Mohon tunggu...
Reza Aditya
Reza Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Undergraduate Journalism Student at UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ajaran Mu'tazilah: Menyatukan Iman dan Akal dalam Teologi Islam

15 Desember 2023   17:24 Diperbarui: 15 Desember 2023   17:28 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muncul pada abad ke-8 M, Mu'tazilah menjadi aliran teologi Islam yang unik dan kontroversial. Berbeda dengan kebanyakan mazhab kala itu, Mu'tazilah terkenal dengan penggunaan akal atau rasio sebagai instrumen utama dalam memahami ajaran agama. Aliran ini memicu perdebatan sengit selama berabad-abad, namun tidak dapat dibantah kontribusinya yang signifikan terhadap dinamika intelektual dunia Islam.

Mengangkat Panji Rasionalisme

Dasar pemikiran Mu'tazilah berakar pada keyakinan kuat bahwa akal adalah anugerah Tuhan yang harus dimanfaatkan untuk memahami agama. Mereka berpendapat bahwa wahyu, meski memegang peranan penting, tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan teologis. Akal, dengan logika dan penalarannya, dapat menjadi partner wahyu dalam memahami kehendak Tuhan dan memaknai ajaran Islam.

Lima Prinsip Pilar

Keunikan Mu'tazilah bermanifestasi dalam lima prinsip pilarnya:

* Tauhid: Menegaskan keesaan Tuhan secara mutlak. Tuhan Mahakuasa, Mahaadil, dan tidak memiliki atribut manusia.

* Keadilan (al-'Adl): Tuhan tidak akan menzalimi siapa pun. Manusia diberi kebebasan memilih (ikhtiyar) dan bertanggung jawab atas tindakannya.

* Wani': Peringatan bahwa perbuatan baik dan buruk manusia pasti berkonsekuensi, baik di dunia maupun akhirat.

* Manzilah bain al-Manzilain: Konsep unik tentang status orang muslim yang berbuat dosa besar. Mereka tidak dianggap kafir, namun juga tidak terjamin masuk surga. Posisinya berada di "antara dua tempat".

* Al-Amr bil Ma'ruf wa An-Nahy 'an al-Munkar: Kewajiban umat Islam untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Membangun Teologi dengan Logika

Prinsip-prinsip ini mewarnai pendekatan Mu'tazilah terhadap berbagai isu teologis. Contohnya, dalam pembahasan keadilan Tuhan, kaum Mu'tazilah menolak gagasan takdir absolut. Mereka berpendapat bahwa jika manusia tidak memiliki kebebasan memilih, konsep keadilan Tuhan akan terancam. Begitu pula dengan konsep Al-Qur'an. Mu'tazilah meyakini bahwa Al-Qur'an, meski kalam Tuhan, adalah makhluk ciptaan, bukan bagian dari esensi Tuhan sendiri. Pandangan ini didasarkan pada logika bahwa sifat "makhluk" dan "abadi" tidak mungkin berdampingan dalam entitas yang sama.

Kontroversi dan Pengaruh

Penggunaan akal secara kritis oleh Mu'tazilah tidak luput dari kritik. Beberapa pandangan mereka, seperti konsep Manzilah bain al-Manzilain, dianggap tidak selaras dengan teks Al-Qur'an. Penolakan takdir absolut juga dipandang oleh sebagian besar ulama sebagai berbahaya karena berpotensi melemahkan semangat tawakal.

Meski kontroversial, pengaruh Mu'tazilah tidak dapat disangkal. Mereka mendorong diskursus intelektual yang kaya dalam dunia Islam, memotivasi studi filsafat dan logika, serta menanamkan pentingnya berpikir kritis dalam memahami ajaran agama. Warisan metodologis dan keteguhan berpegang pada akal menjadikan Mu'tazilah penanda penting dalam evolusi pemikiran Islam.

Menutup Pintu, Membuka Jalan

Meskipun keberadaan Mu'tazilah formal dalam struktur politik Islam memudar, kontribusinya tetap abadi. Aliran ini mengajarkan bahwa iman dan akal tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi dalam pencarian kebenaran. Mu'tazilah membuka pintu bagi pemikiran rasional dalam teologi, dan meski perjalanannya penuh gejolak, ia mewariskan semangat untuk terus bertanya, menggali, dan memahami ajaran Islam dengan kejernihan akal.

Artikel ini hanyalah sekilas tentang kedalaman pemikiran Mu'tazilah. Ada banyak aspek lain yang masih bisa dibahas, seperti perdebatan mereka dengan mazhab lain, kontribusi mereka pada ilmu kalam, dan relevansi pemikiran mereka untuk dunia Islam modern. Diharapkan, kita terdorong untuk menggali lebih dalam dan menemukan kekayaan intelektual yang tersimpan dalam sejarah aliran ini.

Penulis:

Reza Aditya Firdaus

11220511000184

Jurnalistik 3D

UAS Akidah dan Ilmu Kalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun