Mohon tunggu...
Reza AlGhifari
Reza AlGhifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan strata 1 di salah satu kampus negeri yang ada di Jember, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Negara dalam Menjaga WNI yang Berada di Korea atas Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea

29 Agustus 2024   14:04 Diperbarui: 29 Agustus 2024   14:10 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Prof. Dr. Notonagoro pada laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hak merupakan kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang semestinya diterima atau dilakukan.

Pengertian hak pada dasarnya berisikan kebebasan dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu terhadap subjek hukum tertentu tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun, serta kebebasan tersebut memiliki landasan hukum atau bisa disebut kebebasan tersebut dilindungi oleh hukum (Septi, dan Dinie, 2021).

Berdasarkan penuturan dari beberapa ahli tersebut, maka setiap warga negara Republik Indonesia berhak untuk melakukan maupun tidak melakukan sesuatu tanpa ada rasa terpaksa atau tertekan oleh pihak manapun. Hal ini telah tercantum pada undang-undang yaitu tepatnya pada pasal 28D dan 28G. Pasal 28D ayat 1 berbunyi; setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Pasal 28D ayat 1 terkait hak warga negara ini juga didukung oleh pasal 28G ayat 1 yang berbunyi; setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Warga negara Indonesia atau sering disebut WNI, banyak yang bekerja di luar negeri untuk menunjang kehidupan yang lebih layak. Hal ini bukanlah perkara ilegal atau menyalahi hukum karena telah tercantum pada pasal 27 ayat 2 yang berbunyi; tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Berdasarkan data badan perlindungan pekerja migran Indonesia (BP2MI), jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) tahun 2022 mencapai 3,7 juta pekerja, dimana para pekerja ini tersebar di 150 negara. Pada tahun 2023, menteri ketenagakerjaan Indonesia, Ida Fauziyah menyebutkan ada 273.992 tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri sepanjang bulan Januari hingga Oktober 2023. Penempatan dari tenaga kerja Indonesia (TKI) ini juga dilakukan di berbagai kawasan yaitu Asia dan Afrika mencapai 220.230 orang pekerja, Eropa dan Timur Tengah mencapai 14.300 orang pekerja, dan di Amerika dan Pasifik mencapai 1.462 orang pekerja.

Lantas, seberapa mampu pemerintah negara Republik Indonesia melindungi setiap warganya, terutama yang sedang berada di luar negeri?

Berdasarkan penuturan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, isu perlindungan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri menjadi prioritas utama Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sejak tahun 2014 hingga tahun 2023, dimana Kemlu telah menyelesaikan sebanyak 218.313 kasus yang menjerat WNI di luar negeri, dimana 360 WNI berhasil diselamatkan dari hukuman mati, 18.022 WNI berhasil di repatriasi dari situasi darurat seperti zona konflik, 56 WNI berhasil di selamatkan dari penyanderaan, dan 1,07 triliyun hak-hak finansial WNI berhasil dikembalikan.

Konflik berasal dari bahasa latin configere yang memiliki arti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, dimana salah satu pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dengan tujuan untuk menghancurkan pihak tersebut (Ubbe, A. 2011).

Zona konflik merupakan wilayah atau zona yang sering terjadi adanya konflik, baik konflik antar satu individu dengan individu lain, maupun konflik antar kelompok, geng, atau sejenisnya. Ada beberapa zona konflik yang ada di dunia, diantaranya adalah Semenanjung Korea.

Lantas bagaimana asal muasal Korea mendalami nuklir?

Korea Utara yang dulunya disebut dengan Republik Rakyat Demokratik Korea berdiri pada tahun 1948. Korea Utara dipimpin oleh keluarga Kim yang terdiri dari; Kim il-Sung, Kim Jong-il, Kim Jong-un. Secara khusus rezim Kim il-Sung memerintah Korea Utara dengan periode terlama dalam standar global yaitu sejak 1948 hingga 1994 atau tepatnya 45 tahun 10 bulan. Tampuk pemerintahan di lanjutkan oleh Kim Jong-il mulai tahun 1994 hingga 2011, berikutnya pemerintahan dilanjutkan oleh Kim Jong-un mulai tahun 2011 hingga sekarang (Adam, 2023).

Kondisi politik Korea Utara sejak tahun 1980-an menganut konsep; suryong (pemimpin) sistem. Sistem suryong tersebut bertujuan untuk mengabdikan pedoman pemimpin melalui suksesi turun-temurun (Adam, 2023).

Poin yang perlu di perhatikan dari suryong sistem adalah meskipun bermula pada keditaktoran leninisme, namun sistem tersebut berdasar pada Juche Korea Utara, dimana suryong telah menggantikan partai sebagai inti politik kepemimpinan (Adam, 2023).

Isu nuklir Korea Utara mulai tersebar pada tahun 1980-an dan awal 1990-an lantaran dengan berakhirnya hubungan aliansi perang dingin mereka, serta dihadapkan dengan tantangan keberlangsungan hidup rezim yang mencari keamanan melalui persenjataan nuklir Amerika Serikat. Korea Utara mulai aktif melakukan penelitian nuklir pada tahun 1950-an karena khawatir tertinggal dengan negara rivalnya, Korea Selatan. Korea Utara menyetujui pembangunan damai dengan Uni Soviet untuk membangun insfrastuktur nuklir. Uni Soviet menyetujui kerja sama dengan membantu pembangunan reaktor nuklir di Yongbyong, dimana dengan dibangunnya reaktor nuklir tersebut nantinya membuat Amerika Serikat khawatir terkait perkembangan nuklir di Semenanjung. Pada tahun 1962 Uni Soviet menarik rudal miliknya yang berada di Kuba yang membuat pemerintah Korea Utara khawatir akan ditinggalkan oleh negara pelindungnya yaitu Uni Soviet. Kejadian inilah yang membuat Korea Utara menjadi lebih menekankan pengembangan nuklir untuk menjamin keamanan negara (Adam, 2023).

Korea Utara telah menunjukkan kesadarannya terkait senjata nuklir, bahkan minatnya dalam ilmu dan pengetahuan nuklir mendahului terbentuknya negara Korea Utara itu sendiri pada tahun 1948. Pemimpin pertama Korea Utara, Kim il-Sung belajar dari pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki, bahwa dua senjata atom dapat menundukkan negara besar seperti Jepang. Akan tetapi pada tahun 1970-an Korea Utara baru mulai menekuni nuklir karena adanya perasaan tersaingi dengan negara rivalnya, Korea Selatan. Kim il-Sung mulai menekuni nuklir salah satunya juga adalah untuk memberikan peninggalan atau warisan kepada putranya, Kim Jong-il (Adam, 2023).

Korea Utara menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan enam kali uji coba nuklir bawah tanah terhitung dari tahun 2006 hingga tahun 2017 di lokasi uji coba Punggye-ri. Uji coba nuklir pertama dilakukan pada 9 Oktober 2006, lantas disusul uji coba kedua pada 25 Mei 2009, uji coba ketiga pada 12 Februari 2013, kemudian uji coba nuklir keempat dan kelima dilakukan di tahun yang sama yaitu 6 Januari dan 9 September 2016, hingga percobaan nuklir terakhir dilakukan pada 3 September 2017 (Adam, 2023).

Dewan keamanan PBB memiliki tanggungjawab menjaga perdamaian dan keamanan Internasional sebagaimana tertuang dalam piagam PBB pasal 24 ayat 1 dan 2, dimana pasal tersebut mencakup banyak aspek diantaranya; pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), terorisme, konflik etnis, perang, dan pengembangan nuklir Korea Utara. Dewan keamanan tidak langsung mengambil tindakan terkait pengembangan nuklir yang dilakukan Korea Utara, hal ini karena apa yang dilakukan pihak Korea Utara dinilai tidak membahayakan perdamaian dunia, namun situasi ini berubah saat Korea Utara melakukan uji coba rudal balistik pada 5 Juli 2006 (Christophorus, dkk., 2016).

Menanggapi tindakan Korea Utara tersebut dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 1695 tahun 2006 yang mengecam uji coba tersebut karena dianggap mengancam perdamaian Internasional, serta Korea Utara diminta untuk menghentikan segala bentuk uji coba nuklirnya (Christophorus, dkk., 2016).

Tindakan uji coba nuklir yang dilakukan pihak Korea Utara disamping di awasi oleh dewan keamanan PBB juga di awasi oleh IAEA, Amerika Serikat, dan Korea Selatan (Christophorus, dkk., 2016). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perselisihan dikancah Internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Reza. 2023. Analisis Strategi Nuklir Korea Utara Pasca Perang Dingin: Pengaruh Proliferasi Nuklir Korea Utara Terhadap Stabilitas Keamanan Asia Timur.

Dr. Ubbe, Ahmad. 2011. Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial.

Tirtalaksana, Christophorus Richard., dkk., 2016. Tanggungjawab Dewan Keamanan PBB Dalam Menyikapi Kasus Senjata Nuklir Korea Utara dan Implikasi Terhadap Masyarakat Internasional.

Yunita, Septi., dan Dewi, Dinie Anggraeni. 2021. Urgensi Pemenuhan Hak dan Kewajiban Negara Dalam Pelaksanaanya Berdasarkan Undang-Undang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun