Manusia itu mahluk perubahan, ia akan menciptakan dan menerima. Kemudian menemukan hal baru dan mengembangkannya, karena hakikatnya manusia yaitu mahluk kreatif dan aktif. Misalnya, manusia mampu menciptakan teknologi baru yang disebut dengan internet. Tindakan manusia dalam rangka pengembangan dan perluasan terhadap apa yang diketahui dan bersifat berencana dalam perubahan. Didalam internet terdapat berbagai layanan online seperti Google, Gmail, Instagram, WhatsApp, Twitter dan lain sebagainya. Informasi menyebar dengan cepat sejalan dengan pengembangan kecepatan internet. Media sosial menjadi sarana online bagi para khalayak umum untuk lebih mudah berpatisipasi, berbagi, dan menciptakan dunia virtual. Media sosial dapat dijangkau semua kalangan karena kemudahannya, namun media sosial menghapus batas-batas bersosialisasi melihat tidak ada batasan sama sekali. Pesatnya perkembangan yang mudah dan murah membuat para penggunanya dapat dengan bebas berpendapat maupun berkomentar tanpa rasa khawatir.
 Era informasi sekarang ini, wacana atau berita dapat ditemukan dan disharing dengan mudah menggunakan media sosial. Namun tidak menutup kemungkinan bahwasanya media sosial yang sangat berpengaruh di masyarakat tidak berjalan dengan baik, maksudnya digunakan oleh oknum-oknum untuk menyebarkan wacana atau berita yang tidak benar atau hoaks. Hoaks mulai mencuat di Indonesia beberapa tahun silam, tepatnya pada pemilihan DKI tahun 2017 dimana vidio Ahok selaku kontestasi DKI Jakarta bertemu dengan warga Kepulauan Seribu mendadak viral dan dianggap sebagai penistaan Agama. Perubahan kritik maupun ujaran kebencian di media sosial dimulai pada era kepemimpinan SBY hingga periode kepemimpinan Jokowi saat ini. Hal ini tentu berbeda sebelum internet masuk dan merajalela di kalangan masyarakat.Â
A. Pola Kritik Masyarakat
Pola kritik mayarakat dapat dilihat dari masa ke masa yang sebenarnya tidak jauh berbeda, hanya berbeda di media baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya melalui surat terbuka kepada Pemerintah, Badan terkait atau melalui badan-badan berwenang yang bersangkutan, kadang surat terbuka juga disampaikan bersamaan dengan aksi orasi atau demo dengan jelas membacakan, menunjukan tuntutan atau kritik serta menyebutkan asal identitas individu maupun kelompok pengkritik. Sedangkan tidak langsung contohnya melalui media berita berupa media koran, gambar karikatur di halaman depan koran, tapi jika sekarang karena perkembangan zaman dan sudah masuk ke media digital terutama sosial media, kritik lebih banyak disampaikan melalui thread atau tulisan panjang, pesan barantai yang disebarkan kepada netizen dengan tidak menunjukkan identitas pengkritik. Bahkan kadang akun anonym bisa seenaknya dan tidak beretika. Cara inilah yang lebih banyak digunakan akhir-akhir ini karena memiliki efek yang lebih besar terutama dalam mengumpulkan masa.Â
Sekarang ini masyarakat diberi ruang untuk mengkritik pemerintah. Adanya ruang dan tidak ada hukuman membuat masyarakat semakin antusias dalam mengkritik bahkan mencari kesalahan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Tidak jarang mengkritik dengan kalimat pedas bahkan tidak beretika. Jika zaman dahulu pemerintahan dikritik melalui aksi masa dan datang ke gedung pemerintahan kemudian kita mengetahui lewat berita hanya dari koran, radio, dan televisi. Berbeda dengan sekarang, berpendapat tinggal diketik di media sosial dan berita-berita muncul dengan mudah, bahkan untuk menarik masa pendemo media sosial menjadi alat paling ampuh untuk mempengaruhi masyarakat. Tetapi kemudahan yang dijanjikan oleh media sosial tidak melulu berdampak baik, perkembangan yang begitu pesat memunculkan wacana yang belum tentu kebenarannya. Hoaks (berita bohong) bermunculan sebagai bentuk kebebasan berbicara dan berpendapat di media sosial. Sebenarnya media sosial memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat yang mengikuti arus perubahan. Dampak positifnya masyarakat lebih mudah mengetahui berita, sedangkan dampak negatif yakni mengkritik siapa saja dengan kalimat pedas dan memprovokasi. Dampak dari media sosial tergantung pengguna, dengan cara seperti apa dan bagaimana seorang individu mampu memilah berita yang belum akurat kebenaranya (saring sebelum sharing).
B. Kritik Pemerintah Dari Zaman Ke Zaman
Kritik rakyat terhadap pemerintahan Indonesia turut berkembang seiring perkembangan zaman. Pada masa pemerintahan Soekarno selaku Presiden pertama, tidak pernah mendapat kritik dari rakyat karena jika ingin mengemukakan pendapat dengan datang langsung ke gedung pemerintahan. Kedua pada masa Soeharto yang menuai banyak kritik, rezim Soeharto dimana pemerintahan tertutup, masyarakat tidak bisa bebas mengemukakan pendapat dan berani mengkritik pemerintahan Soeharto, jika berani mengkritik akan hilang, bahkan aktivis banyak yang hilang (mati), kita juga tahu sendiri bahwa pemerintahan pada masa orde baru sangat otoriter. Dulu pada jaman Soeharto mengkritik pemerintah tidak diperbolehkan, siapapun yang mengkritik besoknya akan meninggal atau hilang. Kemudian mulai jaman reformasi tepatnya pemerintahan Habibie masyarakat sudah diperbolehkan mengkritik pemerintah. Pada zaman Gus Dur masyarakat benar-benar merasakan pemerintahan yang terbuka, masyarakat juga bebas mengemukakan pendapat, masyarakat bebas bertatap muka secara langsung. Selanjutnya kepemimpinan Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono dimana masyarakat bebas perpendapat di laman media sosial, tetapi semakin maju teknologi, masyarakat justru menyalah gunakan media sebagai ajang mengemukakan pendapat, maksudnya pendapat yang di ajukan mungkin benar, tapi disitu etika dalam mengemukakan pendapat hilang memasuki kepemimpinan Jokowi yang mana media sosial dijadikan jembatan antara rakyat dan pemerintahan.
C. Hoaks Di Tengah Arus Perubahan
Dalam Oxford English Dictionary hoaks didefinisikan sebagai " Malicious deception "atau kebohongan yang memiliki tujuan jahat. Sekarang ini banyak ditemukan ujaran kebencian (hate speech) yang ditunjukan untuk mengkritik pemerintahan. Hate speech menjadi bentuk penyalahgunaan media untuk menyebarluaskan berita yang sifatnya fitnah. Hoaks tumbuh di era paska kebenaran menjadi suatu realitas yang tidak dapat dihindarkan. Saat ini kita memasuki era masyarakat informasi dimana realitas tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang nyata tetapi juga realitas maya karena bersinggungan menjadi realitas baru di masyarakat. Terhubungnya masyarakat dengan jejaring global memberikan dampak memudarnya batasan. Percepatan dunia masya didukung dengan masuknya revolusi industri 4.0 dimana bermunculan kecerdasan buatan, maha data, penyatuan ruang fisik dengan digital membuat arus perubahan dengan mudah diimbangi oleh hoaks.
Disinilah kita sebagai netizen yang baik harus bisa memilah mana kritik berdasar, bertanggungjawab dan mana yang tidak. Di media apapun itu, karena mau bagaimanapun, faktanya pemerintah adalah pemegangnya wewenang di negara ini, terutama Presiden, sudah sepatutnya sebagai warga negara menghormati beliau yang duduk di bangku Pemerintahan, mengkritik dengan etika, dasar yang jelas, tuntutan yang jelas dan dengan prosedur yang benar. Menurut saya pribadi mengenai komentar yang ditunjukan masyarkat kepada pemerintahan saat ini banyak yang tidak beretika namun tidak semuanya. Komentar tanpa etika muncul dari individu tanpa melihat sisi lain, mudah terpancing emosi kemudian berkomentar tanpa memberi solusi. Padahal masyarakat diberi ruang berkomentar namun tidak memberi ruang pemerintahan untuk berproses dan memahami masalah masyarakat untuk menemukan cara yang tepat. Oleh karena itu perlu menangkal hoaks dengan cakap (cerdas, kreatif, dan produktif) dalam menjalani arus perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H