Di era modern, pembangunan gencar dilakukan termasuk di Kota Semarang guna mewujudkan smart city. Dimana sebuah kota dirancang untuk mengupayakan pengelolaan sumber daya seefisien mungkin. Hal ini diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses informasi sehingga masyarakat kota hidup dengan rasa nyaman dan berkelanjutan.Â
Mulai dari ekonomi, sosial, dan lingkungan dilakukan sebagai bentuk pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan di masa yang akan datang dalam proses pemenuhan kebutuhan.Â
Poin penting dari konsep smart city ialah memproyeksikan kelanjutan masa di akan datang terkait kualitas hidup. Kota harus mampu mengelola dan mengetahui permasalahan yang ada dengan mengangkat masalah diberbagai dimensi. Misalnya kualitas hidup, transportasi dan mobilitas, ketidaksetaraan, pencemaran lingkungan maupun persoalan tenaga kerja.
Garis besar smart city itu pembangunan, maka semakin banyak lahan hijau digunakan. Itu berarti dimasa yang akan datang lahan hijau semakin sedikit. Salah satu daerah di kota semarang, yaitu Mijen pun sedang mengejar pembangunan, hutan karet menjadi sirkuit, cafe, dan restoran. Hutan jati dirombak menjadi pemukiman, karena Kota Semarang saat ini menjadi wilayah masyarakat urban maka semakin membutuhkan lahan tempat tinggal. Lahirlah perumahan dan desa baru.Â
Penulis berfikir bahwa, pembangunan ini paling berdampak kepada lingkungan. Masyarakat desa datang ke kota, padat-lah penduduk di suatu tempat. Mereka berkendara maka semakin buruk kondisi udara. Guna mengurangi pengangguran perkotaan terus menambah pabrik industri tapi tidak dengan pembuangan limbah, alhasil sumber air bisa saja tercemar dan lingkungan menjadi kotor. Gaya hidup masyarakat desa yang men-kotakan diri terkesan abai dengan permasalahan lingkungan, seperti mereka cenderung membuang sampah sembarangan.
Maka penulis melihat cara pandang lain untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan dan metode baru yang bisa dicontoh untuk generasi yang akan datang yaitu dengan pemanfaatan lahan pekarangan. Tidak hanya untuk tanaman hias tetapi juga bisa ditanami ragam apotek hidup, misalnya jahe, lidah buaya, kencur, kunir, sereh.Â
Dimasa iklim tidak menentu seperti ini tentu minuman sehat sangat bermanfaat untuk menjaga imun tetap stabil. Tanaman hidroponik, seperti sawi,kacang, kangkung, tomat dan terong. Ketika mereka sudah matang, pemilik rumah tinggal memetik tanpa harus beli keluar, nah penanaman sendiri seperti ini sangat menghemat budget bukan?Â
Manfaat dari menggunakan lahan pekarangan sangat banyak, ketika banyak tanaman diluar tentu akan menghasilkan gas O2 yang segar. Suasana rumah menjadi sejuk dan enak dipandang. Penggunaan lahan pekarangan menjadi hal baru dalam pemanfaatan lahan. Meskipun sempit, tumbuhan yang bermanfaat jauh lebih menguntungkan ketimbang halaman rumah diisi dengan rumput liar.
Konsep Kota Semarang menjadi smart city akan lebih mumpuni jika penduduknya juga smart dengan begitu keduanya akan berjalan beriring tanpa ada yang tertinggal.Â
Pemanfaatan lahan pekarangan menunjukan masyarakat yang smart dengan kondisi lingkungan. Masyarakat di Mijen sendiri sudah banyak yang menerapkan pemanfaatan laham pekarangan. Namun, permasalahannya terletak dalam antusiasme masyarakat yang cenderung lebih menggebu ketika ada perlombaan.
 Ketika hari sudah berjalan seperti hari biasa hanya sedikit masyarakat yang memperhatikan dan merawat tanaman. Konsep smart city itu berkelanjutan, mengapa pemanfaatan lahan pekarangan tidak menjadi program desa? pertanyaan penulis coba disampaikan ke salah satu warga di Mijen. " Ya mau bagaiman, disini itu lebih banyak yang kerja, hari minggu untuk santai-santai, jadi susah kalau dijadikan program berkelanjutan, lebih ke arah hobi ibu-ibu saja. " Tutur Ibu Mujiatun, Ketua Dawis pada 17 Agustus 2021.