Mohon tunggu...
Reza Ahmad Wildan
Reza Ahmad Wildan Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

email: ahmad.rezawildan@gmail.com Instagram: rezaahmadwildan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menemukan Jati Diri Sekolah

21 Agustus 2022   13:39 Diperbarui: 21 Agustus 2022   13:41 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin hingga saat ini, masih banyak pihak yang sulit untuk memberikan sebuah definisi yang tepat mengenai sebuah sekolah. Namun, secara garis besar, sekolah kemudian dipahami sebagai sebuah sistem yang mencakup beberapa komponen dan setiap komponen terdiri dari beberapa faktor. Komponen tersebut berupa masukan (input), proses (process), keluaran (output), dan keluaran tidak langsung (outcome).

Atas sejumlah pandangan, maka sekolah sesungguhnya merupakan sebuah rumah bersama yang diharapkan mampu memberikan sebuah keteduhan dan kesejukan. Berada dalam sekolah harus dimaknai sebagai langkah untuk memadukan semua keinginan agar bisa melakukan banyak hal. Sekolah yang kemudian harus diberi jati diri apapun selama menjadi tempat belajar merupakan sebuah keniscayaan.

Prinsip dasar yang kemudian perlu ditegakkan dalam bersekolah adalah bagaimana mereka yang berada di dalamnya kemudian mendapat sesuatu hal yang baru yang sebelumnya tidak didapat sama sekali. Sekolah memberikan segala kemudahan untuk dapat melangsungkan sebuah kehidupan yang bermakna dan berguna bagi semua. Dengan bersekolah, kehidupan yang lebih kondusif dan konstruktif kemudian dijalankan dengan sedemikian rupa.

Dalam pendekatan formal, dikatakan sebuah sekolah apabila terdapat sebuah bangunan, kelas, ruang perpustakaan, dan lain sejenisnya. Sedangkan dalam pandangan substantif mengatakan bahwa disebut sebuah sekolah bila ia mampu menjadi ruang beraktualisasi bagi semua anak didik tanpa terkecuali. Persoalannya adalah posisi kita semua berada pada titik mana, apakah sekolah hanya dianalogikan dengan bangunan-bangunan ataukah hanya sebuah ruang tanpa batas yang kemudian dapat membelajarkan anak didik untuk mengenal banyak hal, banyak realitas kehidupan dan banyak problematika kehidupan?

Apapun jawabannya, yang terpenting ialah sekolah kemudian harus bisa memosisikan diri sebagai tempat belajar berpikir, mengenali pelbagai fenomena kehidupan dan bisa menciptakan berbagai kreativitas yang dapat mengarahkan anak didik untuk semakin paham dan mengerti tentang dunianya. Sekolah setidaknya dapat menjadi guru yang selalu membangun inspirasi bagi semua anak didik untuk berkiprah dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, jati diri sekolah mengutip pendapat Paulo Freire yaitu sejatinya untuk praktik pembebasan. Sekolah harus menjadi ruang bebas belajar anak didik. Jangan sampai jati diri sekolah seperti sebuah penjara. Ia menjadi sebuah medan pertempuran anak didik untuk menempa diri agar bisa menjadi manusia-manusia bebas dan berkualitas. Bisa dibayangkan ketika sekolah menjadi penjara bagi anak didik, maka mereka bukan lagi manusia-manusia bebas dan berpendidikan yang sedang membangun dunia sendiri. Mereka hanya menjadi manusia kerdil dan sempit sebab pandangan dan paradigmanya dibentuk atas kepentingan seorang pengajar dan lain seterusnya. Ini adalah sebuah kesalahan sangat besar sehingga sekolah menjadi neraka bagi mereka.

Awalnya sekolah diniatkan untuk menggerakkan kebebasan berpikir anak didik supaya mereka berpikir kritis transformatif, tapi ini menjadi hal yang mustahil terjadi. Sekolah hanya merupakan sebuah ladang belajar yang tidak lagi bermakna sama sekali. Inikah yang menjadi harapan Bersama? Yang jelas, sekolah perlu diletakan dalam kerangka tepat dan proporsional guna bisa menyambungkan kepentingan anak didik sebagai sosok-sosok yang sedang mengejar mimpi dan visi sekolah sebagai pencerah kehidupan bangsa.

Sekolah menjadi bagian tak terpisahkan dari anak didik dan begitu sebaliknya, sehingga ini selanjutnya menciptakan sebuah hubungan sinegritas. Tentu, dalam praktik pendidikan yang dilakukan dalam sekolah kemudian jangan sampai membuat anak didik merasa jenuh dalam gedung tersebut. Sekolah diharapkan bisa menjadi sebuah pelepas dahaga ketika anak didik merasa kehausan.

Sekolah ibarat tempat bermain yang difasilitasi dengan pelbagai aksesoris untuk bisa menghidupkan sekolah. Dengan kata lain, sekolah benar-benar bisa menghadirkan diri sebagai sebuah surga dunianya bagi anak didik, sebab ia menyelenggarakan sebuah panorama kehidupan yang tidak pernah membosankan. Dalam arti, bahwa sekolah dinilai paling baik dan hebat menurut anak didik adalah ketika mereka sangat 'kerasan' berada di dalamnya. Ada sebuah perasaan senang tak terbayangkan yang membuat mereka damai di dalamnya.

Oleh karena itu, ada beberapa poin fundamental yang kemudian harus diperhatikan guna membuat sekolah menjadi memiliki jati diri. Sekolah yang memiliki jati diri adalah sekolah yang memiliki visi jelas untuk mendidik anak didik dengan cara baru, gaya baru, dengan pendekatan baru, dan pola baru agar mereka tidak pernah merasa bosan dan jenuh dalam sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun