionalis ini tetap duduk di Senayan tanpa ada perubahan nyata, maka label "aktivis nasionalis" tidak lagi relevan untuk mereka. Sebaliknya, mereka akan dianggap sebagai bagian dari masalah, bukan solusi. Oleh karena itu, sangat penting bagi mereka untuk selalu ingat akan asal-usul mereka, dan tidak lupa bahwa perjuangan sejati tidak pernah berakhir meskipun telah meraih kekuasaan.

Dengan demikian, masyarakat akan kembali percaya bahwa masih ada harapan bagi perubahan yang lebih baik. Mereka akan melihat bahwa perjuangan aktivis nasionalis bukan sekadar retorika, melainkan sebuah komitmen jangka panjang yang tidak bisa dipadamkan oleh godaan kekuasaan. Hanya dengan cara ini, kata "aktivis nasionalis" akan tetap memiliki makna dan relevansi di tengah dinamika politik yang semakin kompleks.

Pada akhirnya, sejarah akan menilai apakah mereka yang duduk di Senayan benar-benar layak disebut sebagai aktivis nasionalis, atau sekadar politisi yang memanfaatkan label tersebut untuk meraih kekuasaan. Waktu akan menjadi saksi, dan rakyat akan menjadi hakim yang menentukan. Sebab, di mata rakyat, tidak ada kata aktivis nasionalis jika ke depannya mereka masih duduk nyaman di Senayan tanpa ada perubahan berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun