HMI juga perlu menjaga jarak dengan kepentingan politik praktis. Organisasi ini seharusnya lebih selektif dalam menjalin hubungan dengan partai politik dan aktor-aktor politik lainnya. Hubungan yang dibangun harus didasarkan pada prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan, bukan hubungan yang subordinatif di mana HMI hanya menjadi alat politik. Dengan menjaga jarak ini, HMI dapat tetap menjaga independensinya dan berperan sebagai kekuatan moral dalam politik Indonesia.
Selain itu, HMI harus lebih fokus pada isu-isu yang relevan dengan perkembangan zaman. Isu-isu global seperti lingkungan, hak asasi manusia, dan teknologi harus menjadi bagian dari agenda HMI. Dengan demikian, HMI dapat tetap menarik minat generasi muda dan relevan dengan perkembangan dunia. HMI juga harus lebih aktif dalam menjalin kerja sama dengan organisasi mahasiswa internasional untuk memperluas wawasan dan jaringan anggotanya.
Terakhir, HMI perlu memperkuat soliditas internalnya. Konflik-konflik internal yang disebabkan oleh perbedaan afiliasi politik harus diselesaikan dengan cara yang bijaksana dan mengedepankan kepentingan organisasi. Dialog dan musyawarah harus menjadi alat utama dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di dalam tubuh HMI. Dengan soliditas internal yang kuat, HMI dapat kembali menjadi organisasi yang bersatu dan memiliki daya tawar yang tinggi dalam percaturan politik nasional.
Secara keseluruhan, terjebaknya HMI dalam pusaran politik adalah sebuah tantangan besar yang harus segera diatasi. HMI memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan perubahan yang positif bagi bangsa ini, namun potensi tersebut tidak akan terwujud jika HMI terus menerus terlibat dalam politik praktis yang merugikan. Dengan melakukan refleksi dan kembali kepada nilai-nilai dasar, HMI dapat keluar dari pusaran politik ini dan kembali menjadi organisasi mahasiswa yang independen, kredibel, dan relevan.
